Bagian 48

10.8K 1K 199
                                    

Sebelumnya, aku minta maaf ya karena telat updateee. Kemarin aku blm bisa ngetik, jadi blm bisa update. Maafin dongggg😓😓😓

Happy reading!

♥♥♥

Greta mematri wajahnya lama melalui cermin besar yang tergantung di dinding toilet. Bulir air menetes melewati dagunya, dan turun ke wastafel. Tangannya bergerak untuk merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya dari dalam sana.

Tidak ada satu pun pesan yang masuk. Lagi. Ambar maupun Faren tidak ada yang mengabarinya. Sebahagia itukah mereka tanpanya?

Kring...

Ponsel itu berkedip dan menampilkan panggilan dari 'Kak Ansel'.

Mau apa cowok itu meneleponnya. Baru saja Greta hendak menerima panggilan itu, namun pintu yang dibuka dengan keras membuatnya kembali menyimpan benda pipih itu ke dalam saku.

Brak!

"Di sini lo rupanya," ucap Kayana sudah bersama dua sahabat--eh atau pengawalnya, ya? Mereka menutup pintu toilet lagi dengan wajah menyeramkan. Alih-alih merasa takut, Greta justru menyilangkan tangannya ke depan dada.

"Mau apa?" tanya Greta tanpa minat.

"Gue? Mau apa? Lo pikir, gue terima gitu aja saat lo udah mempermalukan gue dua kali pagi ini."

Greta duduk ke pinggiran wastafel. Dia menyilangkan tangan, dan menatap remeh ketiga kakak kelas tukang bully dadakan di depannya. Greta jauh lebih dalam banyak hal dari mereka. Oh, mungkin kecuali kekayaan. Kalau saat Kaisar masih hidup, Greta punya segalanya. Dia bahkan sudah membawa mobil saat baru masuk SMP. Sudahlah, tidak ada gunanya membahas masa lalu. Greta sekarang sedang dalam fase berubah. Tidak mungkin dia mau menjadi seperti dulu lagi dan mengecewakan Ambar lagi.

"Gue enggak berpikir gitu sih. Yang mempermalukan lo, ya diri lo sendiri," balas Greta dengan entengnya. Memang Kayana sendiri yang mempermalukan dirinya sendiri. Dia yang selalu saja menghampiri Greta duluan, padahal dia tahu kalau Greta lebih hebat darinya.

"Lo ngomong apa?"

"Lo budek ya? Kalau gitu, gue males ngomong sama orang budek. Ngabisin tenaga aja."

"Eh Greta, turun enggak lo?!" Kayana mulai menaikkan suaranya beberapa oktaf.

Sedangkan Greta tetap santai duduk di atas wastafel. "Mau gue turun?" tanyanya sembari menghidupkan keran air. Tangannya menampung air secukupnya, lalu menyiramkan ke wajah Kayana. "Seret gih," lanjutnya setelah wajah Kayana basah kuyup dengan air. Salah siapa bermain-main dengan Greta. Belum pernah dengar kabar kasus pembullyan Greta yang menumpuk? Dia bahkan pernah hampir dipenjara. Hebat bukan?

"Seret dia!" titah Kayana pada kedua temannya. Tuh kan, sudah seperti atasan dan bawahan. Dasar bodoh. Mau saja jadi budak Kayana.

Kedua teman Kayana mendekati kaki Greta dan hendak menyeretnya. Jangan panggil dia Greta Evelyn jika cewek itu berhasil terseret. Ia dengan cepat menendang kedua kakak kelasnya hingga terjerembab ke lantai lembab. Greta tersenyum miring. Ia menyilangkan kakinya, lalu mendongakkan kepala, menambah kesan angkuh.

"Ck. Nyeret adik kelas aja enggak kuat. Mental kayak gini mau ngebully orang?" ucap Greta merendahkan.

Greta turun dari wastafel. Wajahnya langsung dihadiahi cap jari lima Kayana. Sialan. Ia berdecih, "Untuk kali ini gue maafin, waktu kalian buat ngomong sama gue udah habis."

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang