Bagian 1

45.5K 1.7K 134
                                    

Sebelum baca, alangkah baiknya diawali dengan doa.

Happy reading!

♥♥♥

Seorang cewek turun dari mobilnya. Dengan susah payah, ia membawa dua kantung plastik berukuran sedang dan besar. Kantung plastik berukuran sedang ia gunakan untuk mewadahi pot kecil yang sudah ditanami bunga di dalamnya. Satu kantung plastik berukuran besar berisi dua botol air mineral 1,5 liter.

Hari ini adalah hari pertama ia akan melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, atau lebih singkat disebut MPLS. Dia mematuhi aturan dengan baik. Sebagai murid baru, ia tidak mau mendapat masalah.

Kakinya terus melangkah, hingga ia tiba di sebuah kelas yang tertulis X IPA 4 di atas pintunya. Untuk MPLS ini, kelas itu digunakan sebagai ruang cendana. Langsung saja cewek itu menduduki kursi nomor dua dari depan dan nomor tiga dari pintu. Ia meletakkan kedua beban di tangannya ke atas meja, yang tidak lain adalah dua kantung plastik tadi.

Kelas masih kosong melompong, baru dirinya yang datang. Saat dilihat di jam dinding, ternyata baru pukul 06.20. Entah karena terlalu bersemangat atau karena takut dihukum, yang jelas ini adalah rekor pertamanya bisa tiba di sekolah sepagi ini.

"Hai Gre, ruang apa?" sapa teman satu SMP nya yang hendak melintas.

"Ruang Cendana, lo?"

"Ruang Mahoni, gue duluan ya! Tangan gue udah pegel."

"Oke."

Namanya Greta Evelyn. Cewek berusia 16 tahun yang baru mau memasuki kelas sepuluh tahun ini. Memang sih, kebanyakan siswa kelas sepuluh yang baru masuk itu berumur lima belas tahun, tapi jangan berburuk sangka dulu. Greta mulai sekolah dasar saat usianya tujuh tahun, makanya sekarang ia sudah berusia enam belas tahun. Mungkin, bukan hanya Greta yang berumur enam belas tahun saat baru memasuki kelas sepuluh, pasti ada yang sama sepertinya.

Greta mengamati lapangan utama dari balkon depan kelas, eh ralat ruang MPLS nya. Cewek itu menopang dagu dengan kedua tangan, menatap lurus lapangan utama yang dilewati beberapa siswa-siswi berpakaian putih abu-abu. Ruang kelas sepuluh memang berada di lantai dua, sedangkan kelas sebelas di lantai satu, dan kelas dua belas di lantai tiga. Entah memang sengaja didesain seperti itu supaya memudahkan junior untuk didesak senior, atau supaya lebih mudah mengawasi kelas sebelas yang biasanya masih dalam fase nakal-nakalnya. Sudahlah, Greta tidak mempermasalahkan ruang kelas.

Di gedung seberang, yang merupakan gedung kelas IPS juga sudah diisi beberapa anak baru. Sangat mencolok, karena mereka belum memakai seragam putih abu-abu. Selama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah berlangsung, kelas IPA dan IPS masih dicampur dalam satu ruangan yang sama. Jadi, mungkin saja beberapa orang yang berada di seberang sana akan satu kelas dengan Greta nantinya.

"Pagi Gre!" sapa seorang cewek dengan kaca mata minus nya, tapi malah terlihat imut dengan itu. Namanya Tanisha. Dia memang terkadang memakai kaca mata, meski lebih sering melepasnya. Tanisha dan Greta berasal dari SMP yang berbeda, tapi mereka dengan mudah akrab dari hari sabtu kemarin, tepatnya saat pengarahan untuk hari ini. Jangan tanya kenapa, karena mereka berdua sama-sama bukan tipe yang sulit untuk berbicara satu sama lain. Keduanya mudah berbaur.

"Pagi, Tan!" balas Greta seraya tersenyum hangat. Meski bisa dibilang ini baru hari kedua mereka kenal, Greta sudah sangat nyaman dengan Tanisha. Ia berharap, mereka akan berada di kelas yang sama nantinya.

"Tan apa maksud lo? Setan?" cibir Tanisha tidak suka dipanggil 'Tan'. Dia lebih suka dipanggil Nisa, terdengar lebih feminim.

Greta hanya terkekeh menanggapi. Tanisha langsung berdiri di samping Greta dengan tenang. Tidak lama sih, karena kemudian Tanisha berseru girang ketika melihat beberapa kakak kelas yang ya ... lumayanlah. Mungkin itu sebabnya ia memakai kaca matanya pagi ini, untuk melihat kakak kelas tampan di bawah sana rupanya.

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang