16. Detak Jantung

9.4K 851 115
                                    

Hamil di luar nikah adalah aib besar apalagi dalam lingkup pekerjaan Andrea. Wanita itu mesti menutupi rasa mual di depan teman-teman bank. Hanya bermodal minyak angin, Andrea mencoba duduk diam dan berdo'a agar perutnya bisa terkondisi sampai sore. Bahkan Andrea belum sempat memberi kabar bahagia tersebut pada Dian. Wanita itu belum siap. Andrea pikir, lebih sedikit orang yang tahu, maka semuanya akan aman.

Tetapi, tidak dengan Axel yang memilih menjaga jarak aman dengan Andrea. Lelaki itu sedang berpikir, mampukah ia menghadapi Aaron yang memang terkenal killer dalam segala hal, termasuk wanita.

Pintu ruang manager diketuk, Axel yang masih melamunkan tentang Andrea dan Aaron, sedikit membenarkan posisi duduk.

"Masuk."

Axel menarik napas melihat Andrea adalah orang yang mengetuk pintu. Lelaki itu memilih menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Ia menatap Andrea tajam dari kepala hingga paha, karna meja di depannya membuat Axel tidak mampu menjangkau kaki Andrea. Aroma minyak angin tercium sedikit menyengat.

Tanpa ijin lebih dulu, Andrea duduk di kursi depan Axel. Ia sibuk memaparkan beberapa lembar kertas yang perlu ditandatangani Axel.

"Minta tandatangannya, Pak." Andrea menatap polos pada Axel. Berharap lelaki itu segera melakukan tugasnya, tetapi tidak, Andrea masih harus menunggu karna Axel hanya menatap datar kertas-kertas di depannya.

"Pak," tegur Andrea lagi, ia bahkan mengetuk meja dua kali. Andrea bisa melihat sudut kiri di bibir Axel juga ada sedikit memar seperti Aaron.

"Kamu hamil?"

Andrea sudah tidak terkejut lagi. Ia justru mengambil minyak angin yang ada di saku blazer dan menghirup aromanya. Tiba-tiba saja rasa mual datang.

"Saya nggak harus jawab pertanyaan Bapak."

"Saya juga nggak harus menempatkanmu di bank jika itu memang benar," balas Axel sama kejamnya.

Sekarang Andrea dibuat kesal oleh sikap tersebut. Andrea menaruh minyak angin terapi ke atas meja, gerakannya kasar. Ia menatap sengit pada Axel yang justru masih kelihatan datar.

Andrea mengulum senyum gemas. "Kemarin malem, kenapa Bapak ke rumah saya? Ada laporan yang kebawa di tas saya?"

Sebisa mungkin Andrea mengalihkan topik, tetapi itu bisa dengan mudah dihadapi Axel. Lelaki itu tampak mengangguk tenang.

"Ada sesuatu yang perlu saya tanyakan, dan barusan sudah saya tanyakan. Kamu hamil, Andrea?" ulang Axel, kini ada senyum tipis terulas di bibir.

Untuk sesaat Andrea bungkam. Ada banyak hal yang perlu ia pikirkan sebelum menjawab jujur. Tentang pekerjaan, seperti yang diucapkan Axel sebelumnya, lalu tentang status Axel sendiri yang berada di red zone bersama Aaron. Axel punya potensi kuat untuk tetap mengejarnya, Andrea tahu itu. Kalau tidak, untuk apa Axel harus repot-repot bertanya, seharusnya lelaki itu sudah berhenti mengejar Andrea sejak ia tahu Andrea tidak lagi virgin.

Axel terkekeh kecil, membuat Andrea yang masih diam berpikir, menatap lelaki itu dengan bingung.

Beberapa kertas yang diajukan Andrea, sekarang sudah ditandatangani oleh Axel, tetapi semua kertas itu tidak bisa seenaknya dibawa Andrea, Axel masih menahan dalam genggaman.

"Jawab dulu pertanyaan saya."

"Jadi saya harus buat surat resign besok pagi?" Andrea sengaja memberikan kode.

Wajah Axel yang sebelumnya masih diselipi senyum, kini datar tak berekspresi. "Kamu hamil," gumam Axel meyakinkan.

"Kalo emang wanita hamil nggak boleh lagi kerja di bank, saya mundur." Andrea mengambil beberapa kertas dalam genggaman Axel kemudian berdiri, ia segera keluar dari ruangan tersebut setelah meninggalkan satu anggukan sopan.

• One Night In the Air •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang