Aku tidak habis pikir, apa yang terjadi pada Soraru hari ini?
Dari pagi sepertinya dia badmood sendiri. Begitu sampai di kelas, aku pikir dia akan meluncur ke mejaku lalu mulai mengganggu. Tapi nyatanya tidak. Dia langsung menuju bangkunya, ngedumel sendiri entah mengapa.
Sifatnya yang kekanakan dan ceria seakan lenyap begitu saja. Apa yang terjadi sebenarnya?
Aku, sih, bodo amat lah. Yang ada aku malah lega karena tidak diganggu olehnya. Hari-hariku yang rusuh jadi damai sekarang.
Kupikir dengan perubahan ini aku tidak perlu bertemu dengan masalah. Namun, nyatanya tidak.
Aku tetap diseretnya pada masalah yang lain.
Hal ini bermula pada jam istirahat siang. Aku hendak memakan bentoku dengan tenang tanpa gangguan siapapun. Kubawa bekalku ke atap sekolah, tempat ternyaman untuk santap siang.
Ketika aku tengah berjalan menuju atap, di tangga, aku tak sengaja mendengar suara dua orang tengah bercakap di atas sana. Bukan bermaksud menguping, hanya saja aku refleks berhenti melangkah.
"Bagaimana? Kau sudah betah di sini?"
"Hm, begitulah."
Eh? Bukankah itu suara Soraru?
"Wah, kau sekarang sudah jadi anak baik," suara seseorang bicara.
"Ck! Aku tak pernah bilang begitu!"
"Nah, maksudku," jeda sebentar, lalu kembali terdengar suara, "kau sudah diberikan fasilitas yang cukup baik di sini, bukan? Sekarang kau bisa bermain dengan banyak orang. Tinggal pilih."
"Pfftt, mereka semua sampah!"
"...Kau hanya mengalahkan satu orang. Arogansimu keterlaluan."
"Nee, Amatsuki-senpai..."
Terdengar suara tangan menggebrak tembok.
"Kalau aku yang kau bilang keterlaluan, lantas orang itu harus kau sebut apa? Maksudku, ano shiroi akuma..."
"Kau terus saja menyebut dia iblis."
"Karena memang dia itu iblis."
Hening, keringat dingin meluncur menuruni pelipisku. Entah darimana, tapi suasana terasa mencekam dan menekanku. Atmosfernya jadi berat. Padahal, aku tidak melihat mereka berdua.
Lalu, terdengar helaan napas panjang. "Yah, terserahlah apa maumu. Kusarankan untuk tetap hati-hati, ya, Soraru-kun. Jaa na."
Pintu terbuka, tampak seorang pemuda bertubuh lebih kecil dariku menuruni tangga dengan tenang. Rambutnya sewarna cinnamon. Ia mengenakan kacamata ber-frame merah. Sebuah headphone berwarna senada menggantung di lehernya. Tangan kanannya terlihat menenteng sebuah boneka-aku tidak tahu harus menyebut itu kucing atau domba. Sementara, pemuda itu mengenakan jaket berwarna oranye.
Aku terdiam. Jaket oranye itu, dia adalah anggota komite pengawas. Setahuku anak kelas tiga, Nijima Amatsuki. Dia adalah ketua komite pengawas kepunyaan OSIS.
Dan setahuku, orang kepercayaan ketua OSIS.
Dia melewatiku dengan santai, seakan tidak melihatku berdiri di sana. Tetapi sebelum dia menghilang di belokan lantai bawah, ia sempat menghentikan langkah.
"Yokatta ne, setidaknya anak itu punya teman," katanya tanpa melihat ke arahku, kemudian melangkah pergi begitu saja.
Aku tak membalas. Jujur, perkataannya agak membuatku bingung. Jadi yang kulakukan hanya mengamati punggungnya menghilang ditelan belokan dinding. Kebisuan langsung menyergap selama beberapa saat setelahnya. Tapi aku segera sadar, dan memutuskan untuk tetap naik ke bagian atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Me [Soraru Utaite Fanfiction]
ФанфикAkademi Hyakkaou, tempat dimana nilai akademis bukanlah segalanya. Di akademi ini, kedudukan dan statusmu bukan ditentukan seberapa pintar kau dalam pelajaran, tetapi seberapa hebat kau dalam berjudi. Hari itu, Akademi Hyakkaou dikejutkan dengan ked...