SISI
"Baiklah. Sampai sini saja Galeo, Ulysia. Aku akan mengurusnya.", kata wanita cantik bergaun biru muda itu dari kursi tingginya. Namanya Elea. Dia kepala sekolahku.
Galeo dan Ulysia menganggukkan kepala, lalu menoleh ke arahku. Mereka memelukku singkat.
"Selamat belajar Sisi. Sampai jumpa di hari ketujuh.", kata Galeo sambil mengusap lembut puncak kepalaku.
"Sampai jumpa my dear. Have fun!", tambah Ulysia dengan senyumnya yang bersemangat.
Aku tersenyum dan mengangguk penuh semangat. Kemudian Elea berjalan menghampiriku.
"Mari aku antar kamu ke kelasmu. Pelajaran pertamamu hampir saja dimulai.", kata Elea padaku.
"Bagaimana dengan tasku?", tanyaku teringat koper yang kubawa.
"Kamu akan menemukannya dikamarmu seusai pelajaran.", jelas Elea singkat.
Ia membimbingku melangkah ke pintu keluar. Aku menoleh dan melambaikan tanganku singkat pada Galeo dan Ulysia sebelum menghilang di balik pintu kayu besar. Kami menyusuri lorong panjang sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah pintu kayu besar lain yang tampak sedikit tak terawat di banding pintu ruangan Elea tadi. Elea mengetuknya beberapa kali, lalu pintu mengayun membuka.
Aku melihat wanita cantik lainnya di dalam ruangan. Dia berdiri di depan kelas. Elea memgucapkan beberapa kalimat pada wanita itu. Kemudian Elea menggeser tubuhnya memberiku jalan masuk ke dalam kelas. Aku merasakan beberapa pasang mata menatapku penasaran. Aku tersenyum pada wanita bergaun satin biru laut yang mempersilahkan aku masuk.
Aku melihatnya mengayunkan tangannya, kemudian terdengar suara pintu menutup di belakangku. Aku berdiri di depan kelas, rasanya aneh melihat berpasang-pasang mata menatapku seperti ini. Aku berusaha berkonsentrasi pada wanita yang ternyata adalah guruku.
"Silahkan perkenalkan dirimu.", katanya padaku. Aku menghadapkan diriku ke kursi-kursi yang terisi penuh di depanku.
"Namaku Sisi. Senang berkenalan dengan kalian.", kataku ramah, tak lupa aku bubuhkan senyum di akhir kalimatku.
"Selamat datang Sisi. Aku Emery, guru mata pelajaran creatures. Semoga kamu crpat menyesuaikan diri. Silahkan cari kursi kosong untukmu.", kata Emery padaku.
Aku mengangguk. Mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Aku menemukan kursi tak berpenghuni di belakang sana. Tepat di sebelah seorang anak laki-laki.. Tunggu! Sepertinya aku mengenalnya, aku berpikir sambil berjalan menuju kursi kosong itu.
"Maaf, apa di sini kosong?", tanyaku pada anak laki-laki yang duduk di sebelah kursi kosong itu. Dia hanya menganggukkan kepalanya.
"Makasih.", jawabku singkat, lalu menempati kursi kosong itu.
Aku teringat! Dia anak laki-laki yang kemarin kami temui dekat gerbang nightingale. Galeo dan Ulysia bicara padanya kemarin. Apa yang dilakukannya ya? Pikirku sambil menatapnya yang kini menopang dagu dengan kedua tangannya. Ia menatap Emery tak bersemangat. Aku pun memalingkan wajahku dan melihat Emery mengayunkan tangannya di papan tulis.
Werewolf. Huruf besar-besar itu timbul seketika setelah ia mengayunkan tangannya. Aku merasakan ada sesuatu dalam diriku yang begitu bersemangat. Ini kesempatanku mempelajari semuanya. Aku menatap Emery dengan seksama. Mendengarkan kata demi kata yang diucapkannya. Beberapa penjelasannya membuatku bergidik ngeri, namun susah payah aku berusaha terlihat biasa. Selebihnya sama saja dengan sekolah di bumi. Ada yang memperhatikan Emery dengan baik, ada yang sibuk menahan kantuk, ada juga yang saling lempar surat untuk ngobrol tanpa suara. Hanya saja materi pelajarannya sungguh tak biasa. Semuanya betul-betul menyita perhatianku. Aku harus mengejar ketinggalanku.
------------------------------------------------------
"Baiklah. Ada pertanyaan?", kata Emery mengakhiri sesi pelajarannya.
Tak ada respon apapun dari siswa yang lain. Aku juga diam. Entah aku sangat mengerti atau justru tak ada yang berhasil kupahami dari pelajarannya tadi. Emery mengangguk paham. Ia membuka bukunya, mengayunkan jari tangannya hingga halaman-halaman buku itu bergerak dan berhenti di halaman yang diinginkannya.
"Baiklah, kalian kerjakan...", kalimatnya terpotong suara dentum bel yang nyaring tanda pelajaran sudah selesai.
Aku mendengar helaan napas lega dari beberapa sudut. Emery mengerucutkan bibirnya kecewa.
"Baiklah. Sampai jumpa di pelajaran berikutnya.", katanya singkat, lalu melangkah ke arah pintu.
Ia mengayunkan tangannya lagi, kemudian buku dan jubahnya menghambur ke arahnya. Mendarat dengan lembut di genggamannya, jubahnya jatuh tersampir di lengannya. Satu lambaian tangan lagi, pintu kelas membuka, ia melangkah keluar tanpa menoleh. Aku masih terkagum-kagum melihatnya sampai sebuah suara mengejutkanku.
"Siapa lo?", tanya suara itu. Aku menoleh. Anak laki-laki yang kemarin.
"Maksudnya?", aku balik bertanya. Jadi di sini mereka juga menggunakan lo-gue?! Aku hampir tertawa, tetapi kutahan.
"Lo siapa? Gue baru liat lo.", katanya lagi.
"Gue Sisi. Kan tadi gue udah perkenalan.", jawabku ramah sambil tersenyum.
"Gue tau. Maksud gue, kenapa lo keliatan bukan dari sini?", tanyanya lagi, masih tanpa menoleh padaku.
"Gue ngga tau kenapa lo harus tau soal itu.", balasku singkat. Akhirnya dia menoleh. Aku melihat tatapannya yang tajam, alisnya yang tebal dan rapi, serta bulu matanya yang amat lentik. Aku tenggelam dalam tatapannya yang tajam.
"Yaudah.", katanya singkat, membuyarkan lamunanku. Lalu ia beranjak dari kursinya, memasukkan tangannya ke saku jaketnya dan melangkah keluar kelas.
"Tunggu!", kataku tiba-tiba. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh padaku.
"Gue belom tau nama lo.", kataku cepat. Ia menatapku sekian detik, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.
"Digo.", katanya singkat, lalu kembali melangkah cepat keluar kelas.
Namanya Digo. Kataku dalam hati. Tampaknya dia kurang ramah, pikirku sambil melangkah keluar kelas. Sesampaiku di lorong, aku menoleh ke kanan dan kiri, entah apa yang kucari. Mungkin aku mencari-cari sosok Digo? Aku tak tahu. Tetapi beberapa anak yang menghampiriku untuk berkenalan berhasil mengalihkan perhatianku dari Digo.
------------------------------------------------------

KAMU SEDANG MEMBACA
nightingale
Фэнтезиselama ini sisi menjalani hidupnya sebagai manusia biasa. ia menyelesaikan SMA nya sebagai seorang gadis biasa. hingga pada usia 18 tahun, kedua orang tuanya mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut. sisi adalah seorang peri! gawatnya lagi, sisi...