Happy reading!
♥♥♥
Hampir larut dan Ansel mengantarkan Greta kembali ke rumah. Bulan sudah sadar sejak tadi dan Bintang belum juga menampakkan batang hidungnya. Entahlah, Ansel tidak tahu penyebabnya. Meminta Bulan untuk bercerita pun, sepertinya hanya akan memperparah keadaan wanita tersebut.
Greta menoleh ke samping. Ansel tetap dalam mode diam. Sebenarnya dia dapat menarik benang merah atas semua yang terjadi. Masalahnya, dia belum tahu penyebab Bintang pergi dan tidak pulang-pulang. Apa karena ketahuan selingkuh, ah tapi masa iya selingkuh? Yang Greta lihat selama ini keluarga mereka sangat bahagia. Lantas, karena apa? Dan sejak kapan?
Jiwa kekepoan sebagai seorang cewek sejati Greta meronta-ronta. Ingin sekali bertanya, tapi masa iya langsung bertanya secara frontal kepada Ansel apa yang tengah terjadi? Yang ada gaji pertamanya pun tidak dibayarkan nantinya.
"Lo enggak perlu kepo soal masalah keluarga gue. Karena gue enggak akan pernah mau cerita sama lo," ucap Ansel tiba-tiba. Saat ditengok, Ansel tetap fokus pada jalan raya. Seolah cowok itu baru saja mengigau.
"Iya juga, ngapain gue kepo? Dia enggak akan cerita Gre, lo siapa sih buat dia?" batin Greta dengan sedikit ngedumel tentunya.
Mobil Ansel perlahan melambat dan menepi tepat di depan gerbang rumah Greta. Terlihat Ambar juga Faren sedang duduk menunggu di teras rumah. Melihat wajah Greta, sepertinya tidak baik meninggalkan cewek itu untuk masuk ke sana sendirian.
Lagipula Ansel tidak mau dianggap tidak bertanggung jawab. Hanya itu. Bukan karena ia kasihan kepada Greta kalau kena marah.
"Kakak ngapain ikut keluar?" Greta membulatkan matanya saat Ansel telah berdiri di sampingnya untuk ikut masuk.
"Gue mau melakukan yang memang seharusnya gue lakukan. Ayo!" Cowok itu menggenggam tangan Greta untuk masuk ke dalam. Kalau tidak digenggam seperti itu, pasti cewek ini akan menolak dan mereka akan berdebat tanpa ujung.
"Assalamualaikum, tante. Selamat malam." Ansel mencium punggung tangan Ambar dengan sopan. Wanita itu menjawab seperlunya.
"Habis dari mana kamu?" tanya Ambar pada Greta. Mengabaikan Ansel begitu saja setelah menjawab salam cowok itu.
"Maaf tante, tadi saya yang meminta Greta untuk menemani saya ke rumah sakit. Mama saya tadi pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Sekali lagi saya minta maaf," ucap Ansel tanpa mengizinkan Greta untuk angkat suara.
"Kamu tau kan, Greta itu anak gadis dan ini sudah malam!"
Ansel mengangguk. "Tentu, saya akui saya memang salah sudah membawa anak gadis tante tanpa meminta izin terlebih dahulu, apalagi dia belum sempat pulang ke rumah sejak pulang sekolah." Ansel menatap Ambar beberapa detik sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Tapi, sebagai seorang anak, saya tentu khawatir ketika mama saya dikatakan masuk rumah sakit. Saya yakin, tante juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi saya. Dan untuk menyuruh Greta pulang sendiri, saya rasa itu lebih tidak bertanggung jawab."
Ambar terdiam. Benar, dia pun akan melakukan hal sama jika ibunya yang masuk rumah sakit. Tapi, satu lagi pertanyaannya. "Kenapa kamu bilang menyuruh Greta pulang sendiri lebih tidak bertanggung jawab?"
"Karena tadinya saya sudah dalam perjalanan mengantarkan Greta pulang."
Ya. Lagi-lagi Ambar membenarkan perlakuan Ansel. Daripada membiarkan Greta berhenti di tengah jalan dan naik kendaraan umum, yang dilakukan cowok itu lebih bertanggung jawab. Kalau pulang sendiri, bagaimana kalau Greta diganggu preman? Bagaimana kalau cewek itu tidak mendapat kendaraan umum? Baiklah, Ansel benar. Tapi, Greta juga salah karena tidak mengabari Ambar terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Hansel & Gretel
Teen FictionSEQUEL BUMI, BULAN, DAN BINTANG COMPLETED! ........................................................................................ Tidak akan ada cerita dua orang kakak-beradik Hansel dan Gretel yang terkurung dalam rumah permen. Hanya ada dua oran...