3. Tergoda

14K 888 172
                                    

"Aku menolak menikahimu."

Andrea getir mendengar penolakan Aaron tentang tawarannya. Ini bukan hal yang mudah untuk diucapkan Andrea. Tetapi saat mereka harus duduk berhadapan di sebuah meja bundar yang biasa digunakan para satpam bank berisitirahat, Andrea perlu mendorong Aaron supaya bertanggung jawab. Tetapi, jawabannya terlalu bisa ditebak, lelaki itu menolak.

"Oke, kalo gitu kamu sendiri yang pilih kita pacaran."

Mendengar kepercayaan Andrea yang melambung, Aaron memilih melipat tangan di depan dada. Lelaki itu menahan senyum tipis saat menatap permukaan meja depannya.

"Itu sulit dilakukan."

"Jadi kekasihmu? Sesulit apa sampe kamu harus bilang kayak gitu?" tantang Andrea ikut melipat tangan di depan dada.

Kedua mata elang Aaron menatap tajam wanita di depannya. Wanita yang dia pikir akan mudah dihadapi justru terlalu sulit, bahkan untuk sekadar diajak berunding.

"Aku bisa belikan obat penggugur, atau semacamnya untuk—"

"You lose the god damn mind." Andrea mendengkus tak percaya. Ia mulai membalas tatapan Aaron dengan sengit. "Kalau pun aku emang hamil anak kamu, jangan harap aku bakal gugurin anak itu! You must to learn how God created humans. Excuse me, but why are you so rude to interrupt His duties?"

Badan Aaron maju ke meja. "It doesn't matter how God created us, ini hanya masalah aib."

"Terus?!" Suara Andrea meninggi membuat Aaron tak enak sendiri dengan empat satpam yang bergerombol di pos. Menikmati interaksi mereka dalam diam.

Merasa tidak punya titik terang, Aaron memilih menghela napas. Lelaki itu tidak punya pilihan lain untuk menyelesaikan urusannya dengan Andrea. Wanita itu jelas-jelas memberinya dua opsi tersulit yang dia tolak secara langsung. Andrea menolak opsi uang yang muncul dari pihaknya, membuat Aaron merasa tidak ada jalan lain untuk menerima opsi kedua dari Andrea.

"Oke. Ini hanya formalitas."

Dalam hati Andrea tersenyum. Ia menjulurkan tangan untuk menjabat Aaron. "Kita sepakat. Peraturannya, jangan pernah nolak apa yang aku minta. Aku nggak mau pake obat, aku juga nggak mau cek ke dokter. Kamu jadi kekasihku sampe masa haid-ku datang. Kalo aku hamil, kamu harus tanggung jawab. Kalo aku nggak hamil—"

"Kita berakhir."

Andrea meneguk saliva. Ia menyempatkan menarik napas berat sebelum mengangguk dengan terpaksa. Entah, apa yang membuatnya merasa berat, tetapi mendengar kata berakhir bahkan sebelum mereka memulai, terasa amat membebani.

"Oke. Sekarang kamu milikku dan aku milikmu. Kita pacaran."

"Satu hal yang perlu kamu tahu, Andrea."

Dagu Andrea terangkat sedikit mendengar ucapan Aaron. Sementara matanya ditatap tajam oleh lelaki bermata cokelat terang itu. Seakan menghipnotis Andrea untuk tunduk di bawahnya.

"Saat aku memenuhi tanggung jawabku kepadamu, kamu juga harus memenuhi tanggung jawabmu kepadaku."

Kening Andrea mengerut. "Lebih jelasnya?"

"Bertingkah selayaknya kekasih sebenarnya."

Ada senyum kecil di bibir Aaron yang membuat Andrea mematung. Permintaan Aaron mungkin terdengar mudah dan sepele, tetapi jika ditelaah lebih jauh, satu permintaan itu mengandung puluhan hal yang perlu Andrea pertimbangkan. Ia dibodohi.

***

Sepanjang hari saat bekerja, Andrea tidak bisa memfokuskan diri hanya karna memikirkan Aaron. Ia sering kali membuat kesalahan saat memenuhi permintaan nasabah, mencetak lembaran rekening koran, atau memberikan informasi-informasi penting yang biasanya ia hapal.

• One Night In the Air •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang