19. It Ain't No Need to Cry.

6.2K 468 15
                                    

Tidak ada jalan keluar bagi Andrea untuk lepas dari kemarahan Aaron. Meski tetap diam, Andrea tahu Aaron berada dalam kondisi kesal setelah tahu ia menemui Axel di food market. Andrea ingin mengeluarkan beberapa patah kata, tapi pikiran dan hatinya bertentangan satu sama lain.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Hampir limabelas menit berkendara, suasana mobil masih sama saja seperti awal Andrea dan Aaron masuk, sunyi. Bahkan, radio pun tidak dinyalakan membuat Andrea semakin merasa takut.

"Aku dapet pesan dari Axel, dia bilang liat aku di Heritage, jadi dia nawarin ketemu." Hati-hati Andrea mencoba menjelaskan.

Tidak ada reaksi dari Aaron. Dia hanya diam dan fokus ke jalanan. Menyetir dengan tangan kiri sementara tangan kanannya ditekuk dan disandarkan ke siku jendela mobil. Kalau boleh Aaron mengebut di jalanan, pasti sudah dia lakukan. Mengingat dia membawa Andrea yang mengandung anak mereka, Aaron gagal memijak gas dalam-dalam.

"Terus aku sama Dian ke food market. Kita cuma say hello aja, habis itu kamu telpon aku jadi ketemunya nggak sampe sepuluh menit." Andrea memberanikan diri untuk menoleh. Masih terlihat ekspresi Aaron dingin dan datar. Andrea mendesah kecil. Aaron benar-benar marah sampai-sampai mendiamkam semua penjelasannya.

Seperti tak kehabisan akal, Andrea merogoh isi tas, mengambil sesuatu yang menjadi perdebatan antara dirinya dan Aaron sejak kemarin sore.

"Aku kembaliin. Semua belanjaan enggak sampe limabelas juta, kok."

Aaron mengambil kartu tersebut tanpa menoleh ke Andrea. Mulutnya masih bungkam, dan tidak sedikit pun dia merespon ucapan sang isteri. Aaron ingin Andrea tahu betapa kesal dan marahnya dia mengetahui pertemuan tadi. Sudah tahu Aaron sangat membenci kehadiran Axel yang dekat-dekat dengan Andrea, tetapi seperti pura-pura bodoh, Andrea justru menemui lelaki sial itu.

Susana dalam mobil seperti neraka. Aaron tahu Andrea susah payah memikirkan topik obrolan sementara dirinya hanya diam. Bahkan Aaron ikut buta mengetahui Andrea gelisah di tempat duduk.

"Mas, aku dari tadi belum makan. Aku laper."

"Makan."

"Kamu juga laper? Kita makan di resto deket kantormu, yuk??"

"Hm."

Senyum yang barusan terpasang di wajah Andrea memudar dalam hitungan detik. Respon Aaron begitu dingin. Tidak ada manis-manisnya seperti sebelum kejadian food market Heritage. Andrea menghela napas sendu. Meski mobil pada akhirnya menuju ke restoran yang Andrea minta, hati Andrea masih sedih melihat Aaron tak punya antusiasme.

Sepuluh menit kemudian, mereka tiba di sebuah restoran seafood langganan yang terletak di dekat kantor Aaron. Tanpa kata-kata lainnya, begitu mobil selesai diparkirkan pun, Aaron langsung keluar seperti orang masa bodoh. Andrea barusaja ingin buka mulut, meminta Aaron membukakannya pintu tetapi terlambat. Kini Andrea memilih mandiri setelah mendengar Aaron menutup pintu mobil sedikit keras.

Hati Andrea ciut.

Aaron membiarkan Andrea melangkah lebih dulu ke meja pemesanan. Wanita itu tampak memesan dua porsi makanan favorit mereka yang disambut datar oleh Aaron. Mood-nya turun drastis sore ini.

Tiba-tiba lengan Aaron digamit Andrea setelah memesan menu. Ia menarik Aaron menuju meja favorit mereka yang ada di sudut restoran.

"Barusan ada menu baru kata waiters-nya. Kerang hijau pake campuran jamur gitu, Mas." Andrea tersenyum antusias, memancing reaksi Aaron yang ternyata masih sama saja.

Sebuah lirikan masa bodoh dilemparkan Aaron beberapa detik. Lelaki itu memilih diam dan memainkan ponsel. Berhubung Andrea sedang hamil, Aaron memang sudah berniat untuk tidak merokok di depan Andrea.

• One Night In the Air •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang