Kebutuhan sandang dan pangan itu perlu. Terutama pangan bagi Andrea yang sedang mengandung anak Aaron. Demi memuaskan rasa haus dan lapar, Andrea rela memiliki kebiasaan mengunjungi supermarket terdekat, hampir setiap hari. Ia membelanjakan uang dari Aaron tanpa perhitungan. Apa pun yang dirasa enak, Andrea membelinya.
Itu tidak masalah bagi Aaron. Selagi Anderson tidak dalam kondisi jatuh hingga pailit, Aaron bahkan dengan senang hati membiarkan Andrea belanja apa pun. Tetapi ... satu yang tidak disukai Aaron, dia benci saat Andrea menilai sesuatu dari luarnya. Seperti saat mereka sedang di supermarket, Aaron sering mengikuti jejak Andrea yang baru memilih roti. Biasanya rasa lapar Andrea tidak bisa ditahan sampai rumah, sambil memilih pun ia sudah membuka salah satu roti tersebut. Dan hanya satu gigitan saja, Andrea tidak lagi menghabiskan rotinya. Setiap Aaron bertanya kenapa, Andrea selalu menjawab,
"Gambarnya selai stroberi, kirain manis, ternyata asem-asem gimana gitu."
Kejadian itu bahkan berlangsung lebih dari tiga kali. Mulai dari selai stroberi hingga kacang, Aaron sampai bingung harus melarangnya seperti apa, karena setiap dilarang pun Andrea akan sedih dan menangis.
"Enak kayaknya."
Aaron memicing was-was. Waktu berlanjut lumayan cepat, hingga mereka kini sedang berada di supermarket dekat rumah dengan kondisi yang hampir sama, berdiri di depan rak agar-agar instan.
"Rasa lidah buaya," gumam Andrea lagi.
Agar-agar rasa lidah buaya tersebut hampir jatuh ke keranjang jika Aaron tidak mencegahnya. Aaron mengembalikan si agar-agar ke tempat semula, lalu mengambil sepuluh agar-agar instan beragam rasa kecuali lidah buaya.
Wajah Andrea mengerut. "Aku maunya rasa lidah buaya, kok! Kenapa diganti sepuluh macam rasa??"
"Percaya, kamu nggak akan suka, Sayang."
"Kan belum dicoba, kamu kok gitu, sih? Diskriminasi sama si lidah buaya!" Sambil merengut, Andrea mengembalikan sepuluh agar-agar instan pilihan Aaron. Ia kembali mengambil yang rasa lidah buaya.
"Nggak akan kemakan."
"Diem, deh. Orang belum dicoba udah bilang nggak kemakan. Awas ya kamu makan agar-agarnya nanti malem!"
Mulut Aaron terkunci rapat. Dia memilih pasrah setelah Andrea melanjutkan jalan. Sambil mendorong trolly pun, Aaron masih mengawasi sang isteri yang berjalan di depan. Dia tidak mau kejadian si agar-agar lidah buaya kembali terulang.
"Sudah belanjanya."
"Belum, aku pengen makan es krim."
"Es krim ada di depan, Andrea." Setengah gemas Aaron berusaha mengarahkan Andrea ke kasir. Dia mendorong trolly lebih cepat supaya bisa bersisian dengan Andrea. Sedikit demi sedikit, Aaron mengarahkan trolly tersebut agar Andrea tidak punya jalan menuju rak-rak lain.
"Kamu bisa bawa trolly nggak, sih?!"
Perlahan Aaron menghela napas. Niatnya gagal karna terendus lebih dulu.
"Mau ke mana lagi?"
"Mau beli es krim, Mas. Anakmu pengen es krim, kenapa dihalang-halangin jalannya??"
"Es krim ada di depan, kamu jalan ke samping."
Andrea menoleh ke bagian kasir. Memang, tiga buah showcase ada di sana. Dua di antaranya berisi kentang goreng dan sosis beku, sementara yang satu merupakan es krim.
"Oh, kalo gitu aku cari susu bumil dulu."
"Di rumah masih ada lima." Wajah Aaron mulai kelihatan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
• One Night In the Air •
Любовные романы(17/21+) [COMPLETE] dipublish 12 Desember 2019 - tamat 23 Januari 2019 POV 3 [Aaron & Andrea] Dia lagi, dia lagi. Setidaknya itu yang membuat Andrea muak setelah menghadapi wajah Aaron beberapa hari terakhir. Andrea pikir, lelaki itu seperti tidak a...