Adonis benar-benar menepati ucapannya. Tidak memerdulikan Jullian yang masih marah karenanya. Ia dengan wajah tegasnya meminta Max untuk tetap berada di Uzbekistan menggantikan dirinya. Dan ia pulang bersama Rose dengan menebalkan telinga lantaran si bungsu Jullian terlalu kasar ketika mengumpati dirinya.
Namun ternyata kesulitan bukan hanya di berikan Jullian saja. Seharusnya Adonis menebalkan telinga terhadap Rose, bukan adiknya. Wanita itu justru lebih memekikkan telinga ketika marah. Menguras habis pikirannya. Selalu saja mendebatnya di saat ada kesempatan. Ayolah.. Adonis hanya ingin menenangkan pikirannya. Pria itu juga tidak bermaksud buruk terhadap Rose 'kan?
"Rose, jangan menguji kesabaranku. Diamlah dan berhenti membahas Jullian."
Rose mendengus kasar. Menghadap ke jendela pesawat dan berusaha membuat Adonis paham jika dirinya butuh penjelasan lebih.
"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran kalian berdua! Baik kau ataupun Jullian, kalian sama saja memuakkan."
Adonis memejamkan mata. Menyenderkan punggungnya dan menghela napas jengah.
"Mau seberapa banyak lagi kau mengatakan aku memuakkan, Rose? Jika kau berpikir dengan itu kau bisa menjauhkanku, maka kau salah. Dari awal sudah aku tegaskan, kau milikku."
Rose mendecih. Kembali menatap Adonis yang sekarang sudah menatapnya.
"Kapan kau menegaskan itu, Ad?" Tanyanya terdengar sinis.
"Kau tidak pernah memahami setiap hal yang ku lakukan terhadapmu. Jika kau mau menurunkan egomu sedikit saja, maka kau akan tahu bagaimana kepemilikanku atasmu, Rose.."
Rose menunduk sekilas. Tersenyum miris sebelum akhirnya membalas ucapan Adonis.
"Ya. Hanya itu yang ingin kau tegaskan. Dari awal pun kau hanya mengingkan tubuhku saja."
Adonis menggeleng. Ia mengambil tangan Rose dari pangkuan wanita itu dan menggenggamnya. Di tatapnya tangan mungil Rose.
"Aku bukan penjahat kelamin, Rose Anderson. Aku Pria baik-baik.." Katanya sedikit menyombongkan diri. Karena memang pada kenyataannya Adonis seperti itu. Pria kaya dan mapan yang begitu berkharisma. Pria baik-baik yang tidak suka bermain dengan Wanita di atas ranjang. Itu sama sekali bukan Adonis.
Namun Rose dengan cepat melepaskan tangannya dari Adonis. Menatap sengit Pria itu dan mengalihkan wajah.
"Tapi kau pernah menyentuhku!"
"Itu kelepasan."
"Dasar, banjingan!!!"
Tak tahan dengam emosinya yang ingin ia lampiaskan, Rose mengangkat kakinya dan hendak melayangkan tendangan pada kaki Adonis. Akan tetapi Pria itu melebarkan mata dan membentak Rose dengan nada tegas.
"Kakimu sakit!!"
Dan bodohnya, Rose tidak bisa membedakan mana yang marah dan mana yang perhatian. Ia justru menganggap bentuk perhatian Adonis adalah hal lain, yang semakin membuatnya tertekan oleh amarahnya.
"Pikirkan dirimu sendiri. Kau itu Wanita, kenapa kasar sekali pada seorang Pria, hm?"
Rose terdiam sembari mengontrol emosinya. Benar, pergelangan kakinya sedang sakit. Dan dengan gilanya ia akan menendang Adonis? Pria itu sungguh membuat Rose ingin mati saja. Lalu mengenai sifat kasarnya, Rose sendiri tidak mengerti. Emosinya benar-benar tidak stabil karena Pria itu.
Usapan lembut di kepalanya Rose rasakan. Saat ia menoleh, Adonis sedang menatapnya dengan pandangan teduh. Jari-jari tangannya menyelipkan rambut Rose ke belakang telinga Wanita itu. Mendekatkan bibirnya dan berbisik pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adonis Lover
RomancePesta yang mempertemukan sebuah kata takdir. Nathelie Rose Anderson. Gadis berparas cantik dengan tubuh proposional yang mampu meluluhkan pria manapun. Anak dari seorang pengusaha terkenal. Kekayaannya sudah di kenal publik. Namun, Rose bukanlah gad...