"Pulanglah, jangan terlalu memaksakan diri. Tubuhmu juga perlu istirahat, jangan egois."
Sasuke sejenak menghela napas, ia ingat benar kala itu mantan kekasihnya pernah berkata demikian. Bibir ditekuk, menatap jengkel, menggeleng tak habis pikir—Hinata nyaris dibuat kehilangan akal guna mengeruk mencari cara yang bagaimana lagi agar Sasuke Uchiha mau pulang dan berhenti saja menyandang gelar sebagai tangan kanan kepala sekolah, Mr. Markle, laki-laki yang kiranya sudah berusia lebih dari empat puluh tahunan tersebut seolah gemar sekali membuat si Uchiha jadi lupa pulang guna mengurusi setumpuk berkas persiapan Olimpiade Sains di ruang sidang.
Jangan salah kira, Hinata Hyuuga yang juga setara cemerlangnya, peringkat dua, orang kedua yang sama piawainya menggaet perhatian guru karena terkenal pintar juga sempat menerima permintaan serupa dari kepala sekolah untuk menjalani tugas seperti apa yang sedang Sasuke geluti; menghabiskan waktu di ruang sidang bersama berkas-berkas adik kelas dan pekerjaan yang barangkali akan lama sekali lindapnya.
Namun bedanya, estimasi yang si gadis sendiri miliki tak serta-merta serupa seperti apa yang Sasuke pikirkan. Tak seperti rekan-rekannya yang rela pulang larut, tak seperti sang kekasih yang bahkan sampai mau menginap selama dua hari lalu pulang dengan keadaan hidung tersumbat sebab tidur hanya selalu mengandalkan waktu jam makan siang, jelasnya Hinata Hyuuga adalah satu-satunya anggota OSIS yang paling waras karena justru memutuskan untuk lebih memilih menolak permintaan Mr. Markle dengan alasan jika ayahnya tidak memperkenankan sang putri pulang terlalu larut.
Alih-alih hanya untuk bertujuan membuat Mr. Markle jadi segan, tentu saja itu bukan merupakan alasan yang sebenarnya, tapi oh ayolah, masih banyak anggota OSIS kelas sebelas yang mampu mengurusi berkasnya, tapi mengapa Mr. Markle masih terus mengandalkan otak-otak anak kelas dua belas—terutama Sasuke yang padahal beberapa bulan lagi akan dihadapkan dengan segulung repetisi pelik guna menuntaskan jenjang kelulusan. Toh semua orang juga tahu kalau perlombaan bukanlah zamannya lagi bagi mereka yang sudah berada di tahap akhir.
"Pulang." Si gadis Hyuuga sekali lagi memerintah, agak memohon karena khawatir.
Yang dipinta hanya mengangguk enteng.
"Kuakui kau ini cerdas, Sasuke. Sangat, malah. Jangan berlagak dungu dan seolah mau-mau saja dimanfaatkan orang." Mengalihkan pandang pada gadis lain yang juga sudah merengut jengkel tak jauh berbeda dari sang kekasih, Sasuke cuma menggeleng kecil seraya terkekeh menanggapi konklusi Choi Yugao. Bell pulang sudah lama dibunyikan sejak tiga jam lalu, tapi Hinata masih saja tetap bekeras menunggu di taman sekolah sampai-sampai Yugao—yang kiranya sudah mulai suntuk juga—berakhir dibuat mendecih tak habis pikir karena Sasuke justru tetap malah memutuskan untuk pulang nanti saja. Setelah semua selesai, katanya.
Batang hidung pemuda tersebut baru saja terlihat, kebetulan sedang melewat, dan tentu saja Hinata langsung memanggil. Meski sebenarnya Sasuke sudah mengirimkan beberapa pesan pada si gadis untuk tak seharusnya menunggu, namun kali ini Hinata abai dan akan mencoba membicarakan kalau tak seharusnya waktu Sasuke lagi-lagi diambil sepenuhnya oleh segala keperluan sekolah. Mereka yang piawai pun sama-sama lelah dan pasti butuh waktu untuk beristirahat, bukan?
"Ibu akan khawatir jika ia akan menemukanmu lagi pulang terlambat lagi hari ini," Hinata merotasikan bola matanya. Gadis itu cemberut, lelah dengan Sasuke yang keras kepala. "Dan, oh, hei! Aku juga tahu ini adalah Minggu kedua kau selalu pulang malam."
Kening Sasuke berkerut tipis. "Kau mengetahuinya juga?"
"Tentu saja aku tahu. Ibu selalu mengirim pesan pada Mama jika katanya kau sering kedapatan tidur masih mengenakan seragam serta kaus kaki. Kau mana ingat berganti pakaian saat tubuh lelah, tahu-tahu sampai rumah pasti langsung tidur."

KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled
Hayran Kurgu[completed] Di balik segaris senyum ringkihnya, di balik setangki sukacita yang semua orang kira amerta, hampir tak ada yang tahu bahwa Sakura Haruno harus hidup terbelenggu oleh tanggung jawab; menghidupi sang putri dan terjebak ke dalam sebuah lab...