DIGO
Aku melihat semburat jingga di ujung garis horison. Pagi hampir tiba. Aku masih bersandar di sisi jendela kamarku. Tanganku memegang secangkir espresso yang dibawakan oleh seorang peri makan di saat terakhirku memutuskan untuk tidak tidur. Aku melihat Theo menggeliat perlahan di ranjangnya. Masih terlalu pagi untuk memulai kegiatan di nightingale academy. Tetapi tidak untukku.
Aku harus menghadapi hari ini. Hari ini aku harus menghadap Kerajaan Langit. Mempertaruhkan hubunganku dengan Sisi. Bayangan Sisi menari-nari di benakku. Senyumnya. Tawanya. Aromanya. Aku takkan membiarkan diriku hidup beribu-ribu tahun lagi tanpanya. Sebagian diriku ada padanya.
Aku meletakkan cangkirku di meja, lalu mendudukkan diriku di sisi ranjangku. Aku menggapai sepatu bot hitamku dan mengenakannya. Lalu aku menyambar jaket kulitku sebelum aku menghilang dibalik pintu, meninggalkan Theo yang masih terlelap. Aku melangkahkan kakiku menyeberangi lobby. Mengedarkan pandanganku sekilas, menatap setiap sudut ruangan itu. Sesuatu dalam diriku merasa bahwa aku akan merindukan tempat ini, sebelum akhirnya aku melangkah keluar dari asrama dan menutup pintu.
Aku berjalan cepat menuju asrama perempuan. Aku bersandar di sisi pintu kayu besar yang masih tertutup. Wajah Sisi adalah hal pertama yang ingin kulihat. Ia selalu berhasil membuatku tenang dan nyaman. Tak berapa lama aku mendengar suara pintu terbuka. Sisi keluar dari dalam, ia menatapku. Aku melihat Jess berjalan di belakangnya.
"Hei.", aku menyapanya. Mengulurkan tanganku padanya. Ia menyambut tanganku dan menggenggamnya lembut.
"Hei. Selamat pagi.", jawabnya sambil tersenyum.
Aku melihat lingkaran hitam di bawah matanya. Sisi tampak lelah. Ia juga pasti tak bisa tidur. Aku menatapnya sedih.
"Kamu ngga tidur ya?", tanyaku padanya.
"Kamu juga 'kan Digo? Kamu bau kopi.", katanya sambil tersenyum.
Jess berdiri di sebelah Sisi. Aku melempar pandangan bingung pada Jess dan Sisi.
"Jess ikut kita. Sebagai saksi.", kata Sisi menjelaskan. Aku hanya mengangguk pelan.
"Yuk?!", ajakku, lalu menarik tangannya melangkah menuju ruangan Elea.
Jess berjalan di belakang kami. Aku menghela napas panjang. Membayangkan hari tersulit yang akan aku hadapi bersama Sisi. Aku berusaha menghalau ketakutanku yang berlebihan akan kemungkinan aku kehilangan Sisi.
------------------------------------------------------
Aku menatap pintu ruangan Elea dengan lesu, tangan kami masih bergandengan. Aku menoleh pada Sisi. Ia menatapku sambil tersenyum seolah mengatakan padaku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Seperti yang kukatakan padanya di ruang makan. 'Everything's gonna be alright', kataku dalam hati. Sisi membalas tatapanku 'Everything's gonna be alright', aku mendengar suaranya lembut di kepalaku. Lalu pintu kayu itu mengayun membuka perlahan aku melihat Elea, Rugos, dan orang tua kami serta Hiro dan orangtuanya berdiri di balik pintu.
"Sudah siap?", tanya Elea sambil melempar pandangan pada kami dan tangan kami yang saling bertautan.
Aku dan Sisi mengangguk mantap. Aku melihat mata Diva bengkak, ia tersedu di pelukan Gothio. Begitu juga dengan Ulysia yang menahan tangisnya dan berusaha tampak tegar di hadapan Sisi. Aku dan Sisi bergeser memberikan jalan untuk Elea dan orangtua kami semua untuk melangkah lebihh dulu. Aku dan Sisi berjalan paling belakang, tangan kami mengenggam semakin erat.
Kami berhenti berjalan di depan pintu gerbang nightingale academy yang menutup di belakang kami. Elea melempar gulungan emas yang merupakan surat sidang dari Kerajaan Langit ke udara. Ia mengangkat kedua tangannya dan gulungan itu berpendar terang di atas kami. Tak lama kemudian sebuah lingkaran emas bergerak membesar di hadapan kami membentuk sebuah gerbang keemasan yang berpendar. Aku dan Sisi bertukar pandang bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
nightingale
Fantasíaselama ini sisi menjalani hidupnya sebagai manusia biasa. ia menyelesaikan SMA nya sebagai seorang gadis biasa. hingga pada usia 18 tahun, kedua orang tuanya mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut. sisi adalah seorang peri! gawatnya lagi, sisi...