Puzzle 1.1

32 10 2
                                    

Tepat seminggu setelah kepingan puzzle pertama datang, hari demi hari puzzle yang mereka berdua kumpulkan sudah berjumlah 10 buah.
Puzzle-puzzle tersebut belum bisa disusun karena menurut perkiraan Yuki puzzle itu membutuhkan 40 keping. Berarti mereka membutuhkan waktu 4 Minggu untuk bisa mengumpulkan semua kepingannya. Terlalu lama.

"Ini lo yakin yang neror kita pake beginian bukan temen lo?" Yuki bukannya tidak percaya pada apa yang Melvin katakan sebelumnya, tapi entah mengapa ia yakin ini ada sangkut pautnya dengan dirinya yang dekat dengan Melvin beberapa Minggu ini.

"Ya Allah, gue udah bilang berapa kali sama lo cantiiikkk.." Melvin melengus menatap Yuki yang masih saja menaruh curiga pada teman-teman disekitarnya.

"Gue- gue cuma mau mastiin aja. Gue, gue gak takut gue luka. Gue, gue takut kalo kita berdua sama-sama luka!" Yuki memekik sambil tertunduk dan meremas bagian bawah kaosnya-terlalu takut melihat pada manusia yang ada dihadapannya.

Melvin sendiri tidak pernah berpikiran seperti itu. Rasanya ia senang, ingin sekali merengkuh tubuh gadis dihadapannya. Mengusap pucuk kepalanya agar gadis itu merasa tenang. Nyatanya ia hanya menatap gadis itu tanpa membalas ucapan sebelumnya.

"It's gonna be okay, trust me." Dalam kalimat itu terdapat mantra yang mampu mengangkat kepala Yuki. Mantra ajaib yang mampu menyihir dirinya. Ada rasa damai dalam kalimat itu. Itu yang Yuki rasakan.

"Ah-ya, sorry then..." Yuki mengalihkan pandangannya pada kucing yang ada disebelahnya, membelai bulunya yang berwarna putih bersih.

"...lo bener. Bukan cuma gue doang yang diteror, tapi lo. Lo juga. I mean kita berdua." Yuki menoleh lalu langsung menyunggingkan senyumnya dengan pipi berwarna peach cerah diwajahnya.

"Yeu bangsat... hampir gue kesemsem," ujar Melvin dengan suara pelan. Nyaris tidak dapat di dengar oleh lawan bicaranya.

Semenit kemudian keadaan sudah lebih baik dari pada tadi. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol tentang banyak hal hingga petang datang.

 Mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol tentang banyak hal hingga petang datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oalah jancok, wes dolane rono rene, jajane wes akeh tenan. Kowe gelem ra' karo seng wedok?" Ucap Jenno yang membuat kuping Melvin gatal bukan main. Jenno tuh kalo udah ngomel macam kemasukan hantu yang fasih bicara Jawa, mana medok lagi.

"Kowe meneng wae, awakku iku Lanang. Seng koncoku Iki kan dudu lanang," balas Melvin sambil menepuk punggung Jenno dengan agak keras membuat Jenno harus mengumpat dengan elok lewat batin.

"Awas lu ah, geli gue deket-deket sama Homo Sapiens modelan beginian." Jenno berusaha menjauh dari jangkauan Melvin.

"Kalo gue Homo Sapiens lo apaan?"

"Gue Homo floresiensis yang paling ganteng di Indonesia," ujar Jenno sebelum menghilang dari balik pintu kelas.

Melvin yang akhirnya duduk sendiri lagi di bangku kelas lalu menenggelamkan kepalanya diantara lengannya yang sudah dilipat diatas meja menjadi bantalan kepalanya. Ia tidak bisa tidur tadi malam karena memikirkan hal yang sebenarnya sangat sangat tidak penting dan tidak pernah ada dalam otak nya selama ini. Akhirnya setelah beberapa minggu ia memiliki teman, tapi firasatnya bilang bukan. Ah... gatau deh, pusing.

ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang