Jakarta Sedang Dingin

43 11 1
                                    

Ketika Bestari hendak naik motor, Bara keluar rumah dan berteriak "Bestari! Tunggu!!!"

Bestari langsung menoleh ke arah Bara, Bara menghampiri Bestari.

"Ada apa teriak-teriak?"

"Ada sesuatu yang harus kamu jawab."

"Pertanyaannya?"

"Apa kamu tau papa mama ku?" Tanya Bara

"Iya. Memang kenapa?"

"Tau darimana?!" Bara penasaran

"Papa dan mama mu tadi ke sekolah. Kami bertemu, dan saling sapa. Orang tuamu menyelesaikan masalahmu disekolah dengan Pak Hamdi dan Bu Ani. Kini masalahmu sudah terselesaikan, jadi apalagi yang harus dipikirkan selain memikirkan cara agar kamu sembuh dari lukamu?"

Mendengar penjelasan dari Bestari, Bara sedikit tenang. Ternyata papa dan mamanya masih bisa mengerti kan keadaannya setelah kejadian kemarin.

"Apalagi yang mau ditanyakan?"

"Tunggu, disini. Jangan dulu pergi." Kata Bara, beranjak masuk ke rumahnya untuk mengambil sesuatu. Kemudian kembali lagi.

"Jakarta sedang dingin hari ini." Kata Bara sembari memakaikan jaketnya yang berwarna hitam pada Bestari

"Bara? Nggak salah?"

"Salah apa? Emang lagi dingin kan?"

"Gak terlalu dingin, malah panas menurutku."

"Mau dilepas lagi?" Tanya Bara yang hendak melepaskan jaket yang ia pakaikan pada Bestari

"Jangan! Sudah, aku mau pulang. Semoga diperjalanan menjadi dingin."

"Satu lagi!" Balas Bara

"Apa?"

Bara melepaskan ikatan yang mengikat rambut Bestari.

"Aku lebih suka rambutmu terurai, jangan di ikat."

"Bara, kapan aku bisa pulang?"

"Pulanglah"

Bestari kini menaiki motornya, memakai helm, dan membenarkan jaketnya yang dipakaikan oleh Bara. Bersiap untuk pergi. Seketika Bara menghentikannya.

"Bestari! Jangan dulu maju!!"

Bestari diam, lalu berkata "Apalagi Bara?"

"Pinjam hp mu!"

"Hp?"

"Iya."

"Sekarang?"

"Sekarang juga!!!"

Dengan sabarnya, Bestari mengambil hp yang ada di sakunya, memberikannya pada Bara.

"Nih. Buat apa?" Sambil memberikannya

"Nanti juga tau."

Bara sedang menyimpan nomornya, di ponsel milik Bestari kemudian memberikannya kembali.

"Terimakasih untuk hari ini." Ucap Bara sambil memberikan hp itu kepada pemiliknya.

"Sama-sama! Ada lagi yang perlu saya bantu Tuan Bara?" Gerutu Bestari

"Tidak perlu. Silahkan anda pergi sejauh mungkin." Balas Bara

"Dasar tuan yang menyebalkan!" Ujarnya lalu pergi menjalankan motornya.

Bara merasa hari ini tampak ada celah kebahagiaan yang masuk menghampiri hidupnya.

°•°•°•°

Setibanya di rumah, Bestari tiba bersamaan dengan ayahnya yang baru pulang bekerja.

"Bestari!" Panggil sang ayah

"Ayah? Baru pulang?" Sahutnya

"Baru pulang, baru pulang! Darimana saja kamu? Jam segini baru pulang? Masuk!"

Bestari masuk, membuka pintu rumahnya. Ibunya yang sudah mendengar perkataan mereka diluar segera menghampiri Bestari.

"Darimana saja nak?" Tanya ibunya lembut

"Ada urusan mendadak Bu."

"Urusan apa?"

"BESTARI!" Bentak sang ayah, menghentikan perkataan Bestari yang akan menjawab pertanyaan dari ibunya.

"Darimana saja kamu?!"

"Ada urusan mendadak yah."

"Urusan apa? Pasti urusan yang tidak jelas! Kamu selalu saja begini! Kapan kamu bisa menyusul seperti kakakmu yang membanggakan kedua orang tuamu?! Kamu terlalu mementingkan hal-hal yang tidak penting dan tidak jelas. Lihat kakakmu! Contoh dia! Dia belajar terus menerus sampai dia dapat beasiswa ke luar negeri. Sementara kamu? Apa yang sudah kamu lakukan?!"

Perkataan ayahnya yang membentaknya, membuat Bestari semakin lelah dengan semua yang telah dilakukannya. Menjadi murid terbaik dan paling pintar di sekolahnya, masih membuat ayahnya tidak bangga padanya. Apa yang harus ia lakukan? Belajar terus-menerus sudah, melakukan segera cara untuk mendapat prestasi sudah. Tetapi yang terlihat oleh ayahnya? Ayahnya tidak melihat bagaimana Bestari berjuang untuk membanggakannya. Ayahnya selalu membanggakan kakaknya yang mendapat beasiswa diluar negeri karena kecerdasannya. Sementara semua prestasi yang Bestari raih, tidak ternilai dimatanya.

"Bestari bukan dia, atau mereka yah. Bestari adalah Bestari. Sampai kapan ayah lupa akan hal itu?" Balasnya menahan air matanya

"Sudahlah! Urusi urusanmu yang tidak jelas itu. Bukannya membuat bangga malah begitu!" Bentak ayahnya kemudian ayahnya duduk.

Ibunya mengelus rambut Bestari dengan lembut, dengan tegar Bestari menahan air matanya. Ia rapuh, sama seperti Bara. Bahkan disini siapa yang lebih rapuh diantara mereka?

Bestari pergi ke kamarnya. Ia ingin menangis, tapi kepada siapa ia mencurahkan segala isi hatinya? Ia membuka ponselnya, mencari kontak seseorang, ia ingin menelepon seseorang. Dan disana terdaftar nama Bara di kontaknya, Bestari sudah tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Akhirnya ia menelepon Bara, dan Bara mengangkatnya.

"Halo? Siapa ini?" Ujar Bara lewat telepon

Mendengar suara Bara, membuat Bestari tak kuasa menahan air matanya. Ia menangis, dan suara tangisan itu membuat Bara kenal akan suaranya.

"Bestari?"
















*Jangan lupa vote and coment ya guys!!!

BESTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang