24

1K 137 6
                                    

Hari ini Yuki, Al dan kedua anaknya berkunjung ke rumah orangtua Yuki di Bandung.

Anak-anak dengan suka cita main bersama sang kakek yang sedang hobi memelihara ikan koi. Bahkan di belakang rumah mereka terdapat kolam ikan yang cukup lumayan hanya untuk memelihara ikan koi yang sedang viral itu.

"Kakek, cantik..." Puji Nafea pada ikan milik kakeknya.

Ayah Yuki yang memasang masih malas dengan sang menantu sengaja menghindar dan menyibukkan diri bersama dengan cucu-cucunya.

"Nafea mau?" Tanya sang kakek.

"Mau kek,"

"Nathan juga..."

"Oke, besok kakek bawakan ke rumah kalian ya? Tapi harus dirawat dengan baik."

"Siap..."

"Oke..."

"Kasih makan dulu donk ikan-ikannya...." Sang kakek pun memberikan makanan ikan kepada masing-masing cucunya. Nafea dan Nathan menyambut dengan senang. Keduanya seolah mendapatkan mainan baru.

"Kamu nggak makan?" Tanya Yuki pada Al yang masih asik berbaring. Sedari sampai di rumah orangtuanya, Al hanya berada di kamar rebahan dengan alasan lelah.

"Belum lapar..." Jawab Al. Wajahnya semakin dilekatkan kepada bantal.

Yuki tahu, gimana perasaan Al sekarang. Pasti suaminya itu sedang tidak enak hati pada Papanya. Meskipun tadi Al sudah berusaha ramah, tapi sepertinya sang papa belum bisa menerima Al dengan baik.

Berbaring bersama suami adalah pilihan Yuki.  Tangannya mengusap punggung sang suami yang justru membangkitkan kantuk Al.
"Maafin Papa ya, lama-lama juga nanti Papa akan balik kaya dulu lagi. Semuanya kan butuh waktu, sayang."

Sembari meresapi elusan sayang sang istri, dia juga mendengarkan dengan baik kata demi kata yang keluar dari mulut istrinya.

"Iya aku tahu, itu juga salahku. Kenapa sekarang aku di sini? Itu juga karena aku berusaha untuk memperbaiki hubungan kita." Kita yang dimaksud Al adalah antara dirinya dan juga sang papa mertua.

"Jadi inget serasa deketin kamu dulu waktu kita mau nikah,"

Memori Al berputar dimana dulu dia berjuang mencari restu orang tua Yuki untuk menikahi Yuki yang kala itu masih menjadi kekasihnya. Tapi memang tak seberat sekarang, orangtua mana yang mau anaknya tersakiti, tidak ada. Wajar jika mertua Al terutama papa Yuki begitu marah kepada Al. Jika tidak marah justru Al harus bertanya-tanya.

"Tapi dulu papa sayang banget sama kamu. Kalo kita berantem, papa pasti belain kamu."

Yuki cemberut kala mengingat betapa sayang papa kepada sang menantu. Setiap memen kebersamaan antara Al dan Papanya membuat Yuki cemburu, tak jarang dia ngambek hanya karena Al dan papa bersekongkol.

"Kamu emang kolokan dulu, aku sama papa dekat terus cemburu, kita pergi kemana nggak diajak ngambek."

"Tapi kan sekarang aku nggak?" Membela diri.

"Iya enggak, soalnya sekarang kebesaran gengsinya." Keduanya pun mengakhiri percakapan dengan tertawa bersama. 

Malam pun datang, Yuki sedang membantu sang Mama untuk menyiapkan makan malam, Al dan anak-anak masih di kamar untuk mengerjakan tugas. 

"Anak Papa sepertinya makin pandai memasak," Puji sang Ayah kepada sang putri. 

Sedari tadi pria yang memasuki usia enam puluh lima itu mengamati pergerakan anak dan istrinya di dapur. Barata memang termasuk orangtua yang jarang bercengkrama langsung dengan anak-anak di setiao harinya karena jarang di rumah. Namun dia tidak pernah sama sekali mengabaikan dan melewatkan masa perkembangan putra-putrinya. Hingga anak-anaknya sudah dewasa pun dia tetap mengawasi meski tak seintensitas dulu. Sebagai orangtua, apalagi anak-anak sudah berkeluarga sebisa mungkin Barata tidak ikut campur dengan urusan anak dan menantunya, namun ia akan tetap pasang badan untuk anak-anaknya jika sesuatu terjadi pada mereka. 

Yuki contohnya, selama ini mungkin Barata diam atas perlakuan Al kepada putrinya, itu semata-mata karena keinginan putrinya, meskipun begitu Barata selalu mengawasi Al yang jauh di sana. Ya, selama ini BArata selalu mengawasi Al melalui orang-orang suruhannya. Ia tahu apa yang anak mantunya itu lakukan di luar sana, itu kenapa BArata sangat membenci Al. Namun ia pun tak lantas bisa mengabaikan kebahagiaan putri dan juga cucu-cucunya, mereka bertiga sangat membutuhkan Al. 

"Papa selalu berlebihan, Yuki masih belajar Pa."

"Apa yang Papa katakan tidak ada yang berlebihan, Nak. Papa bahagia, melihatmu bahagia."

Mendengar ucapan sang Papa, Yuki merasa melo. Dirinya pun meletakkan pisau yang ia gunakan untuk memotong sayuran begitu saja dan berlari kecil menuju tubuh sang Ayah untuk memeluknya. 

"Yuki sayang Papa," Kata Yuki dengan suara serak dan pipi basah karena air mata. 

Sang Mama yang sedari tadi hanya jadi penonton pun segera melerai, jika dibiaran maka anak perempuan yang terkenal manja dengan ayahnya itu tidak akan mau lepas. 

"Mamamu memang selalu cemburu kalo kita berduan, bilang aja Ma, kalo mau dipeluk."

Tawa Yuki menggema di dapur, Mamanya memang selalu bisa merusak moment kebersamaan antara dirinya dan sang Papa. 

"Panggil anak-anak dan suamimu, kita makan bersama." Pinta sang Ibu. 

Ke-enam orang beda usia ini sedang menikmati tumis kangkung dan kerang hijau bikinan Yuki dan Mamamnya. Anak-anak terlihat sangat suka, apalagai jika sang nenek yang memasknya. Bisa berkali-kali mereka nambah jika tidak distop. 

"Kerang Nenek selalu juara..." Puji Nafea, 

"Nathan dan adek selalu suka, iya kan dek?"

"Heum."

"Wah.... Nenek bangga kalo kalian suka masakan Nenek. Sekarang habiskan makannya, nanti dilanjut lagi ngobrolnya."

"Al, makan yang banyak." Lanjut sang mertua.

"Pasti, Ma."

***

Malam semakin larut, Yuki dan anak-anak sudah tidur begitu juga dengan Mama Wina (Jujur aku lupa sudah ngasih nama buat orangtua Yuki atau belum, jadi kalo kalian ingat komen yak...) hanya menyisakan Al yang sedang bekerja di ruang keluarga dan juga Barata yang sedari tadi turut serta memperhatikan apa yang Al lakukan. 

KAki tuanya yangmasik sangat kuat itu melangkah, menimbulkan suara ditengah keheningan. Fokus Al pun terpecah ketika mendengar suara langkah seseorang yang semakin lama semakin jelas mendekat ke arahnya. 

"Papa," Panggil Al ketika Barata sudah berada di hadapannya. "Papa belum tidur?" Pertanyaan bodoh yang seharusnya tidak Al tanyakan, jelas-jelas mertunya ada dihadapannyadengan wajah yang segar bugar. KAlo tidu mana mungkin mertuanya berdiri dihadapannya kecuali mertunya memiliki penyakit tidur sambil berjalan. 

"Apakah kamu bahagia?" Tanya Barata dengan wajah datar dan fokus kepada jendela, tidak kepada Al. 

"Maksud Papa?" Al sungguh tak tahu, apa maksud pertanyaan dari mertuanya yang dianggap Al ambigu.

"Apakah kamu bahagia sudah bisa tinggal dengan anak dan istri mu?"

"Tentu Pa. Papa bisa lihat itu." Jawab Al tanpa basa-basi.

"Lalu bagaimana dengan wanita itu?"

"Jika yang dimaksud papa adalah..."

"Jangan sebut nama wanita itu."

"Maaf... Sampai saat ini Al dengan dia hanya sebatas partner bisnis, tidak ada yang lain. Jika orang melihat kita terlalu dekat, ya... Al tidak bisa menapik penilaian itu."

"Tetapi gimana dengan perempuan itu? Dia mencintai kamu. Dan yang seperti papa ketahui jika wanita itu masih berkeliaran di sekeliling mu."

"Bagaimanapun perasaan dia itu murni hak dia pa, tapi Al sepenuhnya milik Yuki dan anak-anak."

"Apakah kamu menjamin dia tidak akan membahayakan buat Yuki dan anak-anak?"

"Al akan menjaga mereka pa,"

"Baiklah... Mari kita lihat. Jika sampai kejadian saya tidak akan segan-segan untuk bertindak."

200906

Don't Let MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang