Gemetar di tubuh Andrea masih belum hilang meski mobil Aaron sudah berhenti di parkiran bank. Jam makan siang sudah habis, waktunya kembali bekerja tetapi Andrea tidak bisa melakukannya dengan kondisi seperti ini. Ia masih shock, masih belum bisa percaya dengan apa yang dua puluh menit lalu terjadi.
Lockdoor masih ditahan oleh Aaron. Dia sendiri paham Andrea masih diliputi rasa shock. Aaron memilih memberi waktu pada wanita itu sampai tenang, tetapi saat sepuluh menit berlanjut tanpa sepatah kata pun, dia mulai berpikir, sesuatu terjadi dalam hati Andrea. Mungkin perbuatannya di lift tadi terlalu parah.
Aaron melepas seatbelt dan sedikit memajukan badan ke Andrea. Belum sempat dia membuka mulut untuk bicara, kepalanya sudah tersentak ke samping kanan secara keras. Aaron bisa mendengar deru napas Andrea semakin memberat.
"Buka pintunya."
Aaron menegakkan badan, tanpa menatap Andrea lagi, dia menuruti permintaan wanita itu. Membiarkan Andrea pergi tanpa menutup kembali pintunya, membuat Aaron cukup merasa bersalah.
Masih dengan menghalau rasa perih karna ditampar oleh wanitanya sendiri, Aaron berusaha menutup pintu mobil bagian Andrea lalu memakai seatbelt. Sore nanti dia akan menemui Andrea, menjelaskan semua kejadian yang dia lakukan di lift bukan karena ingin menjatuhkan harga diri wanita itu. Sama sekali bukan. Aaron kembali mengingat ketika Andrea menyeka keringat di pelipisnya saat makan siang tadi, membuat Aaron benar-benar terbakar. Lelaki mana yang memanfaatkan kata pedas hanya untuk pelampiasan napsu? Mungkin hanya dia. Hanya dia dari seratus orang yang tidak mau jujur. Sentuhan Andrea di pelipisnya adalah alasan sebenarnya Aaron melakukan fing*ring pada wanita itu. Hal yang sekarang justru membuat Aaron merasa bersalah.
Sial. Aaron melajukan mobil meninggalkan parkiran depan bank. Tak lupa membunyikan klakson dua kali untuk satpam yang menggerembol di pos. Sekilas dia mengusap pipi kiri bekas tamparan Andrea, pelan sambil menghela napas. Ini adalah kali pertama seorang wanita menampar pipinya selain Laras.
***
Andrea masih terpukul, itu benar. Menangis sendirian di toilet bank sudah dilakukan wanita itu selama hampir setengah jam. Beberapa pegawai bank yang tahu mulai berspekulasi tentang banyak hal. Hampir semuanya mengira Andrea putus dengan kekasih tampannya yang mengajak makan siang tadi.
"Dre, udah jangan nangis. Gue nggak tahu perasaan lo gimana, tapi berhenti nangisin diri lo!"
Andrea menggeleng kecil, air mata kembali menuruni kedua pipi. Beruntung hari ini ia tidak mengenakan make-up.
"Nggak bisa, Di. Gue bener-bener jatuh di depan Aaron. Dia pikir gue jal—"
"Sst!!" Dian memeluk Andrea erat, meredam tangis teman baiknya yang terus mengatakan kalau perbuatan Aaron di lift tadi terlalu menampar harga dirinya.
Cukup lama dua wanita itu berpelukan sampai Andrea yang melepas lebih dulu. Wanita itu mengusap kedua pipi secara kasar. Tangisnya tidak lagi terdengar tapi air mata masih saja menetes tanpa henti.
"Lo balik kerja aja." Andrea berusaha menahan guncangan bahunya.
"Harusnya gue di samping lo sampe lo tenang, Dre."
"Nggak usah, gue udah nangis, sekarang gue nggak apa-apa."
Dian cemberut. Kedua alis wanita itu terangkat melihat teman baiknya dibuat semenyedihkan ini dengan lelaki yang berani merenggut keperawanannya. Hati Dian mulai panas. Ia merogoh ponsel di saku blazer, mencari kontak dengan nama Andrea's BF untuk dihubunginya.
Kedua mata Andrea melotot. Ia kembali mengusap kedua pipi lalu merebut ponsel di genggaman Dian.
"Lo mau apa?!"
![](https://img.wattpad.com/cover/208167556-288-k896816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
• One Night In the Air •
Romance(17/21+) [COMPLETE] dipublish 12 Desember 2019 - tamat 23 Januari 2019 POV 3 [Aaron & Andrea] Dia lagi, dia lagi. Setidaknya itu yang membuat Andrea muak setelah menghadapi wajah Aaron beberapa hari terakhir. Andrea pikir, lelaki itu seperti tidak a...