DIGO
Aku memicingkan mataku, membukanya perlahan. Semua tampak samar dan berbayang. Aku merasakan seseorang menggenggam tanganku erat. Aku mendengar sayup-sayup isak tangis dari sisiku. Aku mengedipkan mataku, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Mengedarkan pandanganku.
Ruangan serba putih menyambut penglihatanku. Sepertinya aku di rumah sakit. Aku melihat seseorang menangis menggenggam tanganku. Aku melihat wajahnya yang cantik basah oleh air mata. Mata cokelat itu menatapku penuh harap. Ada rasa hangat yang kemarin sempat hilang kini menelusupi hatiku. Sisi. Kamu menangis untuk aku?, tanyaku dalam hati.
"Digo?", aku mendengar suara Sisi bergetar disela tangisnya.
Ia menggenggam tanganku dan meletakkannya di pipinya yang basah. Aku melepaskan pegangan tangannya dan kuletakkan telapak tanganku di wajahnya. Aku merasakan kulitnya yang lembut basah oleh air matanya. Aku mengusap pipi chubby nya, ia memejamkan matanya. Aku menatapnya lekat, wajah yang kurindukan itu kini menatapku lagi, seperti sebuah mimpi.
"Kenapa nangis?", tanyaku pelan sambil menyeka air matanya. Sisi mengerucutkan bibirnya, dan aku melihat ia justru menangis semakin keras.
"Loh? Kok tambah nangis?", tanyaku lagi sambil menyentuh dagunya lembut.
"Maafin aku, Digo.", kata Sisi di sela tangisnya yang mulai mereda. Aku merasakan tangannya menyentuh kepalaku, mengusap rambutku lembut. Ia menatapku sendu.
"Aku yang minta maaf sama kamu.", balasku sambil menatap mata cokelatnya dalam-dalam.
Aku bangkit duduk, Sisi membantuku meletakkan bantal di punggungku. Ada rasa nyeri yang kurasakan namun terabaikan karena saat ini melihat Sisi jauh lebih penting bagiku.
"Aku udah jahat sama kamu. Seharusnya aku ada di samping kamu.", katanya lagi penuh penyesalan.
"Ngga 'Si. Kamu benar. Buktinya aku bisa nunjukin kalo aku bisa mengendalikan diri aku.", jawabku bangga.
"Iya. Tapi kamu jadi terluka gini. Apa masih kurang hukuman Elea buat kamu?!", tanyanya padaku.
"Kalo ini bisa buat orangtua Hiro puas, aku ngga apa-apa. Yang paling penting sekarang aku bisa sama kamu lagi.", kataku jujur. Ia menatapku sedih.
"Maafin aku Digo. Aku kangen banget sama kamu.", kata Sisi sambil mengusap tanganku yang masih memegang pipinya.
"Aku juga minta maaf 'Si. Aku juga kangen banget sama kamu. Aku ngga mau kamu diemin aku lagi. Kamu tau ngga, aku rasanya kayak kehilangan arah ngga ada kamu.", kataku tulus sambil menatapnya penuh rindu.
"Aku juga Digo. Maaf ya aku nyuekin kamu.", kata Sisi sambil menahan senyumnya.
"Aku sayang sama kamu 'Si.", kataku padanya.
"Aku sayang kamu, Digo.", aku mendengar suaranya yang amat kurindukan.
Ia menghambur ke arahku. Memelukku erat, menyandarkan kepalanya di dadaku yang berdegup kencang. Tangannya melingkar di pinggangku. Aku membalas pelukannya, mengecup puncak kepalanya. Aku menghirup dalam-dalam aroma yang selama ini menjadi candu bagiku, aroma manis yang kuridukan menguar dari tubuhnya. Ah, Sisi. Benarkah ini kamu dalam pelukanku, pikirku.
------------------------------------------------------
Sisi menggandeng tanganku berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Dokter mengijinkanku kembali ke asrama dengan daftar panjang hal-hal yang tidak boleh kulakukan. Aku melirik wajah Sisi yang sedang sibuk membaca kertas pantangan dari dokter. Matanya menatap kertas itu penuh semangat dan bibir mungilnya sibuk berkomat-kamit menghafalkan setiap poin yang ditulis dokter. Aku terkekeh tanpa suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
nightingale
Fantasyselama ini sisi menjalani hidupnya sebagai manusia biasa. ia menyelesaikan SMA nya sebagai seorang gadis biasa. hingga pada usia 18 tahun, kedua orang tuanya mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut. sisi adalah seorang peri! gawatnya lagi, sisi...