"Aduh, Ra. Kok kamu bisa-bisanya ketiduran sih?" tanya Umi Maryam saat Rara sedang mengambil nasi untuk Adli.
"Ihh, Umi. Rara malu."kini warna muka rara yang semula putih0bya menjadi warna merah.
"Astagfirullah. Adek bikin kita semua panik. Apalagi Adli. Tadi dia sampe mau bawa ke rumah sakit.Adek jugakan lagi hamil. Adek beneran gak papa?" tanya Abi yang kebetulan baru datang saat insiden tadi terjadi.
"Insyaallah. Adek gak papa, Bi." jawab Rara sambil memberikan piring ke Adli. Adli yang dari tadi hanya menyimak dengan tatapan yang fokus pada wajah Rara pun menerima piringnya.
"Makasih, Ra." Rara hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Yaudah kalau Adek gak papa. Lain kali kasih tau kalau mau tidur ya. Biar kejadian tadi gak keulangi lagi." Rara yang dinasehati pun mengangguk-nganggukkan kepalanya.
Dan mereka semua pun mulai makan dengan tenang. Hingga tak ada bunyi sama sekali. Tak ada percakapan juga diantara mereka.
"Kalian mau pulang sekarang?" tanya Umi kepada anak dan menantunya setelah selesai makan.
"Kalau Adli terserah Rara aja, Mi." jawab Adli sambil melirik ke arah Rara. "Kalau mau disini dulu juga ya gapapa."
"Kayaknya Rara sama Aa mau pulang aja. Rara belum belanja. Kan besok Rara sama Aa udah mulai kuliah, Mi." jelas Rara sambil menyimpan sendoknya di piring. Karena ia sudah selesai makan.
"Kalau kamu gak kuat masak. Nanti mau Umi masakin?"tanya Umi yang masih khawatir dengan keadaan Rara.
"Gak usah, Mi. Rara masih kuat kok. Lagian Rara juga gak mau ngerepotin Umi lagi." ucap Rara sambil melihat Uminya yang sedang membereskan meja makan.
Sedangkan Abi dan suaminya sudah pindah tempat untuk mengobrol masalah perusahaan.
Rara sebenarnya ingin membantu Uminya yang sedang menyimpan piring ke dapur. Tapi karena kejadian tadi, Rara dilarang oleh semuanya untuk bekerja ya meskipun cuma bantu beres-beres.
Setelah selesai membereskan meja makan juga mencuci piring. Umi menghampiri Rara yang masih memperhatikan dirinya.
"Kenapa, Ra?"
"Rara gak papa. Cuma Rara gak enak aja sama Umi. Rara gak bisa bantu apa-apa."
Umi yang mendengar pun tersenyum seraya berkata, "Udah gak papa. Kita susul Abi sama suami kamu yuk."
Mereka pun berjalan menuju ruang keluarga dan menemui Abi serta Adli.
"Udah mau pulang, Ra?" tanya Adli saat matanya menangkap Rara yang berjalan ke arahnya. Rara hanya mengangguk mengiyakan.
Adli pun berdiri dari duduknya disusul dengan Abi yang ikut berdiri karena mau mengantar anak, menantu beserta cucunya itu ke pintu depan.
"Bi. Rara mau pulang dulu ya." pamit Rara sambil mengecup pipi Abinya.
"Iya, Bi, Mi. Adli juga mau pamit dulu. Makasih makan siangnya ya, Mi. Assalamu'alaikum." sambung Adli sambil menyalami kedua tangan mertuanya.
"Wa'alaikumussalam.Hati-hati di jalannya ya." balas Umi dan Abi yang berada di pintu depan.
Rara dan Adli pun hanya mengangguk. Adli dengan cepat membukakan pintu mobilnya untuk Rara. Lalu setelahnya dia memastikan Rara sudah duduk, dia pun segera segera menyusul Rara masuk ke dalam mobil.
"Aa. Nanti ke supermarket dulu ya. Bahan di kulkas udah habis." ucap Rara memecahkan keheningan.
"Alhamdulillah. Akhirnya Bidadari Aa ini udan mau ngeluarin suaranya. Iya nanti kita kesana dulu ya." kini tangan Adli mengusap kepala Rara yang terbalut khimar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdirku [HIATUS]
Spirituale[Spiritual - teenfiction] Dia yang membuat hidupku berubah, datang dengan tiba-tiba yang tak pernah terpikirkan olehku. Kini tinggal kuucapkan selamat tinggal ke masa dimana aku masih bebas. Semuanya adalah takdir. Takdir dari-Nya, yang menurutku ad...