Tepat lima hari berlalu, semua rencana pernikahan Aaron sudah matang. Mulai dari gaun, tempat, catering, dekorasi, sampai dengan undangan. Aaron rela mengajukan cuti selama dua minggu hanya untuk acara agung dalam hidupnya.
Suara korden dibuka membuat Aaron medongak. Kedua matanya memberat, hampir dua malam dia terjaga untuk mengurusi perihal dekor.
"Kok kebayanya udah sempit?"
Sebelum berdiri, Aaron memijat pelipis sesaat. Lelaki itu bahkan sudah tidak bisa tersenyum. Dia mendekati calon mempelai wanita yang hampir lima kali ini menjajal gaun yang sama.
"Bagus."
Andrea berdecak, kedua tangannya ia simpan di kanan-kiri pinggang. "Aku nggak tanya kebayanya bagus apa enggak, aku tanya kenapa kebayanya udah sempit. Emang aku gendut?"
Ini lagi, pikir Aaron merasa hampir muak.
Aaron akhirnya menyunggingkan senyum. Dia mengecup sekilas bibir Andrea. "You look beautiful."
"Tapi kebayanya sempit. Nikahnya masih nanti sore, masih ada waktu 'kan buat cari kebaya baru?"
"No!"
Kening Andrea mengerut samar. Ia ingin bertanya kenapa tetapi Aaron buru-buru menyuruhnya berputar. Lelaki itu meneliti tubuh Andrea yang terlihat sangat seksi saat mengenakan kebaya tersebut. Ukurannya terlalu pas, mungkin Andrea memang menggendut selama beberapa jam setelah terakhir kali ia menjajal kebaya tersebut.
"Acara dimulai jam empat sore, dan badanmu masih bagus."
Andrea memicing. "Yang bener .... Perut aku udah gede, nih!"
"Masih rata."
"Tapi sesek, aku nggak bisa makan banyak nanti di nikahan kita. Tuker, ya??" Dengan segenap perasaan, Andrea mengeluarkan ekspresi puppy eyes. Ia bahkan sengaja melingkarkan kedua lengan di leher Aaron, mencoba membujuk lelaki itu supaya mau menurutinya.
"Tuker ya, Daddy??"
Aaron mendengkus mendengar panggilan Andrea. "Kamu bukan Binar."
"Mmm ... Daddy." Bibir Andrea manyun membuat Aaron justru tergoda menciumnya. Ia terkikik geli merasakan ciuman Aaron. Niat hati ingin membujuk, Andrea justru terpancing jebakan sendiri.
"Tubuhmu masih bagus," bisik Aaron sambil meremas sebelah bokong Andrea.
Mendapat perlakuan tak senonoh, Andrea langsung memberikan tinjuan kecil ke perut Aaron. Ia cemberut melihat sang kekasih terkekeh kecil di depannya.
"I love you."
Itu lagi, kedua bola mata Andrea memutar malas. Lima hari yang lalu Aaron pertama kalinya mengucapkan kalimat tersebut. Andrea sama sekali tidak menjawab. Ia memilih menulikan kedua telinga pada tiga kata tersebut, bahkan sampai sekarang. Meski hatinya terus bergetar aneh setiap mendengar Aaron mengucapkannya, tapi Andrea tetap teguh. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal, entah apa, yang jelas itu mampu mempertahankan keteguhan Andrea untuk tidak membalas ucapan sayang Aaron.
Tanpa berkata lain, Andrea melepas pelukan Aaron pada tubuhnya. Ia mendorong dada Aaron supaya mundur beberapa langkah sebelum Andrea menutup korden pembatas ruang ganti. Setelah korden tertutup rapat, Andrea mendesah pelan.
Wanita mana yang tidak mencintai Aaron?
Aku, mungkin cuma aku.
Andrea memejam erat. Kebohongan mana lagi yang ingin ia ciptakan. Andrea berusaha membuat otaknya memberi perintah menolak, sementara hatinya berkata lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
• One Night In the Air •
Romansa(17/21+) [COMPLETE] dipublish 12 Desember 2019 - tamat 23 Januari 2019 POV 3 [Aaron & Andrea] Dia lagi, dia lagi. Setidaknya itu yang membuat Andrea muak setelah menghadapi wajah Aaron beberapa hari terakhir. Andrea pikir, lelaki itu seperti tidak a...