JPS 8

1.7K 243 34
                                    

Orang Ke-3

Yuki terbangun dengan kepala yang cukup pening, mungkin ini efek lelah dan abai terhadap waktu makannya. Namun anehnya Yuki merasakan kehangatan yang menjalar di sekujur tubuh, bukan karena selimut yang menutupi tubuhnya, namun karena dekapan erat sang suami yang turut serta menghangatkan seluruh tubuh Yuki, bukan hanya tubuh, namun hatinya juga. 

"Tidur lagi, ini masih malam." Kata Al, berbisik. Kenapa Al tahu? Karena Al baru saja berhasil memejamkan matanya, setelah mengompres kepala Yuki. Yuki dinyatakan demam, saat tak sengaja Al mendengar rintihan Yuki ketika wanita itu masih asik tertidur dipangkuan Al. Al tiba-tiba cemas sat Yuki merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya, Al tak paham Yuki sadar atau tidak yang jelas rintihan itu turut serta menyayat hati Al. 

Selepas dirinya mengecek suhu badan Yuki, Al langsung membawa Yuki ke kamar. Membiarkan badan Yuki berbaring dengan nyaman. Kemudian mengompres kepala Yuki dengan air dingin. Hingga akhirnya jam satu dini hari suhu badan Yuki turun, meski belum bisa dikatakan normal dan wanita itu akhirnya bisa terpejam tanpa rintihan. 

"Pusing," lirih Yuki mengeluh. Yuki benar-benar tak sadar akan rintihan yang sebelumnya, bahkan dia tak merasakan sama sekali apa yang Al lakukan pada tubuhnya. Beberapa jam lalu memang Yuki benar-benar tak merasakan apapun selain perasaanya yang menggambarkan jika dirinya tak baik-baik saja.

"Jangan merengek, ini semua karena kelalaianmu juga. Jika kamu tidak abai dengan badanmu maka semua ini tidak akan terjadi." Omel Al. 

"Kok ngomel, ini benar-benar sakit." Protes Yuki dengan nada khas rengekannya.

"Iya aku tahu, aku jauh lebih tahu keadaan tubuhmu daripada kamu. Sekarang bangun, minum obat dulu kalo kamu sayang sama badan kamu."

Masih dalam keadaan yang saling mendekap satu sama lain "Nggak mau, pahit. Enggak enak,"

"Ya udah, biar aku panggil dokter supaya dia kasih kamu infus atau suntikan saja."

"Jangan...!" Teriak Yuki. Salah satu kelebihan wanita yaitu tetap saja masih berteriak meski dalam keadaan tidak sehat. Al mendengus kasar. Dia sudah tahu betul tabiat istrinya ini. Istri? Tiba-tiba saja Al berfikir, apakah Yuki ini masih menyandang gelar sebagai nyonya Al. Al tahu dia tidak pernah memberikan Yuki nafkah secara batin, namun materil? Dia selalu memberikan Yuki setiap bulannya, meski bukan dirinya secara langsung. Itu sudah otomatis semua uang gaji Al akan masuk kerekening Yuki, setelah Yuki dinyatakan menjadi istrinya. Mungkin nanti Al akan bertanya kepada yang lebih ahli.

"Kalau begitu minum obatnya, kalo tetap nggak mau aku telpon sopir atau Adi untuk ngentar kamu pulang. Aku nggak mau urus kamu." Kata Al penuh ancaman, namun sungguh Al tak serius.

Yuki menatap Al dengan tatapan sendu, Yuki benar-benar ingin menangis sekarang. "Jangan, aku mau disini sama kamu bee. Aku mau minum obat." Kata Yuki sambil narik-narik baju Al. Al tak mengindahkan kemauan Yuki, dia terpana dengan apa yang Yuki lakukan saat ini. Baru kali ini Al melihat kemanjaa  Yuki yang luar biasa. Dulu? Jangan tanya. Yuki yang dewasa, bahkan melebihi kedewasaan Al, wanita dihadapannya ini tak penah sama sekali merepotkan orang apalagi bergantung. Yuki sangat mandiri, hingga Al saja yang suaminya merasa sedikit tercubit karena Yuki tak mau merepotkan dirinya. Padahal jika sudah menikah tak ada salahnya berbagai keluh kesah dengan pasang, saling bergantun. Tapi Yuki tidak, maka wajar jika sekarang Al heran dengan Yuki.

"Bee... Jangan suruh aku pulang ya... Ya... Please..." Kini rengekan Yuki berubah jadi tangis. Rasa sesak menghantam dada Yuki, apalagi Al hanya menatap saja tanpa bersuara. Yuki jadi takut, takut Al kembali meninggalkannya. Enggak... Itu enggak boleh terjadi.
"Aku mau minum obat, ayo ambilin."

Tersadar akan tangisan Yuki, Al kemudian bangkit dan mengambil obat yang memang sudah ia siapkan di nakas. Ia akan memberikan ketika Yuki bangun, tapi dia sama sekali tidak Memprediksikan jika Yuki akan merengek seperti ini. Yuki juga turut serta duduk sambil bersandar di ranjang. Namu tangannya tak pernah lepas memegang ujung baju Al. Sungguh wanita ini takut Al pergi memanggil sopir dan mengusirnya.

"Lepasin tangan kamu." Kepala Yuki menggeleng. "Terus gimana kamu mau minum obat kalo tangan kamu terus pegang baju aku?"

"Suapin."

Seperti kemauan Yuki, Al pun membantu Yuki dengan mengupayakan obat, kemudian segera memberikan Yuki air mineral sebagai alat untuk menelan obat. "Kenapa?" Tanya Al heran ketika mendapati ekspedisi Yuki yang tak bisa digambarkan.

"Cium..." pinta Yuki membuat Al melongo.

Perlu kalian tahu, dulu cara ampuh Al untuk membujuk Yuki minum obat adalah sebuah ciuman, dan Yuki masih sangat ingat itu. Makanya Yuki sedang menunggu Al untuk menciumnya, namun sepertinya Al melupakan kebiasaan itu. Hingga akhirya Yuki memberanikan diri untuk minta di cium.

Lagi-lagi Al merasakan keanehan pada diri Yuki. Sungguh jarang sekali Yuki minta pada Al apalgi hal-hal semacam ciuman. Yuki yang Al ketahui adalah manusia bergengsi tinggi, dua tahun ternyataa sudah membuat Yuki berubah.

Melihat Al yang masih saja diam tanpa ada tindakan apapun, akhirnya Yuki mengalah. Dia turunkan badannya, kembali berbaring, tak lupa kembali menutup badannya dengan slimut. Jika tadi dia akan memeluk Al maka sekarang ia memunggungi Al.

Harusnya Yuki tak banyak berharap, harusnya Yuki sadar diri akan posisinya saat ini. Harusnya Yuki harus cukup puas diri dengan Al yang membiarkan dirinya tinggal di sini tanpa harus meminta lebih. Lagi dan lagi hati Yuki sesak karena ada beban tak kasat mata yang menindihnya. Yuki menghapus air matanya sendiri, menggigit bibirnya kencang-kencang untuk menghalangi suara isakan yang bisa keluar kapan saja.

"Coba dari dulu kamu kaya gini, merengek minta aku tetep tinggal." Ucap Al setelahnya lalu membawa Yuki kedalam dekapannya.

"Sekarang tidur lah."

Keduanya sama-sama menyalami alam masing-masing.
Yuki dengan pikirannya,begitu juga dengan Al, meskipun tangannya mendekap erat tubuh Yuki dan Yuki merasakan pelukan itu namun pikiran mereka terbang jauh.

"Coba dulu kamu nggak pernah percaya sama dia, mungkin kita juga masih bersama." Gumam Yuki dalam batinnya.

Di mana-mana memang orang ketiga memberikan efek tak baik dalam sebuah hubungan. Apalagi hubungan pernikahan dan kala itu masih seumur jagung. Dihempas angin sedikit saja bisa goyang ini badai, hancurlah sudah.

Ketika merasakan nafas Al yang teratur segera Yuki berbalik menghadap Al. Menatap wajah Al lama-lama, menikmati moment kebersamaan keduanya.

"Selalu cinta kamu bee, mereka juga."

Okaii

Nggak nunggu 200 aku up haha karena nggak sabar baca komentar kalian. Makasih buat komentar lucu dan menggemaskan dari kalian... Aku baca kok sungguh. Dan makasih juga bintangnya...

Jepang, 25 Desember 2019

Don't Let MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang