missing you

3.9K 352 6
                                        

SISI

"Boleh gue tau, kenapa lo ngelakuin itu?", tanyaku datar pada Jess yang mematung di depan pintu kamarku.

"Maafin gue 'Si. Hiro yang buat gue kayak gini.", jawabnya lirih.

Aku menatapnya kecewa. Ada rasa iba dalam diriku. Tetapi apa yang dilakukannya padaku membuatku trauma. Sulit bagiku mempercayainya lagi.

"Udah 'Si. Lo istirahat. Baru juga sehat.", aku mendengar Lisa memanggilku dari dalam kamar.

"Kalo lo suka sama Hiro. Lo harus liat dia suka ngga sama lo. Kalo dia bikin lo kayak gini, dia ngga tulus sama lo. Dia manfaatin lo. Lo harus pikirin itu.", jelasku panjang lebar.

"Iya 'Si. Gue minta maaf.", katanya lagi. Aku hanya mengangguk kemudian masuk kembali ke kamar.

Aku menutup pintu dan meninggalkan Jess yang masih mematung di depan pintu kamarku. Aku menghela napas berat. Begitu banyak yang terjadi. Rasanya otakku tak mampu lagi berpikir. Aku melangkahkan kakiku menuju ranjangku. Aku duduk dan menatap Lisa.

"Udah. Ngga usah dipikirin. Kalo gue jadi lo, gue ngga bakal mau ngomong lagi sama dia.", kata Lisa padaku. Aku hanya menggeleng lemah.

"Itu bukan sepenuhnya salah dia, Lis.", kataku pelan.

"Huh. Dasar peri.", omel Lisa. Aku terkekeh mendengarnya.

Lisa kembali menatap novelnya, tenggelam dalam alur ceritanya. Aku merebahkan diri, menatap langit-langit kamarku. Bayangan Digo hinggap di benakku. Digo benar. Aku tahu dia punya alasan menuduh Hiro di depan Elea. Mungkin saat itu ia belum tahu kalau Jess yang melakukannya, tapi ia tahu Hiro ada di balik ini semua. Digo. Kamu apa kabar? Aku rindu kamu, Digo.

------------------------------------------------------

Aku menatap Silva tak bersemangat. Ia sibuk mengayunkan tangannya di depan papan tulis membuat tulisan-tulisan itu bermunculan. Aku tak pernah sebosan ini di kelas. Aku menoleh ke kursi Digo yang kosong. Hampir seminggu aku tak melihatnya di kelas. Digo, pasti kamu kewalahan menjalankan semua hukuman dari Elea, pikirku sedih.

Aku melempar pandanganku ke jendela yang menghadap halaman. Aku teringat dua hari lalu Digo muncul di jendela dan melemparkan gulungan kertas ke arahku. 'Satu saja syarat kamu utarakan akan kupenuhi seratus kalinya, asalkan aku bisa melihat senyum kamu lagi. Maafin aku Sisi. -Digo' tulisnya. Aku masih ingat setiap kata yang ditulisnya.

Wajah sedih Digo di ruang makan siang itu juga membayangiku. Ia menghampiriku saat aku baru saja akan mulai makan. Ia duduk di sebelahku. Mengajakku bicara. Aku ingin sekali menatap wajahnya. Melihat bulu matanya yang panjang dan lentik, melihat senyumnya yang langka dan menawan. Tetapi aku harus menunjukkan sikap padanya. Ia harus berusaha berubah. Ia juga harus mengerti bahwa ini semua aku lakukan untuknya.

Saat itu aku beranjak dari dudukku. Aku membatalkan niat makan siangku. Aku pergi begitu saja tanpa kata. Aku tahu pasti aku telah membuatnya sedih. Tapi ini semua untuk dia. Aku lakukan untuk Digo. Ada rasa dingin dan sepi yang kurasakan meskipun aku bersama teman sekelasku. Aku mengerucutkan bibirku. Ya ampun, Digo. Aku tak menyangka berjauhan denganmu bisa menyiksaku seperti ini, kataku dalam hati.

------------------------------------------------------

Aku menghabiskan makan siangku dengan tak berselera. Tatapan galak Lisa yang membuatku menghabiskan seporsi makananku dan segelas susu. Masih ada waktu sebelum kelas selanjutnya. Aku melangkah gontai menuju kamarku. Aku masih tak melihat Digo. Bahkan di ruang makan pun ia tak ada. Ada kekhawatiran yang menyeruak. Jantungku berdegup cepat.

Mungkin Digo masih menjalankan hukuman dari Elea, pikirku. Elea! Ya ampun Sisi kenapa lo bisa sepikun ini! Aku memaki diriku sendiri. Aku harus bertanya pada seseorang perihal hubungan ku dengan Digo. Peri dengan demon yang dikatakan Elea. Apa yang sebenarnya dimaksud Elea?, pikirku.

nightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang