"Bestari?" Ucap Bara lirih, kini tak lagi mengelus rambut Bestari.
"Bestari? Lihat aku!"
"Bestari? Aku bilang lihat aku!" Ucapnya sekali lagi
Bestari kini melihat Bara. Terlihat dimatanya yang masih menyimpan sedikit genangan air mata.
"Kenapa bisa sampai disini? Siapa yang memberitahu mu?" Pertanyaan yang terucap dari mulut Bara membuat Bestari ingin meluapkan semuanya.
"Apa kamu tau? Aku kemarin pulang malam dari rumahmu, aku dimarahi keras-keras oleh ayahku. Aku menjadi orang yang selalu dibandingkan oleh ayahku. Hidupku seperti tak ada apa-apanya dibandingkan kakakku, aku seperti tidak berguna. Tapi kamu tau? Ibuku selalu ada untukku, dia yang selalu membela dan mensupport ku. Aku menangis semalaman, sampai datang ke sekolah mataku sembab dan banyak dicaci-maki oleh teman sekelas ku. Aku digosipkan, hingga gosip itu mungkin terdengar sampai ke telinga Rey. Kami berbicara di taman, Rey menanyakan kenapa mataku bisa sampai sembap. Dia malah menuduhmu, aku tidak terima. Tetapi, dia lagi-lagi menuduh mu. Akhirnya aku meluapkan segala kegelisahan ku, aku menangis. Dia memelukku, rasanya aku ingin menangis dipeluknya, aku tidak bisa menahannya. Hingga kamu datang, dan melihat aku sedang bersama Rey. Aku segera berlari mengejar mu, tetapi aku berhenti. Disaat aku berhenti kamu sudah pergi dan ... "
Bestari tak sanggup melanjutkan perkataannya, ia kembali menangis. Ia benar-benar tak sanggup, ia ingin pulang.
Bara yang sedari tadi mendengarkan, Bara tak menyangka seberat itu hidupnya. Bahkan lebih berat dan lebih menyakitkan dari kehidupan Bara.
Kini giliran Bara yang memeluknya, mengusap kepalanya dan berkata "Jangan diteruskan. Ini terlalu menyakitkan. Jangan menangis,"
Bestari dan Bara kini berdiri, Bestari kini menaiki motor Bara. Mereka akan pulang. Tapi sebelum itu, Bara akan mengaku terlebih dahulu kalau dia sudah kalah.
Bara dan Bestari berhenti didepan garis finish. Semua orang meneriaki Bara yang kini membonceng seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah.
Bestari turun dari motor Bara, kemudian Bara setelahnya. Arga menghampiri mereka berdua, Arga penasaran siapa perempuan itu? Apakah perempuan itu pacar Bara? Mana mungkin? Bara selama ini hanya mengharapkan cinta dari Citra.
"Gue ngaku kalah dan sekarang lo yang menang." Bara to the point.
"Kalian semua dengerkan? Bara ngaku kalah!" Kata Arga dengan bangga
"Dia kalah karena ada pacarnya kali! Pengecut!" Ujar salah satu teman Arga
"Pacar? Jadi dia pacar lo?" Tanya Arga
"Lo gak perlu tau." Balas Bara malas.
Arga melihat nametag pada baju perempuan itu. Di sana tertera namanya 'Bestari Malaika'
"Yakin dia bukan pacar lo? Kalo gue deketin dia gimana?" Arga sambil melangkah mendekati Bestari, lebih dekat.
Bara segera menggenggam tangan Bestari lalu berkata "Lo diem atau gue tonjok muka lo sekarang juga!" Nada bicaranya mulai meninggi
"Wih emang gak salah gue! Jadi pacar lo dia? Bestari namanya? Secepat itu lo lupain Citra? Kali ini gue yang nggak abis pikir sama lo."
"Terserah lo mau berprasangka apapun ke gue, tapi jangan sekali-kali lo deketin dia apalagi sentuh dia." Bara yang mulai malas kini beranjak menaiki motornya begitu juga dengan Bestari. Mereka beranjak pergi.
Di perjalanan, mereka saling diam, tidak bersuara. Hening, dingin, dan terasa sepi. Sampai Bara akhirnya menanyakan sesuatu.
"Mau langsung pulang?"
"Nggak tau."
"Kenapa?"
"Takut."
Jawaban itu membuat Bara bingung harus melakukan apa. Ia tahu Bestari ingin pulang, tapi Bestari takut dimarahi oleh ayahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Malam ini lebih malam dari kemarin. Terlebih lagi Bestari masih mengenakan seragam sekolah. Bagaimana ini?
"Aku antar kamu sampai rumah ya?"
"Jangan"
"Takut kena marah?"
"Iya."
"Jadi mau kemana? Ke rumahku?" Tanya Bara yang mulai tidak tahu arah
"Mau apa ke rumahmu? Aku ingin pulang, tapi rasa takut menghantuiku."
"Tenangkan dulu hatimu gimana?"
"Caranya?"
"Aku punya suatu tempat yang indah."
Tiba-tiba suara pesan masuk berbunyi. Ada dua pesan, yang baru saja pesan dari ibunya, dan satu lagi pesan dari Rey yang sudah sampai dari tadi.
Ibu: Nak, sedang dimana? Cepat pulang, sebelum ayahmu pulang. Ayah pulang jam 10 hari ini.
Pesan dari ibunyaKemudian ia membuka dan membaca pesan yang lainnya.
Rey: Best, aku udah pulang. Lain kali kalo mau ngejar bilang dulu ya? Jadi kita sama-sama ngejarnya."Bestari?" Panggil Bara
"Hm?" Sahutnya
"Jadi gimana?"
"Kita pulang aja ya. Kamu antar aku ke rumahku. Ayahku pulang jam 10 hari ini, jadi agak cepatan ya! Jangan sampai aku kena marah lagi hari ini."
"Really?" Tanya Bara
"Seriously! Ayo!!"
Bara dengan sigap, langsung mempercepat laju kendaraannya.
Pukul sembilan lebih beberapa menit, dengan tenang Bestari kini sampai dirumahnya dengan diantar oleh Bara.
"Bara cepat pulang ya, jangan kemana-mana lagi! Kasian banyak yang khawatir."
"Termasuk kamu?" Tanya Bara sambil tersenyum
"Nggak. Sana pulang!"
"Bilang apa?"
"Bilang apa?" Bestari balik bertanya
"Selamat malam. Aku harap Jakarta menghilangkan rasa takutmu hari ini." Setelah berkata begitu, Bara pergi untuk pulang.
Bestari mulai melangkah masuk ke rumahnya. Benar, ayahnya belum pulang, ia selamat.
"Siapa orang itu nak?" Tanya sang ibu
"Oh itu, Bara Bu."
"Jadi itu orangnya? Orang yang harus kamu bimbing dan awasi?"
"Iya, itu Bu."
"Terus kenapa baru pulang jam segini?"
"Biasa Bu, mengurusi urusan yang menurut ayah tidak penting."
"Bestari" suara ibunya lirih
Bestari hanya tersenyum melihat ibunya, ia tidak mau menangis lagi hari ini.
°•°•°•°
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTARI
Teen FictionBerawal dari sebuah persetujuan, membawa kita melangkah terlalu jauh.