Bagian 11

1.8K 231 29
                                    

PENYESALAN AL

Saat Yuki terlelap itulah saat dimana Al keluar, dia ingin mendinginkan otak dan mencerna semua kejadian yang terjadi di dalam hidupnya. Kenapa hidupnya seperti drama, dramapun  sepertinya tak sesulit ini. 

Nongkrong bersama sahabat adalah pilihan yang tepat untuk Al mendinginkan pikiran, seberat apapun ia tidak akan berlari ke gemerlap malam. Ia akan pergi ke apartemen Beril, minum kopi dan bercerita sudah menjadi kebiasaannya.

"Kenapa baru datang? Janji jam berapa lo?" Semprot beril langsung saat membuka pintu apartemennya.

"Gue harus nunggu Yuki tidur dulu baru gue pergi, gue nggak tau kenapa tapi dia sempet histeris saat gue mau pergi." 

Al dan Beril duduk di lantai beralaskan karpet bulu. Sudah ada kopi yang mengepul dan beberapa cemilan lengkap dengan layar datar untuk main game. Semua sudah Beril siapkan.

"Kok bisa?" Tanya Beril penasaran, ia mengambil stik dan memulai permainan.

"Aku pun nggak tau, tapi dari ceritanya sedikit aku paham jika dia memiliki trauma karena pernah aku tinggalkan dulu. Separah itu efek kepergian gue."

"Gue udah pernah bilang ke lo, Al. Tapi lo acuh, nggak mau ndengerin ucapan orang."

Al mulai membalas permainan Beril, keduanya sedang adu main bola. 

"Cerita apa yang ingin lo ceritain, udah lama lo nggak kaya gini?"

"Lo percaya kalo gue punya anak?" Tanya Al lirih, namun masih terdengar jelas ditelinga Beril.

"Don't joke Al!"

"Aku nggak bercanda, jawab aja. Lo percaya kali gue punya anak?"

Keduanya sama-sama menyudahi permainan. Duduk bersandar pada sofa, menyeruput kopi sebagai pengalihan sebelum akhirnya kembali bicara dengan serius. 

"Percaya nggak percaya, tapi lo udah nikah pastinya wajar kalo lo punya anak."

"Gue punya anak, bahkan mereka udah gede. Keduanya mirip gue, hanya saja yang satu gue versi cewek yang satunya gue tulen."

"Terus lo mau apa?"

"Gue nggak mau apa-apa, hanya saja kenapa hue baru tahu sekarang. Kenapa mereka nggak ada yang bilang ke gue. Dari mereka dalam kandungan, mereka lahir hingga segede sekarang."

"Bukan mereka yang salah bro. Mungkin jadi mereka salah..." Ralat Beril, "Tapi kamu jauh lebih salah. Kamu ninggalin istri kamu gitu aja, kamu pikir mereka akan menerima lo gitu aja. Pantas aja mereka menutup semua rapat-rapat, mungkin itu yang terbaik. Dan jangan salahkan mereka juga karena justru kamu yang menutup komunikasi sama semereka."

Al mengingat-ingat masa-masa di mana orang tuanya menghubunginya, bahakan hingga menyusulnya ke Jepang. Mungkin saat itu orang tuanya mau menceritakan semua keadaan di Indonesia. Namun hati Al sudah terkunci, Al justru menyuruh mereka pulang. Tak mau mendengarkan sama sekali penjelasan kedua orang tuanya. Karena waktu itu Al berpikir, kenapa tidak Yuki aja yang datang, kenapa harus orang tuanya. Dimana Yuki saat itu.

"Kenapa gue bodoh banget ril?"

"Jangan menyesal, sekarang yang lo pikir adalah gimana memperbaiki semuanya. Lo juga harus mikir, mertua lo di sana apa mau menerima lo lagi."

Benar apa yang dikatakan Beril, dia juga harus ikirin mertuanya. Apakah orang tua Yuki mau menerimanya lagi setelah menyakiti anaknya sebegitu dalam. 

"Penyesalan lo pun nggak ada artinya Al, semua sudah terjadi. Beruntung Yuki mau nyusulin lo. Coba aja kalo dia tetep diam, mana mungkin lo tau dan lo pasti akan lebih menyesal dari ini."

Don't Let MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang