Dengung mesin AC mengisi kesunyian ruang manager milik Axel. Lelaki itu duduk dengan satu tangan bergerak membelai dagu beberapa kali. Ia menimbang, mengukur, atau apa pun itu kosa kata yang tepat saat Axel memikirkan Andrea. Ada sesuatu yang membuat Axel terlalu menyukai wanita itu.
Axel memutar kursi hingga menghadap ke belakang. Kedua matanya memejam saat menemukan tembok putih tanpa hiasan apa pun di depannya. Kegiatan tersebut merupakan satu-satunya healing bagi Axel yang sedang kalut atau lelah.
Calon suami Andrea.
Meskipun terpejam, Axel bisa tersenyum miring mengingat lelaki yang kebetulan ditemuinya bersama Andrea dua hari lalu, terasa begitu mendominasi.
Lelaki berumur 33 tahun itu membuka mata, kembali membelai daerah dagu sebelum berpikir tentang berbagai kemungkinan yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan Andrea. Tetapi pikiran Axel kemudian buyar begitu mendengar pintu ruangannya diketuk seseorang.
"Masuk." Axel memutar kursi. Sedikit terkejut melihat seorang wanita masuk membawa setumpuk berkas. Wanita itu bukan wanita biasa, ia Andrea.
Axel tersenyum, mempersilakan Andrea duduk untuk memberikan beberapa berkas yang perlu ia tandatangani.
"Pagi, Dre."
Andrea membalas senyum. "Pagi, Pak. Ini ... ada beberapa kertas yang perlu tandatangan Bapak."
Axel menerima semua berkas tersebut, membacanya satu-satu dengan teliti. "Gimana soal pencairan deposit?"
"Aman, Pak."
"Saya masih punya banyak orang yang ingin pencairan." Sambil membubuhkan tandatangan, Axel tersenyum dan sesekali melirik Andrea.
Yang dilirik tentu tahu apa maksud ucapan Axel barusan. Andrea memilih menarik napas pelan tanpa melunturkan senyum di wajah. Ia tahu, seorang manager bank haruslah pintar dalam segi akademik dan lain hal, termasuk Axel. Karena lelaki di depan Andrea itu bahkan terlalu pintar untuk sekadar melancarkan taktik tersembunyi.
Axel menghela napas begitu selesai menandatangani. Ia menatap Andrea setelah mengembalikan bolpoin ke tempatnya. Axel mengumpulkan semua berkas tadi, ingin memberikannya kepada Andrea, tetapi saat wanita itu juga menggenggam sisi lain dari setumpuk kertas tadi, Axel menahannya.
"Jadi ... kalian satu tahap lebih maju?"
"Maaf, Pak, tapi ada banyak nasabah yang nungguin berkas ini keluar," balas Andrea menahan kesal. Argumen itu dimulai lagi, pada akhirnya.
"Jawab dulu pertanyaan saya, setelah itu saya masih ada pertanyaan lain, baru kamu boleh keluar."
Spontan Andrea melotot. Beraninya Axel berlaku seperti itu sementara para nasabah sedang menunggu di luar. Setelah sedikit menaikkan dagu untuk berusaha menang, Andrea terpaksa mengangguk setuju dan Axel benar-benar memberikan berkas tadi ke Andrea.
Kedua tangan Axel saling merangkum di atas meja. Tatapannya tajam meskipun bibirnya terus saja menampilkan senyum menawan.
"Y-ya, kami satu tahap lebih maju."
"Alasannya?"
Kening Andrea mengernyit. Jawaban dari pertanyaan tersebut begitu susah untuk sekadar asal dijawab.
"Dia bertanggung jawab."
Axel mengangguk sekali. "Sekarang bayangkan jika kami bertukar posisi. Kamu jangan minta pertanggung jawaban dari lelaki itu, tetapi saya yang akan bertanggung jawab. Kamu menerima saya?"
"W-what?"
Melihat Andrea tak bisa berkata-kata, Axel kembali tersenyum manis. Lelaki itu sedikit memajukan badan ke meja.
![](https://img.wattpad.com/cover/208167556-288-k896816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
• One Night In the Air •
Romance(17/21+) [COMPLETE] dipublish 12 Desember 2019 - tamat 23 Januari 2019 POV 3 [Aaron & Andrea] Dia lagi, dia lagi. Setidaknya itu yang membuat Andrea muak setelah menghadapi wajah Aaron beberapa hari terakhir. Andrea pikir, lelaki itu seperti tidak a...