SISI
Pendar cahaya sore mengintip manja dari celah jendela kamarku yang terbuka. Sudah sejak tadi aku menduduki kursi bundar di depan meja rias. Aku menatap bayanganku lagi di cermin. Gadis di dalam cermin itu tampak sedikit berbeda. Kini ia tampak santai dengan atasan lengan pendek berwarna putih dengan renda cantik di tepinya, serta rok pendek satin putih diatas lutut.
Aku tersenyum menatap bayanganku. Keputusanku untuk mandi tadi sepertinya cukup bijak. Aku tampak lebih segar dari sebelumnya. Aku mengambil sisir bergigi rapat dan mulai merapikan rambutku yang memang sebetulnya tak pernah berantakan. Aku menggapai sebuah botol parfum berwarna merah muda dan menyemprotkannya ke leher dan lenganku. Aroma manis yang kini sangat familiar itu menguar dan menjalari tubuhku.
Aku menoleh keluar jendela. Melihat matahari yang sudah sedikit turun menandakan sore sudah tiba. Aku teringat Galeo dan Ulysia yang memintaku menemui mereka di balkon belakang untuk minum teh. Aku segera bangkit, memakai sendal kamar berbulu lembut dan melangkah keluar dari kamarku.
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku melihat pintu kaca besar di sudut lorong sebelah kananku. Aku rasa itulah balkon yang dimaksud. Aku melangkah mendekati pintu kaca itu. Aku melihat Ulysia yang menyandarkan kepalanya di bahu Galeo yang bersandar santai di sofa balkon itu. Sebuah teko, beberapa cangkir cantik dan beberapa piring kecil biskuit dan kue terhidang di meja bundar di depan mereka.
Aku menyentuh pegangan pintu kaca yang terbuat dari kuningan itu. Lagi-lagi pintu itu terbuka tanpa aku harus mendorongnya. Galeo dan Ulysia mendengarku, mereka menoleh kepadaku yang sedang melangkah menuju sofa.
Aku memandang jauh ke depan balkon. Garis horizon langit tampak begitu indah dari sini. Seperti melihat matahari tenggelam di bumi. Aku sampai membelalakkan mataku. Perpaduan cahaya jingga, garis horizon yang cantik serta dedaunan yang bergerak lembut tertiup angin sungguh menyita perhatian.
"Kamu suka pemandangannya, Sisi?", suara Galeo membuyarkan lamunanku. Aku menoleh.
"Suka. Sangat suka. Bagus banget.", jawabku singkat.
Ulysia tersenyum, menggeser duduknya, menyisakan tempat untukku duduk diantara mereka. Aku pun melangkah ke sofa dan menghenyakkan tubuhku di sofa, diantara mereka berdua. Ulysia menuangkan teh untukku, aku menyendok madu dan mengaduknya sebelum akhirnya menyesap teh itu. Aku memang menyukai teh.
"Kamu siap?", tanya Ulysia padaku.
Sesaat aku bingung dengan apa yang dikatakannya. Kemudian aku teringat, mereka punya banyak hal untuk dijelaskan padaku, sebelum aku masuk sekolah besok. Aku mengangguk cepat.
"Pertama, mungkin kamu bingung dengan penampilan kami?", tanya Galeo.
"Iya. Kalian seperti seusia denganku. Seperti kakak untukku.", jawabku polos.
"Itu yang pertama, Sisi. Peri hanya tumbuh hingga usia 25 tahun. Setelah itu semua akan bertahan seperti itu.", jelas Galeo.
"Sampai kapan?", tanyaku.
"Kedua, Sisi. Kita adalah makhluk immortal. Kita tidak mati Sisi. Kecuali kita dihukum oleh Kerajaan Nightingale.", jawab Galeo tenang. Aku tak bisa lebih kaget lagi mendengarnya.
"Ketiga, semua yang aku lakukan dengan tanganku, semua peri bisa melakukannya. Begitu juga dengan kamu. Kamu hanya perlu mempelajarinya. Di nightingale academy.", lanjut Galeo.
"Keempat, sayapmu. Sayap akan tampak atau menghilang sesuai kebutuhan. Tapi sepertinya sayapmu jauh lebih mudah dikendalikan. Atau mungkin tanpa sadar kamu memiliki kelebihan untuk melakukannya.", tambah Galeo, ia memberi senyum bangga padaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
nightingale
Fantasyselama ini sisi menjalani hidupnya sebagai manusia biasa. ia menyelesaikan SMA nya sebagai seorang gadis biasa. hingga pada usia 18 tahun, kedua orang tuanya mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut. sisi adalah seorang peri! gawatnya lagi, sisi...