2⃣

13.9K 1K 173
                                        

Di laboratorium kimia

Keenam pemuda saling duduk melingkar seperti ingin berdiskusi namun tidak ada satupun yang memulai pembicaraan.

Para pemuda itu hanyut dalam pikiran mereka masing - masing.

Bisa saja mereka berenam memikirkan jalan keluar atau anggota keluarga yang belum diketahui keselamatannya.

"Jadi... Diantara kalian ada yang tahu penyebab semua kekacauan ini?" Tanya Blaze memecah keheningan yang mengelilingi mereka sejak tadi.

"Bukannya tadi udah gua jelasin, ya, Bang". Jawab Supra.

"Yah... Tapi omongan lo itu gak logika banget". Ucap Blaze dengan tidak santai, ia tidak tahu jika perkataannya tadi membuat hati Supra tersakiti.

"Semua yang dikatakan Supra itu bener, Bang. Karena kita dapet informasinya dari internet". Bela Glacier, Blaze mengerucutkan bibirnya kesal.

"Internet? Berarti lo bawa handphone dong?" Tanya Frostfire sambil melihat tingkah laku Glacier yang berubah menjadi gelisah.

"Handphoneku?" Glacier meraba - raba saku bajunya namun raut wajahnya menjadi tegang, "Astaghfirullah, handphonenya ketinggalan di kelas".

"Kan tinggal diambil balik, gitu aja kok repot". Ucap Frostfire dan dalam sekejap ia mendapat jitakan dari Glacier.

"Zombienya banyak, Frost. Mikir pake otak dong".

Frostfire hanya bisa mengaduh kesakitan sedangkan Supra tidak mau ikut campur dengan urusan kedua temannya. Sedangkan Solar mengelilingi laboratorium kimia bersama Thorn untuk mencari beberapa barang yang bisa dijadikan senjata.

Sesuai dugaan pemuda berkacamata jingga itu, Solar menemukan barang yang berguna.

Ada 6 pisau yang ia temukan, ia tersenyum puas.

Ketika Solar berbalik Thorn berada dihadapannya dan memegang gunting kecil.

"Gunting ini kecil, Thorn".

Thorn hanya menatap gunting itu, "Tapi, gunting ini bisa dicolok di mata zombie supaya dia gak bisa liat kita".

Solar hanya bisa menganga, ia sedikit tercengang dengan perkataan Thorn.

Itu cukup psikopat.

"Baiklah, mari kita berkumpul lagi". Ajak Solar dan Thorn mengikutinya dari belakang.

••

"Ice? Kau Ice 'kan?" Tanya Gempa ketika melihat salah satu siswa sedari tadi tertidur di perpustakaan.

"Ya, memangnya kenapa?" Tanya siswa yang bernama Ice tersebut.

Ice melihat sekelilingnya, lalu bergidik ngeri. Ia takut karena dihadapannya adalah kakak kelas semua dan lebih parahnya Ice tidak mengenal salah satu dari mereka.

"Berarti kau tidak tau kalo wabah zombie menyebar di Pulau Rintis?" Ice menggeleng sedangkan yang lainnya hanya menatap satu sama lain.

Situasi menjadi canggung, mereka tidak tahu yang harus dilakukan jika keadaan seperti ini.

"Oke, gua paling gak suka kalo situasinya jadi kayak begini". Ucap Gopal memulai pembicaraan.

"Terus lo maunya kita ngapain?" Fang menatap tajam Gopal.

"Cari jalan keluar lah, lo mau tinggal disekolah? Gak ada makanan, gak ada tempat buat tidur, semuanya gak bakal kita dapet kalo kita tinggal diam disini". Ucap Gopal mantap, hingga Ice menatap Gopal berbinar - binar padahal ia sudah mengantuk tadi.

"Yang Gopal katakan benar. Kita harus mencari bantuan dan keluar dari sekolah ini". Sambung Yaya.

"Oke, kalo begitu kita rancang rencana kita". Ucap Gempa dengan semangat 45.

Dan disahuti oleh beberapa orang yang benar - benar semangat karena Halilintar dan Fang tidak pantas jika mereka melakukan hal itu.

Setelah berdiskusi berjam - jam cukup lama, rencana akan dijalankan malam ini.

Sebenarnya waktu malam cukup berbahaya bagi mereka namun tekad mereka terlalu kuat untuk dimusnahkan.

Dimulai dari Gempa dan Halilintar yang berjalan paling depan sambil membawa beberapa barang yang akan dijadikan senjata nanti lalu diikuti oleh Taufan, Ying, Yaya, Ice, Gopal dan Fang yang berjalan paling belakang.

Halilintar memeriksa keadaan diluar terlebih dahulu, setelahnya ia kembali lagi ke perpustakaan dan mengacungkan jempolnya menandakan 'aman'.

Mereka pun keluar sesuai barisan yang sudah dibincangkan tadi.

Namun 'aman' tidak akan bertahan lama, sedetik saja sudah ada sudah ada 4 zombie yang menunggu mereka, kabar baiknya zombie itu tidak merasakan kehadiran Gempa dan kawan - kawan.

Tidak terdengar buruk tapi bisa saja malapetaka terjadi.

"Seram". Gumam Ying saat melihat zombie itu berjalan pincang, tangan seperti dicakar oleh banyak orang, isi perut hampir keluar isinya, mata dan mulut mengeluarkan darah.

Cukup membuat kedua perempuan di barisan itu mual.

"Oh, itu zombie". Ucap Halilintar dengan santai, ia tidak tahu saja jika kedua perempuan di belakangnya sedang mual melihat zombie.

"Bismillah aja, mudah - mudahan kita bisa ngelewatinnya".

Mereka semua hanya bergumam 'amin' ketika Gempa bilang seperti itu.

Sesaat kemudian, posisi menyerang sudah dipasang oleh Gempa dan Halilintar, dengan memegang penggaris kayu besar dan sebuah cutter.

Sedangkan Fang dan Gopal  menghadap arah sebaliknya untuk berjaga - jaga kalo ada zombie yang datang dari belakang, Ice dan Taufan melindungi Yaya dan Ying dari samping.

"Hitungan 1, 2, 3, serang!"

Halilintar langsung menghadapi dua zombie sekaligus, yang kanan menusuk dan kiri memukul zombie tersebut walau sudah beberapa kali Halilintar menusuk, memukul dan menendangnya tetapi ia tidak menemukan titik kelemahan.

Tangan kirinya memukul dan menendang zombie hingga terpental jauh lalu tangan kanannya menusuk bagian leher zombie tersebut.

Zombie itu terkulai lemas dan tidak bergerak lagi, Halilintar menyeringai karena menemukan kelemahannya.

"Kelemahannya bagian kepala, Gem!" Gempa mengangguk.

Dengan cepat ia memukul zombie itu dengan penggaris kayu sampai terjatuh di lantai dan ujung penggarisnya Gempa jatuhkan dengan keras hingga kepala zombie itu terputus dari badannya.

Halilintar yang sudah menghabisi dua zombie langsung terpukau ketika melihat Gempa.

"Aaarrgghh! Zombienya mendekat!" Seru Taufan.

Halilintar dan Gempa menoleh ke belakang, sepertinya mereka berdua lupa baru menghabisi tiga zombie. Satunya tertinggal di belakang ternyata. Gempa segera melakukan hal yang sama kepada zombie tersebut dan memutuskan kepalanya. Lagi.

"Oke, kita lanjut-"

"Gem, lari!"

RUN [Boboiboy] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang