ANGKASA 06

2.1K 83 2
                                    

Jangan lupa tambahin cerita ini ke library ataupun reading list kalian ya!
___

SUDAH REVISI

Sejak malam dimana leher Anna melepuh dan berakhir dengan gadis itu yang demam tinggi membuat Angkasa yang basic nya dingin, cuek dan bermulut pedas mendadak berubah menjadi care. Sudah dua hari Angkasa tidak pergi ke kampus. Baru pagi ini cowok itu berpamitan kepada Anna yang masih betah berbaring dikamar dengan wajah yang tidak sedingin biasanya.

"Ann, gue tinggal bentar nggak apa-apa ya?" Cowok itu berdiri di depan Anna sambil memakai Almamater biru."

Anna yang nyawanya belum terkumpul hanya mengangguk samar sambil memegangi kepala yang rasanya masih berdenyut. Tak perlu membuka mata karena sudah di pastikan itu adalah suara Angkasa. Karena dari jarak 100 meter pun Anna bisa mengenali aroma khas laki-laki yang berstatus sebagai tunangannya itu.

Angkasa berjalan mendekati Anna dan menyentuh kening serta leher gadis itu membuatnya melenguh kecil. "Gue harus ke kampus ada OSPEK. Lo jangan lupa minum obat." Anna hanya berdehem pelan, pelan sekali kemudian Kembali terlelap membuat Angkasa menghela nafas. Entah mengapa tiba-tiba tangannya terulur untuk mengusap rambut Anna dengan lembut.

"Harusnya lo ikut OSPEK hari ini. Get well soon, Flaviana." Kemudian Angkasa melangkah keluar dari kamarnya menuju garasi mobil lalu segera meluncur menuju kampus. Mengabaikan panggilan dari asisten rumah tangga yang memintanya untuk sarapan terlebih dahulu.

Setelah kepergian Angkasa, Anna pun bangkit dari tidurnya sambil memegangi kepalanya yang sakit. Sebenarnya sejak tadi Anna sudah tidak tidur. Hanya berpura-pura saja di depan Angkasa. Bahkan saat laki-laki itu mengusap lembut kepalanya Anna dengan sangat sadar merasakan itu bahkan dengan detak jantung yang menggila. Memang semenjak Anna sakit, Angkasa seperti punya kepribadian baru yang lembut dan sangat care. Anna sendiri sebenarnya bingung apa yang membuat laki-laki itu berubah hanya dalam semalam. Apa karena gadis itu sedang sakit? Atau memang Angkasa sudah mulai menerima dirinya?

Kalau memang poin pertama yang benar, Anna rela jika tuhan memberinya waktu sakit yang lama semata hanya agar Angkasa terus berada di dekatnya. Berharap dengan begitu maka perasaannya terhadap Angkasa akan bersambut. Anna pun tersenyum sambil mengusap kepalanya, membayangkan usapan lembut dari tangan kekar Angkasa tadi. Hal yang rutin di lakukan Angkasa kepadanya sejak dua hari ini. Ah, mengingatnya saja pipi Anna jadi bersemu merah.

"Non, Anna?"

Anna sontak terperanjat mendengar panggilan itu. Entah sejak kapan salah seorang ART yang Anna ketahui Bernama Sita sudah duduk di pinggir Kasur sambil menatapnya heran.

"Eh, Kak Sita sejak kapan disini?" Tanya nya canggung.

Sita terkiki geli, "dari tadi sih, sejak Non Anna senaym-senyum sendiri. Kenapa sih? Karena Den Angkasa ya?"Godanya membuat raut wajah Anna berubah datar, berusaha menutupi ekspresi gugup.

"Apaan sih, kak Sita. Nggak usah sebut-sebut bang Angkasa, deh! Dia tu nyebelin tau." Jawab Anna pura-pura kesal.

"Loh, ganteng-ganteng gitu kok di bilang nyebelin sih, Non. Den Angkasa itu baik banget orangnya, penyayang banget." Jelas Sita membuat Anna tak kuasa menahan mual. Penyayang?

"Orangnya dingin kok, mulutnya pedes! Suka marah-marah lagi. Penyayang dari mananya, Kak?" Heran Anna.

"Eh, non Anna belum tau sikapnya sama Non Hanny dan Nyonya Nabila. Manis banget, Non. Saya aja litanya baper." Jelas Sita dengan semangatnya. "Terutama sama Non Hanny, beeeuuh kalau ketemu tu nempel terus kaya ada lemnya. Sampe tidur sekamar."

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang