Napasnya masih memburu, terbangun secara mendadak dalam lingkup kekhawatiran karena gelap itu masih ada. Tangan Sakura lantas buru-buru membuka dasi yang bahkan masih membatasi penglihatan. Matanya sedikit buram dan pening mendera kepala. Beberapa kali dibuat mengerjap, kemudian kepalanya menoleh ke samping. Sasuke masih tidur dengan tenang di sisi kiri jauh dari tubuhnya yang terbaring. Entah dengan cara seperti apa dirinya bisa tidur, ia bahkan melupakannya.
Serta-merta bangkit, Sakura merangkak lalu berdiri dari ranjang untuk sekadar meraih kaos putih polosnya di dalam lemari. Saat ia hendak mau kembali menidurkan diri, di sana, matanya tanpa sengaja malah menangkap presensi Sarada. Putri mereka sudah tertidur tenang, meringkuk nyaman, hangat tertutup selimut di dalam ranjang kecilnya.
Sakura tersenyum kecil. Pandangannya mengedar melihat waktu pada jam dinding. Masih pukul satu dini hari. Masih ada waktu sejemang baginya untuk tidur. Merangkak kembali ke atas kasur, kemudian bergerak ke arah Sasuke yang tenang dan sedikit menggeser tubuh pemuda tersebut agar tak terjatuh ke atas lantai. Mungkin Sasuke merasakan ada sesuatu yang menyentuh tubuh, di dalam tidur dia merengut dan keningnya mengernyit samar.
"Sshh."Jemari kurus Sakura mengusap kening Sasuke, menyingkirkan anak rambut di wajah rupawan itu lalu menatapnya lama. "Aku tidak tahu selama ini sebenarnya apa yang ada di dalam mimpimu," bisiknya. Lalu, hening. "Aku tidak tahu siapa sebenarnya dirimu. Aku tidak tahu sebaik dan seburuk apa hidupmu. Aku masih belum cukup mengenalmu."
Sakura tersenyum begitu tipis. "Aku hanya mengenalmu dari luar. Tidak untuk hati dan pikiranmu." Jarinya kemudian berhenti di tulang rahang sang lawan yang bahkan masih bergeming dibuai mimpi. "Tapi aku ingin mengetahui apa pun baik buruknya dirimu. Walau seberat apa pun yang pernah kaualami. Seburuk apa yang pernah kaulihat, aku ingin mengetahuinya."
"Aku ingin lebih jauh mengenalmu. Aku ingin ikut masuk ke dalam lingkaran ketakutanmu setiap malam. Bisakah?" Sakura menahan napas, merasakan sesak yang mulai mendera hati. Tatkala kelopak matanya terpejam, setitik air mata yang sudah enggan dibendungnya jatuh mengaliri pipi begitu saja.
"Bisakah kau memberiku kesempatan untuk melakukan itu semua? Membantumu untuk menyingkirkan mimpi buruk itu?"
Mulutnya terbuka secara spontan, mengeluarkan suara isakan samar namun Sakura dengan cepat membekapnya menggunakan tangan. Tak mau suaranya bisa mengusik tidur Sasuke.
"Apa yang kuinginkan ini benar, bukan? Dugaanku tentang mimpi burukmu itu benar, 'kan?" suaranya masih mencoba untuk tenang.
"Aku ingin mendengar jawabanmu nanti. Karena a-aku, aku masih belum tahu bagaimana caranya agar perasaan bodoh ini lekas hilang. Aku mencintaimu." Sakura tertegun, ekspresinya berubah lebih sendu. "Tapi aku juga masih belum mempunyai keberanian untuk mengatakan perasaan sialan ini padamu. Karena kau—"
"Apa yang telah kulakukan." Sakura menyerah begitu senyuman hangat Hinata melintas di dalam benaknya. Ia menggeleng dan mengembuskan napas di samping mulutnya yang terisak. "Tidak. Aku memang dilahirkan untuk mencintaimu. Tapi tidak untukmu yang dilahirkan bukan untuk mencintai gadis tolol sepertiku."
Semilir pilu kembali menyelimuti hatinya yang sudah hancur. Sakura segera menyingkirkan tangannya dari kulit permukaan wajah Sasuke, lalu kembali berbaring dengan menghadap ke lain arah. Membelakangi pemuda itu yang bahkan masih lelap. Terpejam dengan perasaan menyakitkan.
Entah waktu berjalan lamban atau cepat. Seingat Sakura, dirinya sudah tertidur tadi. Namun matanya kembali terjaga dan pikirannya menduga jika mungkin ia tidak tidur terlalu lama. Sontak melirik jam, namun jarum di sana sudah melewati beberapa angka dan berhenti di angka empat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled
Fanfiction[completed] Di balik segaris senyum ringkihnya, di balik setangki sukacita yang semua orang kira amerta, hampir tak ada yang tahu bahwa Sakura Haruno harus hidup terbelenggu oleh tanggung jawab; menghidupi sang putri dan terjebak ke dalam sebuah lab...