"Bestari?" Suara Bara dari telepon.
"Bestari? Ini kamu kan?"
"Bestari? Kamu menangis?" Tanya Bara dari telepon
Bestari yang sedang duduk di kasurnya, masih menggunakan seragam yang dibaluti oleh jaket milik Bara. Bestari menangis tersedu-sedu, menggenggam erat ponselnya dan mendengarkan suara Bara yang terus memanggil namanya.
Bara bingung, apa yang terjadi dengan Bestari? Berkali-kali ia panggil namanya, tak kunjung ada jawaban dari Bestari. Semakin penasaran, dan semakin khawatir.
"Bestari? Ada apa?!" Suara Bara dalam telepon
"Bara" lirih Bestari dengan air matanya yang tak kunjung reda
"Ada apa?!"
"Bara" tangisnya semakin menaik
"Aku bilang ada apa!" Bentak Bara dalam telepon
"Ini menyakitkan Bara, sungguh menyakitkan." Ujar Bestari yang semakin menangis tersedu-sedu
"Kamu kecelakaan? Kamu terluka? Ada apa Bestari!!! Ada apa?!!!" Bara yang semakin gelisah
Bestari tidak menjawab, ia hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa. Padahal, ia ingin sekali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, yang ia lakukan hanya menangis tanpa menjelaskan apa-apa, lalu menutup teleponnya.
Bara semakin gelisah, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan Bestari. Bara ingin menanyakan sesuatu tapi kepada siapa? Firli teman Bestari? Ia tidak kenal dengannya. Rey? Tidak mungkin. Bara hanya ingin memastikan Bestari baik-baik saja. Ia mengirim sebuah pesan pada Bestari yang bertuliskan "Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis? Ceritakan Bestari, ceritakan."
Bestari membuka pesan itu, lalu membalasnya dengan hati yang sebenarnya rapuh. "Aku tidak apa-apa, hari ini aku hanya ingin menangis. Jangan berpikiran yang macam-macam! Aku tidak kecelakaan. Hanya saja, mood ku sedang buruk hari ini." Balas Bestari
Setelah membaca pesan balasannya dari Bestari, Bara merasa sedikit tenang. Tetapi, muncul beberapa pertanyaan dibenaknya, kenapa Bestari tidak mau jujur? Kenapa moodnya separah itu? Apa dia memang benar? Atau hanya sekedar menutupi? Entahlah, semuanya terasa sangat membingungkan. Bara tidak akan memaksa Bestari bercerita, sebelum dia sendiri yang menceritakan.
°•°•°•°
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Papa dan Mama Bara sudah pulang dari kantornya.
"Bi?" Mama Bara
"Iya Bu?" Balas Bi Asri
"Bara sudah tidur?"
"Sepertinya belum, den Bara baru saja beres makan. Tadi sore ada temannya datang kesini, seorang gadis cantik. Dia pulang pukul tujuh tadi malam. Bibi lupa namanya siapa ya? Bistari? Atau Lestari ya?"
"Maksud bibi, Bestari?" Tanya mama Bara
"Nah! Iya benar, Bestari namanya."
"Bestari?" Tanya papa Bara
"Iya, Pak."
Mama dan papa Bara merasa senang, Bestari menjenguk Bara hari ini. Tidak tahu kenapa, orangtua Bara merasa kalau Bestari adalah orang yang tepat untuk Bara.
°•°•°•°
Malam berganti pagi, pagi ini Bestari bersiap-siap ke sekolah. Ayahnya sudah berangkat kerja lebih pagi darinya, ia sengaja tidak keluar kamar sebelum ayahnya pergi. Ia takut akan terjadi percekcokan antara mereka dipagi hari. Ia merapihkan dirinya, rambutnya diuraikan, matanya sembab karena menangis semalaman. Bestari keluar kamar, menuju ruang tamu. Sudah ada ibunya yang menyiapkan sarapan.
"Makan dulu nak,"
"Aku makan disekolah saja Bu."
"Bestari?"
Bestari menoleh ke ibunya.
"Kenapa matamu? Kamu habis menangis semalaman ya? Apa karena ayahmu kemarin?" Tanya sang ibu dengan khawatir
"Nggak apa-apa Bu, kejadian kemarin Bestari jadikan pelajaran. Nggak semua urusan yang gak terlalu penting harus Bestari uruskan."
"Bestari." Lirih ibunya, kemudian memeluknya
"Maafkan ibu nak."
"Ibu nggak salah Bu, udah Bu jangan menyalahkan diri ibu sendiri. Nggak ada yang perlu disalahin." Ujarnya sambil memeluk sang ibu.
"Bu? Bestari berangkat ya?" Bestari melepaskan pelukannya sambil tersenyum.
"Hati-hati dijalan nak."
°•°•°•°
Hari ini, Bestari berangkat menggunakan angkutan umum, dia tidak menggunakan motornya. Itu sengaja, karena kemarin Bestari berkata pada Rey bahwa ia akan pulang bersamanya.
Setibanya disekolah, ia langsung menuju kelasnya. Ia tidak ingin orang lain melihat matanya yang sembab, ia tidak mau orang lain berpikiran yang aneh terhadapnya.
Bestari masuk ke dalam kelas, lalu duduk di kursinya. Teman-teman sekelasnya memperhatikan Bestari yang terlihat beda dari biasanya.
"Wah!! Ini si Best kenapa nih? Matanya sembab gitu." Ujar temannya, yang bernama Hilda
"Iya nih kenapa dia? Abis nangis kali hahaha!" Ledek temannya, yang bernama Kayla
"Bestari? Bisa nangis? Nangis diputusin pacar? Eh, siapa pacarnya? Kan dia selama ini cuman mentingin karier sama prestasinya doang! Biar dapet nama!" Ketus temannya yang satu lagi, dia bernama Nesya. Teman sekelasnya yang tidak suka akan Bestari. Bisa kita bilang sebagai 'Haters'
"Heh udah, udah. Kalo nggak tau apa masalahnya, mending diem jangan sok tau." Balas Firli pada teman sekelasnya.
Mereka kemudian diam, dan berlanjut menggosipkan Bestari dibangku Nesya.
"Mereka emang bener-bener ya!" Kata Firli sambil berdiri akan menghampiri mereka. Tetapi Bestari mencegahnya.
"Udah Fi, biarin. Aku mau cerita."
Kemudian Firli kembali duduk, dan membiarkan Bestari bercerita padanya.
"Aku pikir ayah kamu udah berubah Best. Tapi kenyataan ia masih sama, masih membanding-bandingkan kamu. Jangan merasa bersedih Best, masih banyak orang yang bangga sama kamu. Dan masih ada aku yang setia dengerin curhatan kamu." Respon Firli
Usai bercerita Bestari ingin sekali menangis, meluapkan segala bebannya. Tetapi, ia menguburnya dalam-dalam.
°•°•°•°
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTARI
Teen FictionBerawal dari sebuah persetujuan, membawa kita melangkah terlalu jauh.