SISI
"'Si. Sisi.", aku mendengar sebuah suara memanggil namaku.
Aku membuka mataku perlahan sambil menggeliat. Meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa kaku. Entah kenapa, aku merasa sangat lelah. Aku memicingkan mataku yang belum terbiasa dengan cahaya. Berusaha menatap seseorang yang kini duduk di sisi ranjangku.
Lisa.
Aku mendesah lega. Kembali menghempaskan kepalaku ke ranjang empuk, memejamkan mataku lagi.
"Hei! Lo ngga makan malem?", tanya Lisa padaku.
"Loh, ini udah jam makan malem?", aku langsung membuka mata dan duduk diatas ranjangku karena terkejut.
Aku melihat ke jendela kamar yang menunjukkan langit gelapnya. Eh, jendela itu terbuka? rasa kagetku tak berhenti sampai di situ. Mataku terpaku pada sebuah baki dengan sebuah piring dan gelas tinggi diatasnya.
"Woi! Kok bengong?", tanya Lisa padaku.
"Lo baik banget sih, bawain gue makanan!", kataku bersemangat sambil memeluk Lisa.
"Eh, eh. Bukan. Bukan gue! Gue baru mau tanya, siapa yang bawain lo makanan?", tanya Lisa sambil melepaskan pelukanku dan menatapku bingung. Aku hanya mengangkat bahuku.
"Lo dari mana aja? Bikin gue khawatir. Gue sama Jess nyariin lo di ruang makan. Tapi lo ngga muncul. Ternyata lo di kamar. Lo ngapain aja sih?", tanya Lisa sambil melepas jubahnya, beranjak dari ranjangku.
Aku kembali mengingat-ingat. Aku membantu Digo di ruang penyimpanan, lalu ada rasa hangat menjalar ketika aku teringat saat Digo mendekapku dari belakang dan membawaku terbang menggapai rak tertinggi di ruang penyimpanan. Aku buru-buru menepis memori itu. Hmm, sampai dimana ya tadi? Oh, ya! Perpustakaan! Balkon, aku melihat pelangi, Digo menjelaskan tentang fairy, lalu.. Lalu.. Aku tak ingat apa-apa lagi. Aku menepuk dahiku. Aku tertidur!
"Lo kenapa?", tanya Lisa menatapku bingung. Aku hanya melempar senyum mautku padanya, ia terkekeh.
"Lo seharian sama Digo ya?", tanyanya tiba-tiba.
Aku membelalakkan mataku, berusaha mencari jawaban yang tepat.
"Pipi lo merah tuh! Hahaha.", goda Lisa.
Aku tak menjawab apa-apa. Aku memutar bola padaku pada Lisa. Ia membalas dengan tawa ringan sambil merebahkan tubuh di ranjangnya. Aku teringat jendela yang terbuka di samping meja belajarku. Aku bangkit dan menutupnya. Aku melihat sesuatu terselip di sisi penyangga jendela, aku mengambilnya dan memperhatikannya.
Sebuah bulu halus seperti bulu burung berwarna gradasi abu-abu hitam. Aku tertegun. Digo? Aku hampir tak percaya. Apa benar yang kupikirkan? Digo membawaku yang tertidur dari balkon perpustakaan ke kamarku melalui jendela. Dia menggendongku? Darahku berdesir membayangkannya. Andai saja aku dalam keadaan terjaga pasti detak jantungku akan tak beraturan.
Aku tersenyum menatap langit yang gelap sambil menutup jendela. Menatap baki yang terletak di mejaku dan membuka penutupnya. Aku melihat sepotong steak salmon, sesendok mashed potato, dan sayuran rebus dalam satu piring besar. Aku melihat mangkuk kecil berisi puding karamel dan satu gelas tinggi air mineral. Aku tersenyum melihat tulisan pada selembar kertas yang diletakkan di bawah sendok dan garpu. 'Terima kasih', tulisnya.
Aku mengenali tulisan itu. Itu tulisan Digo. Tadi pagi aku melihat tulisan seperti itu saat aku mengucapkan terimakasih karena ia membelaku di ruang makan kemarin malam. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang hangat dan nyaman mengaliri setiap pembuluh darahku. Sesaat aku merasa dadaku sesak tetapi sesak yang menyenangkan. Aku menghirup napas dalam-dalam dan tersenyum merasakan sensasi yang aku tak mengerti.

KAMU SEDANG MEMBACA
nightingale
Fantasyselama ini sisi menjalani hidupnya sebagai manusia biasa. ia menyelesaikan SMA nya sebagai seorang gadis biasa. hingga pada usia 18 tahun, kedua orang tuanya mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut. sisi adalah seorang peri! gawatnya lagi, sisi...