Masih melek, kan?
Happy reading!
♥♥♥
Greta berulang kali memainkan kertas di tangannya. Saat ini, dirinya berada di dalam UKS. Iya, tadi dia sempat tidak sadarkan diri, namun sekarang kepalanya sudah baik-baik saja. Huh, lebay sekali dirinya. Ditendang bola saja pingsan.
"Lo itu sebenernya bisa lari yang bener enggak sih?" Tanpa menatap lawan bicaranya, Greta menghembuskan napas jengah. "Ah, salah. Lo buta ya, sampai enggak bisa lihat ada bola nyamperin lo?" Lagi. Suara cowok yang tadi membawa dan menemaninya di UKS membuat bola mata Greta spontan merotasi.
"Ck. Yang seharusnya ditanya itu kakak. Kakak nendang bola itu buat masukin ke gawang, apa buat nendang kepala anak orang?!" sungut Greta tidak terima.
"Pantesan aja lo banyak masalah, mulut lo tuh, jaga!"
"Dih, kakak pikir mulut kakak udah bener?! Mentang-mentang mantan ketos, berhak songong kayak gitu?!" Iya. Cowok yang tadi menendang bola, membawa, serta menemaninya di UKS adalah Arsen. Ah, entahlah. Kenapa belakangan ini Greta sering berurusan dengan cowok menyebalkan ini?
"Tuh kan, perlu gue ajarin sopan santun dulu?"
"Oh, kakak sekurang kerjaan itu ya?" Dengan malas, Greta turun dari ranjang UKS dan bersiap untuk keluar dari ruangan ini. "Udah ah aku mau balik ke kelas, males sama kakel songong!"
"Woy, berterima kasih dulu lo sama gue!" pekik Arsen ketika Greta hampir mencapai pintu. Tubuh cewek itu berputar 180 derajat.
"Kakak aja enggak minta maaf, terus aku harus bilang makasih? Ogah!" Setelahnya, Greta keluar dari ruangan itu. Sesampainya di luar, ia bertemu dengan petugas yang tadi menjaganya, tetapi cewek itu berpamitan keluar sebentar untuk mengambil bukunya. Untung saja dia keluar, kalau tidak, bisa pecah gendang telinganya mendengar adu mulut Greta dan Arsen.
Kelas? Greta malas untuk kembali ke ruangan itu. Lagipula, dia tidak memiliki teman yang menjadi alasannya betah di dalam kelas. Ah, persetan dengan teman. Keluarganya sudah utuh, Greta lebih dari bersyukur. Tuhan selalu adil dalam memberi kebahagiaan dan kesedihan, akhirnya Greta percaya itu. Setelah bertahun lamanya ia berteguh pada ungkapan, 'Dirinya diperlakukan tidak adil di dunia ini. Kebahagiaan hanya angan baginya'.
Taman menjadi pilihan Greta. Di bawah pohon rindang, ia duduk beralaskan rumput hijau. Punggungnya bersandar pada batang pohon. Tangan kanan yang sejak tadi mengepal, ia buka dan nampaklah kertas kusut penuh coretan.
Tiba-tiba, memorinya mengulang beberapa menit yang lalu. Di mana kepalanya teramat sakit akibat benturan bola.
***
"Greta, lo enggak apa-apa?"
"Gre, lo bisa liat gue?"
"Greta?"
"Mampus!"
"Sukurin."
Oke. Greta sayup-sayup dapat mendengar suara orang-orang yang mulai mengerubunginya. Pandangannya sudah mulai mengabur, namun ia menolak untuk pingsan. Greta tidak mau pingsan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Hansel & Gretel
Teen FictionSEQUEL BUMI, BULAN, DAN BINTANG COMPLETED! ........................................................................................ Tidak akan ada cerita dua orang kakak-beradik Hansel dan Gretel yang terkurung dalam rumah permen. Hanya ada dua oran...