14. Pertengkaran

8.4K 802 139
                                    

Cuaca di luar sedang hujan deras. Lasmi khawatir kalau acara yang dijanjikan Aaron di rumahnya akan batal dan sia-sia. Bukan karena lamarannya, tetapi karena masakan rawon lezat dua panci besar yang berhasil dibuat Lasmi akan dikemanakan kalau tidak dimakan?

Sambil terus mengintipi depan rumah, Lasmi berusaha menenangkan detak jantungnya yang berpacu liar di dalam. Kebaya modern yang bulan lalu dibelinya di pasar depan perumahan ia pakai dan sekarang sudah basah di bagian punggung. Produksi keringatnya tumpah ruah karna panik.

"Dre, kayaknya Aaron sekeluarga nggak jadi dateng??" Lasmi melirik ke jam dinding di atas pintu kamar Andrea. "Udah jam setengah delapan. Di luar juga hujan deres."

"Dateng, Bu. Aaron selalu tepati janjinya, kok."

Kalimat tersebut masih belum bisa menenangkan rasa gelisah Lasmi. Wanita itu semakin tidak nyaman pada posisi duduknya. Tetapi, saat lampu mobil kelihatan menyorot terang di depan rumahnya, Lasmi buru-buru berdiri. Bahunya dirangkul Andrea, membuatnya menoleh dan tersenyum sedikit lega.

"Dateng 'kan, Bu ...."

"Ambilin payung, Dre. Aduh, hujannya deres banget, kasian mereka mau masuk rumahnya gimana??" Lasmi kembali panik seperti ayam petelor yang ingin disembelih.

Kepanikan itu berangsur hilang saat seorang supir turun membawakan payung untuk majikannya. Lasmi semakin merasa rendah. Bahkan, keluarga Aaron punya supir yang selalu siap sedia saat hujan sekali pun. Tanpa Andrea sadari, Lasmi meremas kedua tangan dan matanya berlinang takut. Ia takut seandainya keluarga Aaron akan memandang rendah statusnya, atau bahkan ia yang merasa sangat tidak pantas memiliki status dengan keluarga Aaron.

"Selamat malam ...." Meskipun sanggul dan area bahunya sedikit basah, Laras tetap tersenyum lebar karna sudah disambut oleh dua wanita cantik yang terpaut umur jauh, Lasmi dan Andrea.

"Selamat malam, selamat datang di gubuk saya, Bu ...." Dengan gemetaran Lasmi menjabat tangan wanita bersanggul kecil yang mengenakan kebaya Solo. "Mari-mari masuk, kalian semua jadi kehujanan."

Laras dan Akssa segera masuk diikuti rombongan lainnya. Mereka tampak bahagia dan tidak sedikit pun melayangkan tatapan mencela saat memasuki rumah Lasmi. Meskipun bangunannya tua dan tidak luas, tetapi rumah tersebut terawat betul hingga dipandang pun tidak kelihatan reyot.

"Perkenalkan, Ibu .... Nama saya Laras, saya Ibunya Aaron, dan ini-" Laras memegangi sebelah bahu Akssa yang malam ini mengenakan batik sutera. "Suami saya, Akssa. Di belakang ada teman sekeluarga yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri."

Lasmi dibuat terharu dengan itu semua. "Terima kasih ... sudah sudi mengunjungi rumah saya. Saya sendiri Lasmi, Ibunya Andrea Jihan, Bu. Mari duduk dulu. Aduh, cah bagus ini makin ganteng aja." Lasmi menepuk-nepuk bahu lelaki yang memiliki tahi lalat di pelipis.

Lelaki tersebut lantas menatap bingung pada Laras. Seakan mengerti, Laras buru-buru memanggil Aaron yang baru mau memasuki rumah tersebut setelah memarkirkan mobil.

Begitu Aaron masuk, Lasmi langsung melongok dan dibuat super terkejut. "Kok ada dua?!" Setelah itu ia buru-buru menutup mulut sekilas, malu sendiri.

"Mereka kembar, Bu." Akssa menjelaskan setelah duduk di sofa single yang sudah sobek di beberapa bagian.

Masih menahan malu, Lasmi akhirnya mengangguk kecil. Ia mempersilakan beberapa anggota lain yang belum kebagian tempat duduk, untuk duduk di beberapa kursi plastik yang ada. Di rumah Lasmi banyak sekali kursi plastik, karna dulunya ia pernah punya niat membuka warung sebelum suaminya meninggal.

"Maaf, hanya duduk berdempet-dempetan dan pakai kursi plastik. Rumahnya memang kecil." Lasmi sampai tak enak melihat wanita berkacamata yang anggun justru duduk di kursi plastik mengelupas.

• One Night In the Air •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang