Bagian 44

10.8K 981 281
                                    

Veel leesplezier!

♥♥♥

Helaan napas muncul dari bibir seorang cowok yang kini menatap pintu apartemen terkunci. "Gue pikir lo bakal ngajak gue ke taman, pasar malam, atau apa gitu." Sudut matanya melirik cewek di sampingnya yang tersenyum lebar sembari menekan bel untuk kesekian kalinya. "Ternyata ke sini," lanjutnya setengah menggerutu.

"Kak Ansel kenapa sih? Bawel banget, yang ngajak jalan siapa?" Kepala Greta tertoleh kesal karena sedari tadi yang dilakukan oleh Ansel hanyalah mengoceh tidak jelas.

"Ya maksud gue kan--"

"Sstt, Kak Ansel itu harusnya khawatir Om Bintang daritadi enggak bukain pintu." Jari telunjuk kanan Greta membungkam mulut Ansel, dan berhasil. Sedangkan tangan kirinya memegang totebag berisi sekotak muffin tadi.

Dengan tangannya, Ansel menyingkirkan telunjuk Greta pelan. "Papa gue memang belum pulang jam segini. Buat apa gue khawatir?" Ia melirik arloji di tangannya. Pukul 20.30. "Tapi mungkin sebentar lagi dia pulang."

"Ngomong kek daritadi," kesal Greta sembari berjongkok di depan pintu. Ah, tanggung. Dia duduk ngemper saja sekalian di atas lantai.

"Tapi nanti gue enggak masuk, ya?"

"Serah."

"Ansel? Greta?"

***

Ansel benar-benar memilih untuk menunggu di luar dan membiarkan Greta masuk sendirian. Dan di sinilah dia berakhir. Duduk berhadapan dengan Bintang yang masih menatapnya. Greta menarik napasnya karena gugup. Harus dimulai darimana kah pembicaraan kali ini?

"Long time no see, Greta," ucap Bintang memusnahkan keheningan. Greta segera mengangkat kepalanya dan tersenyum kikuk.

"E-eh itu, m-mungkin Om lupa, kemarin kan kita ketemu," gugup Greta memamerkan deretan gigi putihnya. Bintang nampak berpikir sejenak, namun kemudian dia tertawa.

"Ah iya. Kemarin kamu ke sini sama Ansel. Saya lupa. Apa kabar?"

"Baik kok om. Eum ... tadi Greta dari buat muffin. Enggak seberapa enak sih, tapi ... semoga om suka ya," ucapnya sembari menggeser totebag yang sejak tadi di pinggir meja ke depan Bintang.

Pria itu mengambilnya dan meletakkannya ke samping setelah melihat isinya. "Terima kasih, om pasti suka. Kan yang buat calon menantu," canda Bintang membuat Greta membelalak tidak percaya.

"H-hah?" Greta tersenyum terpaksa. Apa kata Bintang? Ada-ada saja!

Detak jarum jam mengisi suasana di dalam ruangan, membuat suasana sepi menjadi tidak terlalu sepi. Tangan Greta memainkan ujung hoodienya. Kepalanya sibuk mencari kalimat yang tepat untuk bicara dengan Bintang. Dan di saat yang tidak tepat, teleponnya malah berdering.

Kak Ansel.

"Angkat aja, siapa tau penting," ucap Bintang membuat Greta menggeser tombol hijau hingga terdengar suara Ansel di seberang.

"Lo lama banget ngasih kue doang. Lo tega gitu biarin gue kencan sama nyamuk?" semprot Ansel begitu saja tanpa aba-aba. Dia bahkan tidak menyapa Greta sebelum mengoceh.

"Iya, sebentar lagi."

"Gue kalau kelamaan bisa berubah jadi vampir, jadi lo buruan!"

"Vampir apaan sih, kak? Ngaco!"

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang