falling fast

6.3K 446 7
                                    

DIGO

Aku menjejakkan kakiku perlahan di balkon perpustakaan itu lagi. Aku melihat kursi malas tempat aku dan Sisi duduk menghabiskan waktu bersama kemarin. Aku kembali merasakan kehangatan yang kurasakan jika aku bersama Sisi, menghirup aroma manisnya dan menatap wajahnya yang jelita.

Aku menepis lamunanku, berjalan menuju pintu kaca besar yang mengarah ke dalam perpustakaan. Tentu saja perpustakaan tampak kosong, hanya ada Marcus yang kini sibuk melabeli buku-buku besar yang terbagi di kiri dan kanan mejanya. Semua orang pasti berada di ruang makan. Aku berada di sana tadi, menemui Gothio dan Diva.

Aku membalikkan tubuhku menghadap garis horison di sisi pembatas balkon. Pikiranku melayang kembali ke ruang makan, saat aku melihat Sisi gadis peri yang jelita itu melangkah ceria memasuki ruang makan. Berlari kecil menghampiri Galeo dan Ulysia yang menunggunya penuh damba, ia melayang sekian senti di atas lantai batu.

Sayap putihnya mengepak lembut di udara, tubuh mungilnya melayang dengan indah di udara, hingga ia kembali menjejakkan kakinya di lantai batu itu. Aku merasakan mulutku terbuka dan aku hampir saja lupa berkedip kalau saja Gothio tidak berdeham keras-keras membawaku kembali ke dunia nyata.

"KREKK!", aku mendengar suara pintu kaca besar di belakangku membuka perlahan.

Aku menoleh dan mendapati Sisi berdiri di sana, menatapku. Sepersekian detik aku tidak mempercayai apa yang kulihat. Tetapi Sisi melangkah ke arahku. Seperti biasa wajahnya yang selalu tampak tersenyum itu berhasil membuatku merasakan sesuatu yang tak bisa aku jelaskan, jauh di dalam hatiku.

Ia berhenti di hadapanku, di jarak yang amat sangat dekat. Ia sedikit menengadahkan kepalanya ke atas, menatap mataku dengan mata cokelatnya yang belakangan ini selalu kurindukan. Ia menatap mataku begitu dalam, aku tak tahu apa yang dicarinya di dalam mataku. Ia mengangkat tangannya ke depan dada, menunjukkan sesuatu yang digenggamnya kepadaku.

"Ini Lo kan, Digo?", tanyanya padaku sambil menunjukkan sesuatu yang ada di tangannya.

Aku tertegun. Sehelai bulu dari sayapku ada di genggamannya. Aku memarahi diriku dalam hati. Bodoh, Digo! Meninggalkan barang bukti. Huh! Aku berpikir keras dan memutuskan berpura-pura bingung.

"Eh, lo dapet dari mana itu? Bukan gue deh kayaknya. Demon lain itu, mungkin Yoda, atau Sefta atau Alana, atau Zefan dari kelas sebelah, atau gengnya Quin? Atau...", aku sudah menyebutkan semua demon di kelasku dan di kelas lain. Agak sulit memang karena kami cuma sedikit.

"Atau, lo Digo?", tanyanya lagi. Aku akhirnya cuma terdiam.

"Bulu gradasi abu-abu kehitaman. Cuma lo yang punya kan?!", katanya lagi sambil melirik sayapku yang perlahan menghilang.

"Hmm.", aku hanya bergumam. Aku merasa seperti maling tertangkap basah.

"Lo tadi ada di ruang makan kan? Kenapa lo ngga nyamperin gue? Orangtua lo ngobrol sama Galeo dan Ulysia juga kok tadi. Tapi lo ngga tau kemana.", jelasnya panjang lebar. Aku menghela napas lega. Rupanya di depan ruang makan dia menemukannya.

"Oh, itu. Iya. Gue tadi buru-buru.", jawabku asal.

"Kemaren lo kemana?", tanyanya lagi.

Aduh, dia menanyakan kejadian kemarin setelah ketiduran disini itu pasti. Aku kembali berpikir keras. Cerita apa yang harus kubuat.

"Oh ya, makasih ya makan malemnya kemaren. Gue ngga nyangka lo punya temen peri makan.", katanya, kali ini dengan senyuman.

Aku membalas senyumnya. Eh? Aku tersenyum? Aduh, sesuatu pasti udah terjadi di otakku. Aku jadi aneh begini. Aku melihat Sisi memandangku terpana saat aku tersenyum, walau hanya sesaat.

nightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang