"Assalamu'alaikum. Bunda sama yang lain udah daritadi??" tanya Adli yang sedikit kaget melihat keluarganya itu datang ke rumah.
"Wa'alaikumussalam."
"Wa'alaikumussalam. Loh itu menantu Bunda kenapa? Sakit?? Cucu nya Bunda gapapakan??" Bukannya menjawab pertanyaan yang Adli sampaikan, Bundanya malah bertanya-tanya dengan muka khawatir.
"Rara cuma ketiduran, Bun."
"Alhamdulillah."
"Yaudah. Sini mana kunci rumah. Cepet masuk, kasian Raranya kedinginan nanti."
Kini Ayahnya Adli mulai bersuara dan langsung dilaksanakan oleh Adli.
Setelah menyerahkan kunci rumahnya, Adli dan Rara yang digendonganya masuk diikuti keluarganya.
"Assalamu'alaikum. Masuk Bun, Yah. Adli tidurin Rara dulu di kamar." izin Adli sambil membawa Rara ke kamar mereka.
Diletakkannya Rara ke kasur dengan sangat pelan, seolah Rara itu sepeti kayu yang mudah rapuh. Ditatapnya wajah cantik dan putih itu hingga pikirannya mulai mengulang kejadian siang tadi.
"Assalamu'alaikum, Rara." salam Adli yang tak dibalas.
Adli yang merasa tumben salamnya tidak dibalas pun mulai mengedarkan pandangannya. Sudah diceknya kamar mandi dan ruang ganti baju yang ada di kamar Rara. Tapi ia tak menemukannya.
"Ra? Kamu lagi dimana?" tanya Adli yang sudah panik.
"Astagfirullahaladzim!!" setelah mengucapkan itu, Adli pun merasa tubuhnya lemas. Lantaran ia melihat Rara sudah terkulai lemas disamping tempat tidur dengan tangan satu yang memegang buku. Entah itu buku apa.
Mendengar keributan diatas. Orang tua Rara pun penasaran dan masuk ke kamar Rara. Umi Maryam pun kaget melihat Rara yang sedang digendong oleh Adli. Dan kini Rara pun sudah berpinda tempat, yaitu di kasur empuknya.
"Rara kenapa ,dli?" tanya Abinya dengan tenang meskipun hatinya sedang tak karuan melihat anak bungsunya lemas terkulai seperti itu.
"Gak tau, Bi. Tadi Adli udah cari Rara ke kamar mandi sama ruang ganti baju tapi pas mau deketin balkon malah ngeliat Rara udah pingsan di samping kasur."
"Astagfirullah, Rara."
"Adli mau bawa Rara ke rumah sakit dulu, Mi, Bi."
"Ayo, Nak. Umi khawatir. Daritadi pagi Rara emang udah pusing katanya. Abi cepet kita siap-siap. Umi takut Rara kenapa-napa."
"Nak Adli bawa Rara ke bawah ya. Abi aja yang nyiapin mobilnya. Umi jangan panik dulu. Tenang, kita harus percaya sama Allah."
Muka Adli pun tambah khawatir saat ibu mertuanya menjelaskan. Kalau Rara sudah merasa pusing dari pagi.
Tak mau berlama-lama Adli pun bersiap kembali akan menggendong Rara bridal style sedangkan Umi dan Abi sudah ke bawah dan bersiap pergi ke rumah sakit. Namun, ketika Rara sudah digendong. Mata cantiknya pun mulai terbuka karena terganggu dengan suara disekitarnya tadi.
"Ra?!" tanya Adli saat melihat Rara membuka matanya.
Dirasa penglihatannya sudah jelas, Rara pun kaget melihat muka suaminya yang terbilang cukup dekat.
"Loh kok Rara digendong??"
Bingung. Satu kata yang pas untu menjelaskan keadaan Rara. Ada apa denganya hingga Rara ada digendongan suaminya itu.
"Aa. Bisa turunin Rara gak??" tanya Rara saat melihat Adli yang hanya menatapnya dengan mata berbinar juga khawatir.
"Alhamdulillah sayang. Kamu gak papa? Gimana masih pusing? Tunggu disini ya. Aa buatin teh hangat dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdirku [HIATUS]
Духовные[Spiritual - teenfiction] Dia yang membuat hidupku berubah, datang dengan tiba-tiba yang tak pernah terpikirkan olehku. Kini tinggal kuucapkan selamat tinggal ke masa dimana aku masih bebas. Semuanya adalah takdir. Takdir dari-Nya, yang menurutku ad...