Sisi

6.6K 462 3
                                    

DIGO

Aku memperhatikannya dari sudut mataku. Ia betul-betul serius mendengarkan penjelasan Emery. Sesekali aku melihatnya membelalakkan matanya terkejut atau bahkan membiarkan mulutnya menganga mendengar penjelasan Emery. Kalau mendengar penjelasan tentang werewolf saja membuatnya seperti itu, aku yakin dia bukan berasal dari sini. Darimana Galeo dan Ulysia membawanya? Tanyaku dalam hati.

Tanpa sadar aku menolehkan kepalaku memandangnya dengan seksama. Tampaknya ia benar-benar serius sampai tidak mengetahui aku sedang memperhatikannya. Aku melihat matanya yang berwarna coklat, alisnya yang indah membingkai wajahnya, bibirnya yang tipis dan merekah, serta rambutnya yang terurai jatuh sempurna melewati bahunya. Cantik, pikirku. Aku terkejut sendiri dengan pemikiranku. Apa yang kamu lakukan, Digo! Dia seorang peri! Makhluk sok manis yang menyebalkan! Umpatku dalam hati.

Aku melempar pandanganku kembali kepada Emery. Memberikan tatapan bosanku padanya. Mungkin Emery sudah terbiasa melihatnya. Aku mengetuk-ngetukkan jariku ke meja belajar. Waktu berlalu sangat lambat disaat seperti ini. Tak lama kemudian, aku melihat Emery menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menyudahi penjelasannya.

"Baiklah. Ada pertanyaan?", kata Emery akhirnya.

Aku melihat tak ada satupun yang merespon pertanyaannya. Gawat! Bisa-bisa dia memberikan tugas. Aku terus berdoa dalam hati agar dentum bel tanda berakhirnya jam pelajaran segera terdengar. Aku dan beberapa temanku menatap Emery dengan tegang. Ia mulai mengayunkan tangannya, mencari halaman yang pas dalam bukunya untuk menjadi tugas kami.

Aku hampir kehilangan harapan, sampai akhirnya dentum itu terdengar. Aku menghela napas lega. Emery tampak kecewa, ia mengerucutkan bibirnya. Lalu menyudahi pelajarannya. Ia mengayunkan tangannya beberapa kali, lalu menghilang di balik pintu kelas yang mengayun pada lambaian terakhirnya. Aku teringat pada gadis peri di sebelahku.

"Siapa lo?", kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.

"Maksudnya?", ia bertanya balik, tampaknya dia bingung.

"Lo siapa? Gue baru liat lo.", kataku lagi, sambil menatap kedua tanganku di atas meja.

"Gue Sisi. Kan tadi gue udah perkenalan.", jawabnya.

"Gue tau. Maksud gue, kenapa lo keliatan bukan dari sini?", tanyaku lagi. Kenapa aku jadi tampak begitu ingin tahu? Aku mengomeli diriku sendiri dalam hati.

"Gue ngga tau kenapa lo harus tau soal itu.", jawabnya singkat.

Jawabannya itu, akhirnya membuatku menoleh padanya. Aku menatap jauh ke dalam mata cokelatnya yang indah. Aku melihatnya juga menatap mataku begitu dalam. Aku sempat terpesona akan kecantikan wajahnya. Aku tersadar dan segera bangkit.

"Yaudah.", kataku singkat. Lalu aku menyisipkan tanganku ke dalam saku dan melangkah keluar kelas.

"Tunggu!", aku mendengar suara gadis peri itu. Aku menoleh, memastikan akulah yang diteriakinya tadi.

"Gue belom tau nama lo.", katanya lagi sambil menatapku. Ternyata benar aku yang di panggilnya, ada rasa hangat mengalir dalam tubuhku. Cepat-cepat aku menepisnya.

"Digo.", kataku singkat, kemudian kembali melangkah keluar kelas.

Beberapa temanku sudah berhamburan keluar. Sebagian ada yang masih berbincang di lorong kelas. Aku melangkah cepat hendak berbelok di ujung lorong, aku menoleh singkat ke arah pintu kelas tadi. Aku melihat si gadis peri menoleh kesana kemari seperti mencari sesuatu. Apa dia mencariku? Ada rasa hangat yang familiar kembali menjalar dalam tubuhku.

Aku kembali menepis pemikiranku sendiri. Aku kembali memperhatikannya. Beberapa vampir cewek dan gadis peri menghampirinya. Sepertinya mengajaknya berkenalan. Aku kembali melempar pandanganku ke lorong dan melangkah cepat ke lobby asramaku. Lebih baik aku gunakan waktu istirahat untuk tidur, pikirku.

------------------------------------------------------

Aku menatap keluar jendela kamarku. Aku suka melihat air danau yang tenang di pekarangan belakang sekolah. Beberapa ekor angsa tampak berada di sekitar danau.  Tatapanku terpaku pada dua orang gadis yang menduduki kursi kayu di tepi danau sambil berbincang riang. Sesekali tampak tertawa ringan.

Aku mengenali mereka. Itu gadis peri yang tadi, Sisi namanya. Ia bertukar cerita dengan Jess, vampir cantik juara kelas sebelah. Keduanya tampak mempesona. Tetapi Sisi paling menyita perhatianku. Ia baru di sini, tapi ia mampu bergaul dengan cepat. Diam-diam aku mengaguminya.

"Ehm.", aku mendengar Theo, vampir teman sekamarku berdeham. Aku menoleh pada Theo yang tampak sibuk dengan tugas materi Hukum Langit-nya.

"Dia memang menarik. Gue denger anak kelas gue juga banyak yang ngomongin dia. Dia baru masuk kelas lo kan?", kata Theo padaku. Aku melempar pandang 'maksud lo?', kepadanya.

"Maksud gue, Sisi. Kalo Jess kan sekelas gue.", tambahnya lagi.

"Lo bisa ngga sih, berhenti ngelakuin itu ke gue?!", kataku kesal.

Vampir satu ini suka sekali masuk ke kepala orang sembarangan. Eh, semua vampir suka melakukannya. Makanya mereka terkenal licik dan menyebalkan. Ups! Aku teringat Theo yang kini menatapku sambil mengangkat sebelah alisnya. Pasti dia mendengar juga yang baru saja kupikirkan.

"Yang kayak gini ngga selamanya bisa gue atur. Kadang suka kedengeran sendiri tanpa gue mau.", jelasnya padaku.

"Satu lagi, gue ngga licik dan menyebalkan.", tambahnya lagi.

Aku hanya mengangkat alisku dan tak menjawabnya lagi. Aku memalingkan wajahku kembali ke danau. Hanya angsa-angsa yang terlihat. Aku mencari-cari ke berbagai arah, tetapi aku tak melihat Sisi atau Jess. Mungkin mereka sudah beranjak ke asrama, pikirku. Ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku, namun buru-buru kutepis.

Aku melangkah menyeberangi ruangan, menggapai jubah sekolahku dan memakainya. Aku merasakan Theo menatapku. Aku langsung menoleh padanya.

"Gue keluar duluan. Sampe ketemu makan malem.", kataku singkat, lantas membuka pintu dan melangkah keluar meninggalkan Theo.

------------------------------------------------------

nightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang