Kini suara alarm membangunkan Rara dari tidurnya.
'Astagfirullah, aku ketiduran. Aa juga kayaknya tadi malem gak tidur di kamar. Jadi pesan itu benar?' gumam Rara sedih melihat kasur di sampingnya masih rapih.
Tak mau berlarut dalam kesedihan Rara pun langsung mengambil wudhu dan menyiapkan sajadah juga sarung untuk suaminya.
Sudah lama Rara menunggu suaminya tetapi seseorang yang di tunggu pun tak muncul. Dirinya memutuskan untuk melaksanakan shalat tahajud sendiri lagipula bentar lagi akan memasuki waktu subuh.
Hanya kepada-Nya lah Rara bisa berbagi masalah tanpa berbicara panjang lebar. Hanya kepada-Nya lah Rara bisa mengadu tanpa membeberkan semua masalah yang terjadi pada keluarga kecilnya itu.
Sudah tau bukan? Jikalau seorang perempuan jika sudah dinikahi maka surganya kini ada di telapak kaki sang suami. Juga suami istri itu bagaikan baju yang mana sang suami harus menjaga sang istri karna sang istri itu pakaiannya juga sebaliknya. Janganlah pernah ada di antar suami/istri yang membeberkan masalah rumah tangga mereka termasuk kepada keluarga mereka sesungguhnya itu ialah Aib.
Setelah shalat subuh, Rara turun ke dapur untuk menunaikan kewajibannya yaitu memasak untuk suaminya juga dirinya.
"Bismillah." satu kata yang dapat mengubah segalanya. Rara selalu mengucapkan itu di awal semua kegiatannya.
Sekitar 10 menit Rara bisa membuat sarapan untuk dirinya juga sang suami. Hingga tak lama
terdengar salam dari seseorang yang kini sedang menuju ruang makan."Wa'alaikumussalam. Udah pulang?" salam Rara yang mencoba seperti biasanya. 'Maaf ya Aa, aku masih kesel sama Aa. Jadi lagi gak mau manggil nama Aa.'
"Wah, Umi masak apa nih? Tau aja kalau Abi udah laper banget." setelah mengecup kening sang istri, Adli pun langsung menduduki kursinya.
"Ekhem, mau kerja jam berapa?" tanya Rara sambil menyendokkan nasi di piring Adli.
"Insyaallah jam 7. Mau Abi anter ke rumah Umi?"
"Boleh. Kalau gak bikin terlambat."
"Yaudah. Mending sekarang kita makan dulu yuk." Rara hanya mengangguk menjawab ajakan Adli.
Mereka pun makan dengan tenang. Hingga mereka sudah sampai di rumah Umi maryam Rara masih belum mendengar penjelasan dari suaminya itu.
Setelah berpamitan Adli pun berangkat menuju kantor.
"Ra, kamu lagi ada masalah ya?" tanya Umi Maryam ketika Rara memeluknya tanpa alasan.
"Ih, umi kok tau sih... Jadi gak bisa ngelak kan akunya." dengan muka cemberut Rara menjawab.
Lalu mengalirlah cerita dari mulut Rara dan dengan senang hati umi Maryam mendengarkan cerita putri bungsunya itu.
"Kamu udah nanya ke Adli?" dengan suara lembut nan indah umi berucap.
"Belum." sambil menggelengkan kepalanya sedikit Rara menjawab.
"Nanti kamu mending tanya dulu ke suami kamu. Umi takutnya nanti kamu suudzon." ujar umi sambil mengusap khimar Rara.
Rara yang sudah selesai bercerita pun langsung memikirkan perkataan Uminya.
'Astagfirullah, maafin aku Aa kalau aku udah suuzdon sama Aa.' batin Rara.
"Udah yuk ah, masa ibu hamil sedih kan katanya mau ke dokter jadi harus seneng dong."
"Hehehe.... Siap Boss." kini senyum Rara yang tadinya meredup sudah kembali.
Akhirnya Rara dan Umi Maryam pun menuju Rumah sakit Az-Zaakiyah untuk memeriksa kandungannya.
"Duh, Umi jadi keinget waktu mau periksa pas hamil kamu dulu." ucap Umi Maryam ketika mereka sedang duduk di ruang tunggu. "Gimana,Mi?" tanya Rara sambil mengelus perutnya.
"Umi udah seneng banget mau pergi sama Abi eh Abinya malah ada acara penting katanya. Jadi Umi pergi sendiri deh."
"Terus,Mi?"
"Tiba-tiba Abi---" ucapan Umi Maryam terpotong oleh seorang suster.
"Nyonya Raveena." panggil seorang suster yang keluar dari ruangan Dokter kandungan.
"Udah yuk, masuk dulu aja." ajak Umi ke Rara.
Mereka pun masuk dan langsung duduk di depan dokter yang dimejanya bertuliskan. Dr. MELINA AULIA PUTRI .Sp.Og
"Assalamu'alaikum." ucap Umi Maryam dan Rara ke Dokter Melina.
"Wa'alaikum salam. Dengan Bu Raveena?" jawab Dokter Melina yang memakai kerudung ala zaman now.
"Saya,Dok." kini Rara yang bersuara.
"Oke. Mari Bu, kita langsung periksa aja ya." Rara pun hanya mengangguk sedangkan Umi Maryam hanya bisa duduk ditempatnya.
Kini Dokter Melina pun mulai duduk di dekat brangkar yang sudah ditiduri oleh Rara.
"Dibuka dulu bajunya,Bu." ujar dokter Melina sambil menyiapkan gel untuk nanti diolesi ke perut Rara.
Setelah Rara membuka bajunya dokter itu pun mengoleskan gel dan mulai menyentuhkan alat USG ke perut Rara.
"Ibu sekarang bisa lihat kalau kuku jarinya udah mulai pada tumbuh. Dan kayaknya juga janinnya gak kekurangan nutrisi." ucap dokter Melina sambil memperlihatkan gambar yang ada di monitor.
"Masyaallah. Dokter boleh gak kalau saya minta gambarnya?" tanya Rara yang terlihat bahagia dan sepertinya dia melupakan sejenak masalah rumah tangganya.
"Boleh kok Bu. Nanti saya kasih tau susternya. Mau minta berapa,Bu?"
"Du--"
"Tiga aja. Boleh kan,Dok?" ucapan Rara terpotong dengan usulan Umi Maryam yang terlihat sangat antusias sekali.
"Iya,Bu. Wah Ibu kayaknya antusias banget ya menyambut cucunya. Ini cucu pertama,Bu?" tanya dokter Melina saat dirinya sudah kembali ke kursi ruangannya.
"Bukan kok,Dok. Alhamdulillah ini cucu yang ketiga."
"Duh, saya salah ternyata." kini dokter Melina sedang menunggu Rara yang sedang menutup kembali bajunya.
Tok tok kriet
"Dok. Ini foto hasil USGnya." tiba-tiba seorang suster yang bername tag Aurel pun datang sambil menyodorkan foto.
"Oke. Makasih ya,Sus."suster Aurel pun hanya mengangguk dan tersenyum. Lalu dirinya kembali ke luar ruangan.
"Ini,Bu. Hasil USGnya." kini foto itu berpindah tangan ke Umi Maryam.
Tak lama Rara pun ikut duduk di samping Uminya dan melihat hasil USG tadi. Kedua ujung bibirnya pun dengan refleks terangkat yang membuat lengkungan dibibirnya.
"Makasih ya, Dok. Eum kira-kira kapan ya saya bisa lihat jenis kelaminnya?" tanya Rara yang sudah mengalihkan pandangannya dari foto tadi.
"Kayaknya bisa bulan depan. Itu pun kalau posisi janinnya sedang mendukung." balas dokter Melina.
"Oh gitu ya ,Dok. Kalau gitu kami permisi dulu ya. Jazaakillah khayran. Assalamu'alaikum." Umi maryam dan Rara pun pamit dan keluar dari ruangan itu.
"Umi minta satu fotonya ya, Ra."ucap Umi Maryam begitu keluar ruangan. Rara pun hanya mengangguk mengiyakan. Bibirnya tak bisa berhenti untuk membentuk senyuman.
Hingga mata Rara menangkap seseorang yang sepertinya ia kenali. Seseorang itu sekarang sedang berjalan kearahnya dengan senyuman manis dibibirnya.
Tbc....
Assalamu'alaikum. Hayoo siapa yang Rara temuin?? Bisa tebak gak, kira-kira siapa. Yuk komen aja.
Maaf ya baru bisa up dan ngebuat kalian merasa digantung mungkin? Alhamdulillahnya filenya bisa ketemu lagi dan aku bisa lanjutin ceritanya....😊
Boleh dong kalian tinggalin jejak kalian. Mudah kok cuma tinggal klik bintangnya yang insyaallah ngebantu banget cerita ini up lebih cepet. Wasalamu'alaikum.😄
Jumat/10/04/2020
YYTTTHIA💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdirku [HIATUS]
Spiritual[Spiritual - teenfiction] Dia yang membuat hidupku berubah, datang dengan tiba-tiba yang tak pernah terpikirkan olehku. Kini tinggal kuucapkan selamat tinggal ke masa dimana aku masih bebas. Semuanya adalah takdir. Takdir dari-Nya, yang menurutku ad...