Bagian 47

11.2K 942 181
                                    

Happy reading!

♥♥♥

Bintang menggenggam tangan Bulan erat. Meski tadi dokter menyatakan bahwa Bulan hanya kelelahan dan perutnya kosong tak berisi makanan, tapi tetap saja Bintang khawatir. Dia takut jika kelopak mata itu tak lagi terbuka, padahal dia belum meminta maaf.

"Lan, aku mohon bangun. Jangan buat aku khawatir gini, Bulan sayang, bangun ..."

Kepalanya tenggelam dengan tangan terus menggenggan tangan Bulan. Dia janji. Mulai sekarang, ia tidak akan pernah lagi melepas tangan ini. Bahkan jika Bulan sendiri yang meminta, dia tidak akan menurut. Biarkan dia egois dalam hal ini. Bukan hanya Bulan yang akan tersiksa jika mereka berjauhan, tapi Bintang juga merasakan hal yang sama.

"Kamu datang?" Suara pelan nan lembut menyapa indra pendengarannya. Bintang mengangkat kepala, menatap Bulan yang tengah tersenyum padanya. Satu tangannya yang bebas mengusap rambut Bulan, ia tersenyum. Tak ada kata yang terucap, hanya saling mengungkap rindu melalui tatapan. Cukup lama.

Bintang menghembuskan napasnya pelan, lalu tersenyum hangat. "Iya Lan, aku datang dan aku selalu datang ke kamu. Aku akan selalu ada di samping kamu, selamanya."

"Janji?" Jari kelingking Bulan terangkat, dan langsung disambut jari kelingking milik Bintang.

"Janji." Ah, iya. Bintang teringat sesuatu. "Lan, soal kemaren-kemaren--"

"Ah, aku lapar," ucap Bulan memotong. Bintang menatapnya datar, pertanda bahwa pria itu tidak suka Bulan mengalihkan percakapan. Bulan terkekeh, lalu kembali berujar, "Udah sayang, aku udah lupain semuanya. Aku akan anggap itu semua enggak nyata. Lagipula aku paham soal kepala kamu yang mungkin kayak mau pecah, masalah penggelapan uang di perusahaan kamu, bingung harus percaya yang mana." Bulan berhenti berucap dan malah menatap Bintang lekat, kemudian senyumnya terbit. "Tapi aku yakin, pada akhirnya kamu akan percaya sama aku. Karena kamu cinta sama aku, iya kan?"

Bintang ikut tersenyum. Dia mengangguk dua kali sebagai jawaban. Tatapnya lekat terpaku pada wajah Bulan. Wajah yang biasanya terlihat semangat, namun lesu di hari ini. Dia telah melakukan kesalahan dengan membuat Bulan seperti ini.

"Oh iya, masalah perusahaan kamu itu, gimana?"

"Udah, itu bukan urusan kamu. Yang jelas perlahan semuanya pulih seperti semula."

"Orangnya udah ketahuan?"

"Belum, mungkin sebentar lagi."

Wanita itu tersenyum, lalu tangannya menyisir surai Bintang dengan lembut. "Jangan terlalu banyak pikiran, ya? Nanti kamu setres. Percaya aja, semuanya akan beres dan aku, akan selalu dukung kamu."

Bintang tersenyum semakin lebar. Tangan Bulan yang berada di atas kepalanya ia raih untuk digenggam. "Karena kamu mau dukung aku, kamu harus makan, jangan kayak gini, oke?"

Tentu saja Bulan setuju. Dia memang harus makan. Dengan dibantu Bintang, ia beringsut duduk. Selagi pria itu menyiapkan makanannya, Bulan memanggil Bintang pelan. "Bintang."

"Hm?" sahutnya fokus pada makanan yang ingin ia sajikan pada Bulan.

"Aku kangen tau sama kamu," cicitnya pelan dengan bibir maju beberapa senti.

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang