(Hanya) Teman

1K 133 99
                                    

Bae Irene adalah perempuan Korea pada umumnya. Sama seperti perempuan muda yang tengah memasuki fase kelabilan perubahan di akhir usia remaja dan menuju rentang usia dewasa yang berat. Irene dan seluruh kesibukannya sebagai mahasiswa tingkat akhir jurusan Psikologi membuat nya tumbuh menjadi perempuan introvert yang berusaha sebisa mungkin menjaga jarak dengan lawan jenis.

Ia tidak benci. Tidak sama sekali. Irene hanya merasa tidak nyaman. Ia masih ingat bagaimana risihnya saat siulan dan cat calling rajin menyapa nya dikala ia masih berstatus mahasiswa baru. Awalnya Irene fikir, mereka melakukannya karena terpesona pada paras cantiknya, tapi seiring perubahan usianya Irene sadar.

Para pria memang senang menggoda. Dan itu membuatnya tidak nyaman. Irene tahu ia harus menjaga dirinya, menjaga privasi dan membuat dirinya nyaman sekalipun harus membuat benteng dari pergaulan kampus.

Tapi itu sepertinya tidak berlaku untuk Song Mino.

"Kamu tinggal dimana?"

"Aku bisa naik bus dihalte depan"

Song Mino menyeringai, lalu kembali menatap hujan yang masih turun, seolah memberikan alasan bagi keduanya untuk tetap bersisian seraya mempersempit ketidak tahuan.

"Aku membawa kendaraan, kamu bisa menumpang" Sahutnya tanpa basa basi. Irene menyeringai mendengarnya. Kalimatnya barusan itu sebuah tawaran atau informasi belaka? Seperti mau tidak mau akhirnya harus menawarinya sebuah tumpangan.

"Tidak perlu"

"Kamu kedinginan dan akan semakin kedinginan kalau menunggu bus tiba"

Irene tertawa mendengarnya. Baiklah, mungkin semua pria memang seperti itu. Suka memberi perhatian tapi dalam bentuk sebuah paksaan.

"Bukan urusanmu"

Song Mino terdiam mendengarnya. Irene tertawa dalam hati. Jangan meremehkan postur tubuhnya yang mungil. Sekilas orang lain mungkin akan memandangnya sebagai perempuan lemah. Tapi ia memiliki senjata untuk memproteksi dirinya sendiri.

Mulutnya.

"Baiklah ... Ayo" Sahutnya lagi, melepaskan payung yang sejak tadi ia genggam, membukanya dan melebarkannya. Kepalanya mengedik kearah payung yang terbuka memberi tanda pada Irene untuk segara mengikutinya.

Irene mendengus. Tapi ia memilih mengikuti ajakannya. Tragis. Saat itulah Irene sadar kalau ucapan memang seringkali menjebaknya dan akhirnya membuat dirinya seolah mengingkari prinsipnya sendiri.

Seperti itulah awalnya mereka bertemu. Singkat dan tanpa kesan yang berarti. Baik Irene dan Mino tidak berusaha untuk saling menarik perhatian satu sama lain.

Mereka hanya terjebak. Dalam situasi yang mengharuskan mereka untuk bertemu. Padahal bisa saja mereka memilih untuk mengabaikan kesempatan itu.

Tapi sekali lagi. Takdir memang tidak bisa ditebak kemana arahnya.

***

"Kita ini temen kan?"

Itu yang sekali lagi Irene ucapkan saat delapan minggu dari pertemuan pertama mereka terlewati. Sore ini Mino mengajaknya keluar, hanya sekedar mengajak keluar. Sekedar makan dan menghabiskan waktu diluar rumah.

Jalinan hubungan yang terjadi diantara keduanya memang tidak ada yang istimewa. Hanya sebuah pertemanan diantara seorang pria dan wanita.

Untuk kesekian kalinya Mino mengedik bosan dan mengangguk. Membiarkan Irene menutup pintu SUV nya dan kemudian duduk disampingnya.

"Kita kemana?"

"Ketemu temen"

"Temen apa gebetan?"

HARU [ Mino x Irene ] FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang