rules

3.7K 360 20
                                    

SISI

"Ulysia, Galeo!", teriakku melihat kedua orangtuaku.

Aku melepas tangan Digo dan menghampiri mereka yang sedang duduk di mengelilingi sebuah meja bundar di ruangan Elea. Ulysia bangkit dari kursinya dan memelukku. Aku sempat melihat airmata mengalir di pipinya. Aku bingung dan terkejut.

"Ada apa?", tanyaku pada Galeo sambil masih memeluk Ulysia.

Galeo tak menjawab, hanya menatapku sedih. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling meja ketika aku merasakan ada beberapa orang lain juga duduk mengelilingi meja. Aku melihat Gothio dan Diva duduk bersebelahan. Juga sepasang orangtua lainnya duduk di sisi lain meja. Melihat wajahnya saja aku mengenalinya sebagai orangtua Hiro.

Aku melihat Digo berjalan gontai menghampiri Gothio dan Diva. Ia berdiri di belakang orangtuanya yang sedang duduk. Digo meletakkan tangannya di bahu Gothio dan Diva. Aku melihat Diva mengusap lembut tangan Digo di bahunya, tampak berusaha saling menenangkan.

Tak lama pintu ruangan Elea membuka kembali, kami semua menoleh dan melihat Hiro di ambang pintu. Ia berlari menuju orangtuanya dan disambut pelukan erat dari ayah dan ibunya. Aku sedikit tak percaya melihat Hiro yang biasanya nakal dan suka membuat masalah justru tampak amat manis di depan kedua orangtuanya.

"Baik. Aku akan mulai.", kata Elea mempersilahkan aku, Digo, dan Hiro duduk di antara orang tua kami.

"Sebelumnya aku ingin menyampaikan permintaan maaf karena harus mengumpulkan kalian semua disini.", kata Elea.

"Aku menerima ini dua hari yang lalu.", lanjut Elea.

Tangannya melambai di udara dan sebuah gulungan kertas berwarna keemasan membuka di tengah meja. Elea menggerakkan tangannya membuat kertas itu bergerak memutar perlahan menunjukkan isinya kepada kami semua sambil membacakan isinya.

"Kerajaan Langit memanggil kalian semua termasuk aku. Didasari dua hal. Yang pertama laporan Toro mengenai Digo yang melukai Hiro pada jam pelajaran Rugos. Yang kedua mengenai hubungan kalian, Digo dan Sisi yang menyalahi aturan Raja Langit.", jelas Elea.

Hatiku mencelos. Mungkin ini yang dimaksud Lisa beberapa hari yang lalu. Ini yang memgganggu pikirannya. Aku menatap jari-jariku yang kuletakkan di pangkuanku. Ulysia dan Galeo mengusap punggungku berusaha menenangkanku. Aku melempar pandangan pada Digo yang masih berusaha tersenyum padaku. Lalu aku melihat Hiro yang menunjukkan senyum penuh kemenangan padaku.

"Lebih cepat, lebih baik.", kata Toro.

"Besok pagi Toro. Kita semua kesana beserta beberapa saksi. Dan aku akan bersikap netral. Semua bukti akan kutunjukkan tak peduli hal itu akan memberatkan atau meringankan pihak manapun.", jelas Elea.

"Aku akan memberikan kalian waktu pribadi.", tambah Elea, lalu meninggalkan kami semua di ruangannya.

Elea meninggalkan kami disusul suara pintu yang menutup berdebam. Aku merasakan air mata menggenang di pelupuk mataku. Galeo bangkit dari sisiku dan berjalan menghampiri Digo.

"Apa yang kamu lakukan pada anakku?!", aku mendengar suara Galeo lirih.

Aku menoleh dan mendapati Galeo merenggut kerah jaket Digo. Aku melihat Gothio dan Diva juga berdiri tak terima melihat pemandangan itu. Aku tersentak lantas menghampiri Digo dan Ulysia juga mendekati Galeo.

"Galeo, jangan. Aku mohon.", kataku menggenggam tangan ayahku yang masih mencengkeram kerah jaket Digo.

"Galeo, sudahlah. Ini takkan menyelesaikan masalah.", kata Ulysia lemah.

Aku melihat Gothio menjentikkan jarinya, seketika itu juga Galeo tersentak melepaskan kerah Digo.

"Galeo. Tak perlu seperti itu. Apa kamu pikir kami akan membiarkan ini terjadi?", kata Gothio. Sementara Diva merangkul lengan Gothio yang sudah tersulut emosinya.

"Aku mohon. Kalian tidak perlu seperti ini.", kataku kepada mereka semua.

Airmataku mengalir, Digo menatapku nanar. Sesuatu dalam hatiku berkata ini adalah akhir bagiku dan Digo. Aku merasakan nyeri dalam hatiku. Sakit sekali hingga aku sulit bernapas.

"Kalian tidak perlu ribut. Aku dan Sisi takkan pernah terpisah.", aku mendengar suara Digo lantang disambut tatapan terkejut dari orangtua kami.

"Beraninya kamu!", kata Galeo mengangkat tangannya ke arah Digo.

Aku tak tahu kenapa, tetapi sesuatu menggerakkanku berdiri di depan Digo, menghalangi Galeo. Begitu juga Digo yang kini membelakangiku menghadapi Gothio dan Diva. Punggung kami bersentuhan, tangan Digo menggenggam tangan kiriku. Genggamannya memeberi sejumput keberanian pada diriku.

'Digo, aku akan berjuang untuk cinta kita. Aku ngga akan kemana-mana', pikirku. Digo tersentak kaget, aku merasakan dia menoleh di belakangku. 'Aku juga 'Si, aku ngga akan nyerah', kali ini aku yang tersentak mendengar suara Digo di kepalaku. Lalu aku melihat Hikaru, ibu Hiro bangkit dari kursinya. Matanya membelalak ke arah aku dan Digo, tangannya membekap mulunya. Ia tampak terkejut.

"Hi.. Hiro..", suara Hikaru terbata-bata.

Kami semua menoleh bingung melihat Hikaru, Hiro dan Toro juga tampak tak mengerti. Toro merangkul Hikaru dan mereka melangkah keluar dari ruangan Elea. Hiro berjalan di belakang mereka. Aku kembali menatap Galeo dan Ulysia. Aku melihat mereka tampak pasrah.

"Hikaru melihat Digo dan Sisi seperti Diaz dan Kyoko.", kata Diva pada Gothio.

Aku memutar tubuhku menatap bingung kepada Diva dan Gothio yang saling berangkulan. Digo tampak tak kalah bingung.

"Ada apa sih ini?", tanya Digo tak sabar.

"Kalian bisa bicara tanpa 'bicara'.", kata Diva lirih.

"Maksudnya apa?", aku menoleh pada Galeo dan melihat Ulysia juga membekap mulutnya menahan tangis.

"Kamu berbicara pada Digo dalam hati, Digo merespon dan kamu bisa mendengarnya hanya dengan menautkan jari-jari tangan kalian. Apa kalian sadar itu?", tanya Diva pada aku dan Digo.

Aku dan Digo bertukar pandang mengerti sekaligus terkejut. Aku merasakan tangan Ulysia di bahuku.

"Kyoko, vampir kakak Hiro itu selayaknya vampir mampu membaca pikiran Diaz. Sementara Diaz mewarisi bakatku ia membaca pikiran Kyoko. Saat kami bertemu Diaz dan Kyoko pada hari kunjungan, aku melihat Diaz dan Kyoko tertawa pada saat bersamaan dari kejauhan. Saat itu aku tahu ada sesuatu yang spesial antara mereka. Aku yakin Hikaru juga tahu soal itu. Kami semua tak keberatan akan hubungan mereka, sampai saat Diaz...", Diva menghentikan penjelasannya. Tangisnya pecah, Gothio merangkul dan menenangkannya.

Aku menatap kosong wajah Diva yang tersedu. Hikaru melihat persamaan antara aku dan Digo dengan Kyoko dan Diaz. Hatiku semakin mencelos. 'Aku ngga akan pernah ngelukain kamu.', aku mendengar suara Digo di kepalaku. Aku menggenggam tangannya erat, 'aku percaya Digo. Aku ngga akan pergi dari kamu.', kataku dalam hati. Digo membalas genggaman tanganku, ia menggenggam tanganku lebih erat.

Aku melihat tangis Diva semakin keras di pelukan Gothio, begitu juga Ulysia yang tersedu dalam pelukan Galeo. Mereka menatap kami pasrah. Aku dan Digo sudah bertekad. Kami akan berjuang untuk cinta kami, meskipun di hadapan raja langit sekalipun.

------------------------------------------------------

nightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang