DIGO
Aku melangkahkan kakiku dengan cepat menyusuri lorong. Jam pelajaran Hukum Langit akan segera di mulai. Aku tidak mau terlambat dan kembali disebut-sebut sebagai pembuat onar atau pencari masalah. Eh, sejak kapan aku peduli dengan pendapat orang?! Aku mengomeli diriku sendiri.
Aku hampir sampai di depan pintu kelasku. Aku melihat Silva, guruku, berjalan cepat dari arah berlawanan. Aku mempercepat langkahku hingga sedikit berlari. Setelah pintu menutup di belakangnya, tak ada lagi yang boleh masuk ke dalam kelas. Aku lebih cepat dua langkah darinya. Tepat tiga langkah setelah aku masuk dalam kelas, aku mendengar pintu berdebam keras. Silva meletakkan bukunya di meja, seraya melepas jubahnya.
Aku berjalan menuju kursiku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Baiklah. Aku mencarinya, si gadis peri, Sisi. Ah, itu dia! Pikirku saat kulihat wajah manis yang hampir selalu tampak tersenyum itu duduk di kursinya kemarin, tepat di sebelahku. Aku memasang wajah datarku dan duduk di sebelahnya.
Ia menoleh padaku dan meletakkan sebuah gulungan kertas kecil di atas mejaku. Aku menatap kertas itu bingung, lalu aku menoleh padanya. Ia hanya mengedikkan dagunya ke arah gulungan kertas itu. Aku membuka gulungan itu perlahan, membaca tulisannya. 'Terima kasih', aku membaca dua kata disana, tulisannya rapi dan indah.
Aku tersenyum dalam hati. Aku mengambil pensilku dan menuliskan sesuatu di sana. Lalu melempar gulungan kertas itu ke mejanya. Ia membukanya dengan antusias. Ia mengerucutkan bibirnya setelah membaca tulisanku. Ia menoleh padaku, memasang wajah kesal tapi tampak manja. Aku terkekeh tanpa suara. Ia melempar gulungan kertas tadi ke kepalaku, mengenai dahiku. Aku terkejut, lalu memelototinya yang kini menahan tawa sambil menutup mulutnya.
Jam pelajaran Silva tak terasa sudah selesai. Aku tak tahu tetapi hari ini rasanya begitu cepat berjalan. Aku mengantongi lagi pensilku, menoleh pada Sisi yang kini memeluk bukunya dan melangkah keluar kelas. Aku berjalan di belakangnya. Di luar pintu kelas aku melihat Sisi menghampiri Jess yang menunggunya.
"Eh, Digo.", aku mendengar suara Sisi memanggilku. Aku menghentikan langkahku dan menoleh padanya.
"Makasih ya!", katanya dengan bersemangat. Ia menunjukkan senyum manisnya.
Aku hampir saja balas tersenyum. Aku akan menjitak kepalaku sendiri kalau sampai aku melakukannya. Aku melihat Jess menatapku dan Sisi bergantian. Akhirnya aku hanya menganggukkan kepalaku padanya, lalu membalikkan badanku dan melangkah ringan menuju kelasku selanjutnya, kelas flora dan fauna.
------------------------------------------------------
Aku berjalan menuju asrama sambil menepis tetes hujan dari bagian depan jubah sekolahku. Kelas Flora dan Fauna yang terletak di hutan belakang membuat kami harus kehujanan saat berjalan dari gedung utama atau sebaliknya apabila hujan turun.
"Digo!", aku mendengar seseorang memanggil namaku.
Aku menoleh ke belakang. Tasya si wizard bertubuh mungil berkacamata berjalan cepat ke arahku. Ia mengacungkan tongkatnya ke udara, sebuah dus melayang rendah di depannya. Ia menjatuhkan dus itu dengan paksa tepat di depanku. Refleks aku menangkapnya. Dengan bingung aku mengangkat kedua alisku.
"Elea bilang lo harus bawa itu ke ruang penyimpanan.", jelas Tasya yang menangkap kebingunganku.
"Gue?", tanyaku lagi.
"Iya, Lo. Lo Digo kan? Tuh, ada pesennya.", tambahnya, lalu mengacungkan lagi tongkat sihirnya ke arah dus yang kupegang.
Sebuah kertas yang tadinya tergeletak, kini berdiri tegak di atas dus itu, seolah ada sesuatu yang tak kelihatan yang menopang kertas itu. Aku membaca tulisan di kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
nightingale
Fantasiselama ini sisi menjalani hidupnya sebagai manusia biasa. ia menyelesaikan SMA nya sebagai seorang gadis biasa. hingga pada usia 18 tahun, kedua orang tuanya mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut. sisi adalah seorang peri! gawatnya lagi, sisi...