Bagian 16

10.6K 916 27
                                    

Happy reading!

♥♥♥

"Sel, sebenarnya hubungan lo sama Greta Greta itu apa sih?" tanya Niko ketika ia melihat siluet dua orang cewek memasuki kantin utama. Kedatangan dua cewek itu sontak membuat kantin semakin ramai dengan sahut-sahutan mengejek. Niko sendiri jengah mendengarnya, apa cewek itu tidak lelah?

Ansel menyimpan ponselnya, lalu mengikuti arah pandang temannya. Setelah pandangannya kembali ke Niko, ia bertanya, "Kenapa?"

"Ya ... aneh aja. Lo itu kan dari kelas sepuluh enggak pernah yang namanya ngedeketin cewek."

"Karena cewek yang selalu ngedeketin gue," balas Ansel dengan enteng dan menampilkan wajah songongnya. Ia menyeruput es jeruk untuk melumasi tenggorokannya sedikit.

"Maksud gue, lo enggak kasian liat dia dibully terus-terusan karena lo?"

Ansel menatap Greta lagi, lalu menatap sekeliling yang sedang asyik menyindir, bahkan menghina Greta. "Kasian."

"Nah, terus?!"

"Terus apa?" Ansel kembali mengalihkan pandangannya ke Niko. Sebenarnya Niko itu cowok atau cewek sih, kenapa bicara saja berbelit-belit.

"Ya terus lo enggak ada niatan buat belain dia ... gitu? Atau lo jauhin dia aja deh sekalian. Kasian gue liatnya."

"Enak aja!" Ansel melempar wajah Niko dengan kulit kuaci bekas Surya yang ada di sampingnya. "Gini deh ya, kalau pun gue mau belain dia, belain gimana? Marah-marah? Memangnya mereka bakalan berhenti?"

"Eng-enggak sih." Ya memang tidak menutup kemungkinan bahwa pembullyan itu akan berakhir. Tapi ... gimana ya. Niko juga pusing sendiri memikirkannya.

"Kalau gitu, gue rasa enggak perlu lah gue ngabisin tenaga dengan bentak-bentak mereka. Dan untuk solusi kedua lo, memang menghentikan pembullyan ini, tapi gue enggak akan lakuin itu. Gue enggak akan ngejauhin Greta."

"Lo itu bener-bener egois."

"Lo tau itu, tapi kenapa lo masih temenan sama gue?" balas Ansel telak. Niko benar-benar diam dan tidak lagi mempermasalahkan urusan Greta. Biarlah Ansel yang menyelesaikan, cowok itu sudah dewasa juga, kan?

"Sur, bagi kuaci dong!" pinta Niko yang tidak digubris Surya. Cowok itu masih fokus pada tiga buah pulpen di tangannya. "Lo ngapa sih?" tanya Niko heran.

"Gue bingung, pulpen zaman sekarang ada yang udah punya kaki, ya?"

"Maksud lo?" tanya Niko dan Ansel bersamaan. Surya memang kadang-kadang mempunyai otak kurang sekilo.

"Tadi waktu berangkat sekolah gue bawa pulpen delapan, sekarang tinggal tiga. Limanya kemana coba?!"

Ansel langsung membuang mukanya saking muaknya dengan kepolosan, kebodohan, kekonyolan Surya. Sedangkan Niko berdecak keras sembari memasukkan sebuah kuaci ke dalam mulutnya.

"Ada yang maling itu mah Sur," ucap Niko.

Surya mengangguk. Tapi, siapa yang mencuri pulpen yang hampir habis itu? Maklum, pulpen hasil nyolong, jadi tidak ada yang masih tersegel. Tiba-tiba, mata Surya terfokus ke lima buah tutup pulpen yang muncul di saku Niko. Berwarna merah muda, biru, hijau, dan sisanya hitam. Persis seperti milik Surya yang hilang. Wah, ada yang tidak beres! "Menurut lo, siapa yang maling?"

Niko mengedikkan bahunya pura-pura tidak tahu. Mulutnya tidak henti-henti mengunyah kuaci. "Tapi mendingan dikasih pelajaran itu orang Sur, biar dia kapok!"

"Wah, gue setuju banget tuh!" seru Surya setuju. Ia berdiri dan pindha tempat duduk di samping Niko, membuat cowok itu terperangkap. Di samping kiri dan belakangnya tembok, depannya ada meja, dan di samping kanan dihadang Surya. Tangan Surya menepuk-nepuk bahu Niko cukup keras.

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang