Ch. 04

3.5K 344 29
                                    

Chp. 04_____Pernyataan Ayah_____

3 bulan telah berlalu semenjak hari berburu waktu itu, dan kini aku bersantai di tepi danau menemani Ayah yang sedang memancing ikan.

Pikiranku tenang mendengar beberapa burung berlalu lalang berkicau dengan indahnya, ditambah dengan hembusan angin yang mengacak-acak rambutku.

Sungguh dunia yang sangat tenang dan damai, sangat berlawanan dengan duniaku dulu. Jangankan untuk berdantai begini, aku yang dulu bahkan tak sempat untuk menikmati hidup karna banyaknya tekanan dan beban yang harus ku tanggung.

Ayah dari tadi hanya duduk diam tak bergerak sedikitpun yang menunggu umpannya termakan. Sangat menyebalkan menatap orang yang membosankan ini dari tadi.

"Yah? Bagaimana menurut Ayah dengan kehidupan dunia ini? " Tanyaku seketika yang entah dari mana asal perkataan itu tiba.

Ayah terlihat sedikit kebingungan mendengar pertanyaan ku untuk beberapa saat, "Kenapa kau bertanya demikian nak? Apa ada yang salah? "

"Hahaha... Tidak-tidak, aku hanya ingin tau saja. "

Beberapa saat Ayah mengalihkan perhatiannya kembali ke umpan pancingnya, "Kau tau nak, jujur saja dunia ini memang indah, tapi untuk beberapa asalan juga dunia ini pun juga sangat kejam. ” Ungkapnya dengan wajah seriusnya.

Aku terdiam tertegun mendengar jawaban itu.

Seketika ketika aku terdiam Ayah dengan senyumannya, “Jangan terlalu dipikirkan, untuk sekarang kau hanya perlu fokus dengan keseharian mu saja, dan diwaktu yang tapat kau akan mengetahuinya sendiri. ” Ungkapnya seraya memegang kepalaku.

Walaupun aku sangat penasaran dengan perkataan Ayah tersebut, tapi hati ku menolak untuk bertanya lebih lanjut. Aku sadar bahwa dari senyuman Ayah itu tersembunyi kekhawatiran yang amat besar. Senyumannya itu terlihat sangat mirip dengan Ayahku di kehidupan sebelumnya.

"Setelah kau tamat dari Akademi, apa yang ingin kau lakukan nak? " Tanya Ayah seketika untuk mengalihkan pertanyaan pertamaku tadi.

Seketika aku berkata, “Hah? Akademi, emangnya ada ya? ” Ucapku spontan.

Mendengar pertanyaan ku tersebut Ayah langsung tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya seraya berbicara, “Memangnya kau pikir ini dunia mana ha? Hahaha ...  Seharusnya kau tau kan apa yang harus dilakukan di akademi itu? Jangan buat Ayah tertawa lagi jika kau tak mengetahuinya! Hahaha.. ”

Aku sedikit kesal dengan ungkapan terakhirnya tersebut. Apa dia sedang mengolok-olok ku ha?! Dan tak ku sangka bahwa dunia ini memiliki  pendidikan juga.

Akhirnya Ayah berhenti tertawa, yang kemudian bertanya kembali, “Jadi apa yang nak? Apa yang akan kau lakukan setelah lulus nantinya? ”

Aku hanya diam untuk beberapa saat seraya berpikir dengan cermat. Aku masih terpikir tentang rencana besar ku di dunia ini, yang seketika berkata, “Apa yang Ayah pikirkan tentang Pahlawan? ”

Seketika ketika mendengar ucapan ku, raut wajah Ayah berubah seketika, “Apa itu yang kau inginkan nak? ”

Mendengar nada bicaranya yang dingin itu membuatku terdiam membisu.

Sesekali Ayah menghembuskan nafasnya yang sangat dalam untuk beberapa kali yang kemudian berkata, “Karna wawasanmu luas, maka Ayah akan terang-terangan saja.  Negara menciptakan Pahlawan untuk membutakan rakyat, mengalihkan mereka dari pembantaian massal keluarga mereka, sebagai simbol negara, mereka juga menjadi target dari musuh-musuh mereka. Ayah sangat tidak ingin kau menjadi sosok itu. ” Ungkapnya dengan wajah dingin yang amat seriusnya.

Aku sangat terpukau dengan pemikiran Ayah tersebut yang seakan sudah pernah mengalaminya sendiri.

“Jadi Ayah berpikir demikian juga ya~ ” Gumam kecilku.

‘Ah sial! Apa Ayah mendengar ucapanku tadi? ’

Seketika aku menatap Ayah kembali.

Fiuh~ ’ Sepertinya Ayah tak mendengarnya karna terfokuskan dengan urusan mancingnya sekarang ini, kuharap begitu.

Hari mulai menjelang sore, Ayah sudah menangkap lumayan banyak ikan dalam ember nya.

Ditengah perjalanan Aku berbicara, “Sebenarnya aku juga tak terpikir untuk menjadi sosok itu sih~ aku berpikir akan menjalani hidupku untuk menjadi seorang petualang. Bagaimana menurut Ayah? ” Ungkapku disertai senyuman lebar, walaupun setengah senyuman itu palsu, dikarenakan tercampur dengan rencana besar ku.

“Ayah setuju-setuju saja dengan apa yang ingin kau lakukan, dan sebelum itu berpikirlah bagaimana membuat Ibu mu juga mengizinkannya juga. Hahaha.. ”

Seketika semangatku langsung hilang ketika membayangi Ibu yang amat marah tak akan pernah menyetujui hal tersebut. Uugh~ bagaimana caranya aku menjelaskannya ya.

Ayah kemudian kembali berbicara, “Jika kau sudah mendapatkan izin darinya, maka buatlah kami banga dengan berbagai prestasi mu, dan jadilah kuat untuk melindungi orang-orang yang kau sayangi. Layaknya Ayahmu ini ketika masih muda dulu, hahaha... ”

Seketika aku pun ikut tertawa untuk beberapa saat, dan kemudian langsung berhenti karna ada yang janggal.

“Tunggu! Apa Ayah pernah menjadi seorang petualang? ”

Sekai no Hīrō to Yūmeina Akuyaku ni Naru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang