Bagian 72

5K 1K 825
                                    

Selamat membaca

♥♥♥

Ansel teramat terkejut saat mendapati Indira baru tiba diantar Zara, sang mama. Langsung saja ia menghampiri cewek itu yang hendak melewati parkiran.

"Kata lo kemarin bukan sekolah di sini, gimana sih?!" cerocosnya setelah berada di samping Indira.

"Astaga, kakak ngagetin aja! Aku pikir siapa."

"Sini gue bantu," ucapnya sembari mengambil dua buah tote bag yang menjadi beban Indira. Cewek itu juga tidak menolak, toh tangannya mungkin akan pegal jika pura-pura tidak butuh bantuan Ansel.

"Di kelas mana, Za?" tanya Ansel.

"IPA, yang ini kan gedungnya?" ucap Indira hampir menapaki ubin koridor. Ansel yang tahu jika lewat sini akan bertemu Greta segera berkata, "Kalau lewat sini lebih banyak ketemu kakak kelas, Za. Mendingan muter aja."

"Lah, memangnya kenapa kalau ketemu kakak kelas, kan ada Kak Ansel?"

"Nanti lo digosipin pacaran sama gue, terus dibully. Mau?"

"Ck. Yaudah ayo kakak duluan jalannya."

Ansel melangkah mendahului Indira. Setidaknya dia tidak bertemu Greta. Jujur, rasanya ia belum siap untuk meminta maaf seperti janjinya pada Bulan dan Bintang.

"Ish, lewat sini juga rame banget kakak kelasnya. Sinis banget lagi natapnya," gerutu Indira pelan namun terdengar jelas oleh Ansel. Cowok itu hanya terkekeh.

"Eh, sebentar kak." Indira menghentikan langkahnya, lalu membuka ponsel saat merasa seseorang meneleponnya. Oh, teman satu ruangnya. "Halo?"

"Dir, lo dimana? Katanya tadi udah nyampe."

"Astaga, maaf Len. Gue udah mau sampai kelas."

"Hah?! Lo gimana sih, kan gue bilang tungguin!"

"Yah ... masuk sendiri ga berani ya, Len? Gue tunggu di tangga deh."

"Heh, lo gila, ya?! Ini kakak kelasnya udah rame banget. Kalau gue ketemu sama pacar mantan gue gimana?!"

"Yaelah, tinggal disapa susah amat."

"Sialan. Kalau baik mah iya tinggal disapa. Lah ini, liat muka gue aja udah kayak liat jambret, yang ada gue difitnah ini-itu lagi."

"Ck. Iya udah gue balik lagi."

"Sip, gue tunggu."

Tut.

Ansel yang mengerti pembicaraan mereka mengubah wajahnya menjadi datar. Tinggal naik tangga, belok dan sampai. Tapi sekarang apa? Dia harus mengantar Indira kembali ke depan? Wah, dasar sahabat tidak tahu diri!

"Kak, anter ke--"

"Tapi baliknya lo ke kelas sendiri."

"Oke. Yuk, temen aku udah nungguin!"

Huh, sialan. Kenapa sih, Indira mau mau saja?! Buat susah diri sendiri kok suka. Terpaksa, mereka berbalik dan hendak menuju ke depan lagi.

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang