🔟➕4⃣

5.8K 659 96
                                        

[ Disisi Lain ]

"Halilintar, kau tidak apa - apa 'kan?" Tanya Yaya. Ia sangat mengkhawatirkan temannya yang satu ini.

Selama dipapah, punggung Halilintar mengeluarkan darah yang tidak berhenti - henti. Hingga meninggalkan jejak setiap langkahnya karena tetesan darah mengikuti mereka.

"A-aku...b-ba-baik". Jawab Halilintar pelan namun dapat didengar oleh Yaya dan Ying.

"Yaya, kita harus mencari ruangan untuk berlindung. Darah dari punggungnya sangat banyak yang keluar". Ying khawatir saat melihat Halilintar semakin pucat dan suaranya semakin lemah.

"Ayo! Kita ke sana!" Seru Yaya.

Yaya dan Ying pun memapah Halilintar yang masih dalam keadaan lemah. Mereka bertiga menuju ke ruang osis.

Saat ingin membuka pintunya, ruangan itu terkunci. Alhasil, pintunya masih tertutup rapat.

"Bagaimana, nih?" Ying panik. Yaya hanya tersenyum tenang.

"Tenang saja, Ying. Aku punya kuncinya, gini - gini aku bisa diandalkan". Yaya pun mengambil kunci yang selalu ia simpan di kantung rok seragamnya. Ying hanya berbinar matanya ketika melihat kunci itu.

"Gua lupa kalo lo menyandang sebagai sekeretaris osis di sekolah". Ucap Ying sambil cekikikan.

"Yah, walaupun sudah setahun yang lalu. Kunci ini masih kupegang karena adik kelas menitipkannya padaku". Gumam Yaya. Lalu memasukkan ujung kunci ke lubang pintu.

CKLEK

Yaya memutar kenop pintu dan membuka pintu tersebut. Mereka memasuki ruangan osis yang dikatakan sangat aman. Karena ruangan ini sedari tadi terkunci. Dan tidak ada bau amis seperti ruangan lainnya.

"Kau tunggu dulu disini bersama Hali. Aku harus mencari kotak p3k untuk menutupi luka di punggungnya". Jelas Yaya. Ying hanya mengikuti perintah Yaya lalu duduk di kursi yang memang tersedia disana.

"Hah...hah...hah... Kalian...t-tidak perlu...mengkhawatirkan...ku". Halilintar, ia terlihat keras kepala sekali. Ying jadi kesal.

"Jangan keras kepala. Pusing gua ngeliatnya". Kesal Ying. Halilintar menoleh dan menatapnya datar.

"Ya udah, enggak usah diliatin". Jawab Halilintar. Kekesalan Ying bertambah tapi berkurang begitu saja ketika Yaya mendatangi mereka.

"Syukurlah lo dateng tepat waktu. Kalo enggak, udah gua pukul punggungnya si Hali". Ucap Ying lalu membuang tatapannya.

"Jangan marah, dong, Ying. Lebih baik kita obati saja lukanya Hali". Yaya dengan sifat keibuannya.

"Iya... Iya... Sifat keibuannya muncul lagi tuh". Ledek Ying.

Baru saja mereka ingin mengobati Halilintar. Tiba - tiba saja pintu ruangan osis terbuka. Sepertinya Yaya lupa harus mengunci pintu itu kembali.

Yaya dan Ying sudah panik sedangkan Halilintar masih memasang muka datarnya.

"Yaya! Ying! Halilintar! Kalian ada disi-"

Yaya, Ying dan Halilintar menatap kedatangan tiga orang yang familiar baginya. Yaitu Gopal, Fang dan Glacier.

"Uwah! Kalian benar - benar ada disini?! Liat Fang, betul 'kan firasat gua!" Riang Gopal. Fang memutar bola matanya, tidak peduli.

"Ck! Itupun karena darah yang mengarah ke ruang osis 'kan? Tidak usah sombong". Fang, sebenarnya ia malas meladeni Gopal sepanjang perjalanan tadi.

"G-gempa dan Taufan dimana?"

Semua orang menoleh ke sumber suara. Yang ternyata dari Halilintar. Padahal sedang terluka namun tetap mengkhawatirkan keadaan yang lainnya.

RUN [Boboiboy] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang