17

308 25 7
                                    

Hari berlalu, Mina kembali dekat dengan Jeongyeon. Tapi ia mulai mendapati apa yang dikatakan Dahyun dan Tzuyu ada benarnya. Seolah tak bersemangat menjalani hidup kini dapat ia lihat pada diri Jeongyeon.

"Yeoboseyo, oppa temui aku di gerbang universitasmu sekarang," gadis itu langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari lawan bicara.

Seorang gadis cantik berdiri sendirian di depan gerbang menunggu seseorang sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di sana. Sesekali siswa dan siswi yang kebetulan belok menggodanya. Ia hanya menanggapi dengan tersenyum meski risih.

"Jeongyeon!" teriak Mina setelah melihat keberadaan Jeongyeon dan itu membuat wanita belok yang sedang mengganggunya pergi.

"Jangan disini, kau bisa mati risih digoda oleh orang normal maupun belok."

"Apa kau iri aku digoda oleh mereka?"

"Ani, aku hanya kasihan padamu. Apa yang ingin kau katakan?"

"Jadilah pengiringku, terserah ingin memakai instrumen apa. Tapi piano kurasa bagus," ucapnya memberi kode.

"Ani, a-aku tidak bisa."

"Berhentilah merendahkan dirimu."

"Aku tidak bisa Mina! Carilah orang lain yang lebih hebat," Jeongyeon sedikit meninggikan suara.

"Aku maunya kamu."

"Ya! Sejak kapan kau suka memaksa?"

"Sejak kau mulai membenci dan menghilangkan perasaanmu pada apa yang kau cintai!" Mina meninggikan suaranya. Ia begitu kesal pada Jeongyeon yang sekarang.

"Ya sudah terserah kau saja, aku tidak mau," pertama kalinya Jeongyeon menolak seseorang setelah sekian lama.

Jeongyeon kembali memasuki universitasnya dan meninggalkan Mina yang berdecak kesal padanya.

Waktu kembali berlalu, Mina tak menyerah atas kemauannya. Ia meminta bantuan Dahyun dan Tzuyu untuk membujuk Jeongyeon, tapi itu sia-sia. Belum selesai berbicara mereka telah ditolak.

Kesabaran Mina mulai menipis. Pikiran-pikiran jahatnya mulai muncul. Mina mengajak Dahyun dan Tzuyu bersekongkol untuk meneror Jeongyeon agar menyetujui ajakannya.

"Bagaimana?" Tanya Mina.

"Call, jika itu memang bisa membuat Jeongyeon Hyung kembali seperti semula," ucap Tzuyu yang diangguki Dahyun.

Dilain tempat, Jeongyeon yang masih dirumah merasakan keanehan. "Aigo kenapa aku merinding?" ucapnya menggosok hidungnya yang gatal setelah bersin.

Jeongyeon yang kebetulan berangkat siang pun kini telah sampai di kampusnya. "Aishh apa-apaan ini?" berlembar-lembar kertas keluar berserakan ketika jeongyeon membuka lokernya.

'jadilah pengiringku!'

Sebuah pesan tertulis di setiap lembar kertas itu.

"Aigo, mereka membuang-buang kertas namanya. Aishh benar-benar," batinnya kesal melihat kejadian.

Ia memungut kertas-kertas itu dan membuangnya di tong sampah. Seketika tubuhnya merinding kembali dengan telinga yang memanas.

Dilain tempat diwaktu yang sama ketiga mahasiswa yang sedang bersekongkol itu mengintip dari balik dinding sambil berkomat-kamit mengucapkan kata yang sama "jadilah pengiring, jadilah pengiring," ucap mereka bersama.

Setiap siswa dan siswi yang melewati mereka ber-3 tentu menatap aneh dan segera menjauh. Takut jika saja mereka ikut terkena guna-guna.

Ketika Jeongyeon memasuki kelasnya, kelas begitu sepi dengan papan tulis bertuliskan kalimat yang sama dan tentunya dengan kertas-kertas partitur yang di-fotocopy tertempel di dinding tanpa sela sedikitpun.

The Story Of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang