6. Getaran Hati

12.8K 844 104
                                    

Aaron menuang teh dari poci yang selalu dibuat Laras untuk menyuguh Akssa. Kepulangannya dengan Darren malam ini sedikit terasa memberatkan karna dia harus merelakan Andrea.

Senyum membentuk samar di bibirnya, dia mengingat bagaimana Andrea terlihat sedikit lesu mendengar keputusan Aaron untuk tetap memilih pulang. Dia memang sudah berjanji untuk menemui wanita itu secepatnya setelah datang ke rumah, tetapi melihat wajah senang Laras begitu menyambut kepulangan anak kembarnya membuat Aaron ragu untuk segera pamit pergi.

"Mikirin apa?"

Sekali lagi, Aaron tersenyum saat Laras tiba-tiba berdiri di sampingnya. Dia sedikit bergeser memberi tempat Laras mengambil teh poci untuk Akssa.

"Bukan apa-apa."

"Ibu nggak buta, ya. Selama sembilan bulan lebih kamu sama Darren ada di rahim Ibu. Seribu satu ekspresi kalian pun Ibu hapal."

Aaron terkekeh kecil. Dia membalikkan badan. Bokongnya menyangga pada pinggiran meja sementara sebelah tangan memegangi secangkir teh.

"Ibu berlebihan."

"Berapa kali kamu punya masalah yang Ibu nggak tahu sejak awal?"

Aaron mendengung sebentar. "Belum ada."

"So?" Laras menatap sambil senyum lelaki tampan di sampingnya. Ia membelai kepala Aaron dengan penuh kasih sayang. "Let me know who is the lucky woman you are going to marry," tebak Laras kemudian.

Kali ini bukan senyum samar yang memperindah wajah Aaron, lelaki itu sedikit melebarkan senyum sampai memperlihatkan barisan gigi rapinya. Aaron menyesap teh perlahan. Membayangkan wajah Andrea tadi sore yang sempat menggemaskan. Laras memang pintar untuk menebak.

"Aku belum jawab soal apa, tapi Ibu sudah menebak."

"Dan benar?"

Aaron mengangguk pelan. "Sedikit."

Kening Laras mengerut curiga. Ia ikut berbalik sambil menggenggam satu cangkir khusus yang hanya boleh digunakan oleh Akssa.

"Kenapa sedikit?"

"Ibu mungkin sulit menerima."

"Oh, jadi kita bicarain cinta terlarang antara kamu sama one night stand-mu, yang jelas-jelas terhalang restu dari Ibu?" Wajah Laras berubah asem seketika. Ia benci jika Aaron ketagihan menggunakan one night stand.

Kekehan kecil terdengar dari Aaron. Lelaki itu menyesap teh untuk kedua kalinya. Lagi-lagi dia mendengung lirih.

"Hm ... ada benarnya, ada kelirunya."

"Di mana benarnya sama di mana kelirunya?"

Aaron melirik pada wanita nomor satu yang harus dia cium kedua kakinya, jika itu perlu. "Ibu nggak perlu tahu. C'mon ...."

Laras mendesah berat. Ia memang sudah hapal dengan Aaron yang sulit membuka diri dengannya. Beda dari Darren yang mudah terkena pancingan. Sejak Aaron terus menuruti apa kemauan Akssa yang ingin menjadikan Aaron sebagai salah satu anak berhasil di Indonesia, Aaron semakin susah untuk disentuh.

"Ibu nggak berharap tahu kalau memang masalah one night stand. Ibu cuma nggak mau kamu hamili salah satu dari mereka terus nyembah-nyembah ke Ibu buat kasih restu." Laras mengacungi Aaron sekilas. "Even if you kiss my feet thousands of times, that won't happen."

"Dia bukan one night stand." Aaron menghela napas berat, terpaksa membuka diri.

"Tapi?"

"Dia wanita baik. Masalahnya ada padaku."

• One Night In the Air •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang