go public

4.2K 365 6
                                    

SISI

Hari yang cerah itu datang lagi. Aku melangkahkan kakiku keluar dari asrama dengan riang. Aku melihat punggung seseorang yang kukenal. Aku berjalan mengendap-endap di belakangnya. Kemudian aku memeluknya tiba-tiba. Kulingkarkan kedua lenganku di pinggangnya dan kusandarkan kepalaku di punggungnya.

Aku merasakan ia tersentak kaget. Namun tak lama kemudian ia memutar tubuhnya, memelukku. Mengecup puncak kepalaku, dan menyandarkan dagunya di kepalaku. Gerakan itu kini amat kukenali. Ia hampir selalu melakukannya jika aku memeluknya dari belakang secara tiba-tiba.

"Hei.", sapa Digo dengan suaranya yang lembut.

Ia masih menyandarkan dagunya di kepalaku. Kedua lengannya memelukku erat. Memberiku rasa aman yang tak bisa kujelaskan. Salah satu tangannya bergerak perlahan mengusap-usap punggungku penuh kasih. Ia selalu membuatku merasa nyaman.

"Hei.", balasku masih dalam pelukannya.

"Duh. Aduh. Dunia milik berdua. Gue ngontrak deh.", aku mendengar suara Lisa menggodaku yang kemudian diikuti tawa renyah Tasya.

Aku melepas satu tanganku, masih bersandar manja pada Digo. Aku menoleh ke belakang mendapati Lisa, Tasya, dan Jess keluar dari asrama bersamaan. Aku melempar senyum pada mereka. Kecuali Digo. Tampaknya masih sulit baginya memaafkan Jess. Ia hanya tersenyum singkat.

"Lo udah sehat, Digo?", tanya Jess berusaha mencairkan suasana.

"Udah. Makasih.", jawab Digo singkat, tanpa menatap Jess.

"Kita duluan ya. Yuk!", kata Lisa mencairkan suasana, sambil tersenyum padaku lalu menggandeng Jess dan Tasya menuju ke ruang makan.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum pada mereka bertiga. Digo hanya bergeming. Masih merangkulku dan dagunya masih bersandar manja di puncak kepalaku. Aku menengadahkan kepalaku, menatap Digo.

"Kamu ngga apa-apa?", tanyaku.

"Ngga.", kata Digo lembut, tanpa menoleh ke arahku. Ia masih melihat punggung Jess, Lisa dan Tasya yang bergerak menjauh.

"Jess udah minta maaf kok.", kataku berusaha menjelaskan.

"Aku tau. Yuk!", kata Digo singkat sambil mengajakku berjalan ke ruang makan.

Digo melepaskan tangan kanannya dari pinggangku. Sebagai gantinya ia menautkan jari-jarinya dengan jari-jari tangan kiriku. Ia menggenggamku erat. Kamu berjalan menuju pintu ruang makan yang terbuka lebar. Terdengar suara dengung dari aktifitas dan obrolan di ruang makan. Sesekali denting sendok atau garpu yang bersentuhan dengan piring makan juga menggelitik telinga.

Kami tiba di ambang pintu, menghentikan langkah kami sejenak dan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang makan. Aku merasakan Digo menggenggam tanganku semakin erat. Ia menoleh padaku.

"Siap?", tanyanya padaku.

Aku menganggukkan kepalaku. Ia menarik tanganku dan mencium punggung tanganku, aku mendekatkan kepalaku dan melakukannya juga secara bersamaan. Lalu kami melempar senyum sejenak. Kemudian ia menarik tanganku masuk ke ruang makan. Tangannya masih menggenggam erat tanganku. Aku merasakan berpasang-pasang mata menatap kami dengan bermacam-macam ekspresi. Aku menoleh pada Digo, melihat ekspresi wajahnya yang dibuat sesantai mungkin.

Digo menghentikan langkahku di satu sisi meja yang tak terlalu ramai, tetapi aku melihat Hiro dan beberapa temannya tak jauh dari sana. Ia mengangkat alisnya ke arahku, meminta persetujuan. Aku mengangguk pelan. Kami berdua duduk dan mulai memenuhi piring kami tanpa suara. Sesekali Digo menyendokkan sayur rebus untukku. Aku rasa Digo berusaha agar semua orang yang melihat kami tahu bahwa ia memperhatikanku lebih dari sekadar teman. Ia ingin mereka tahu bahwa kami punya hubungan spesial.

nightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang