33: The Future

1.3K 197 9
                                    


Kyungsoo tampak gugup dengan jemari yang tak berhenti sedari tadi mengetuk meja dihadapannya. Pandangannya menatap kearah luar dari dinding kaca café, menunggu seseorang dengan cemas.

Apa yang membuat Chanyeol begitu lama?

Ya, beberapa saat yang lalu, entahlah, ia tak begitu mengingatnya, ataukah sudah beberpaa jam yang lalu? Pria itu meneleponnya mengatakan jika ia sudah di jalan menuju tempat mereka berjanji bertemu, dan masih diingatnya nada excited pria itu saat mengabarinya tadi. Tanpa ia sadari kedua ujung bibirnya tak kuasa untuk tak tertarik membentuk sebuah senyuman ketika mengingat bagaimana pria itu setiap saat memperlakukannya. Bagaimana setiap ucapan dan perlakukan dari pria itu dapat melelehkan hatinya, setiap saat.

"Berhenti bertingkah seperti itu, Oennie. It's annoying" suara kesal Baekhyun yang berasal dari seberang meja membuyarkan lamunannya, bersamaan dengan tepukan di punggung tangannya saat Baekhyun menampar tak begitu pelan tangannya untuk menghentikannya ia yang terus mengetuk meja.

"Ouch" dibawanya tangannya kedadanya dan mengusap rasa sakit yang dirasakannya sambil menatap nyalang ke wajah adiknya, Baekhyun. Baru saja ia akan membuka mulut untuk mengatakan sesuatu ketika ia menyadari sesuatu yang aneh disini. Namun ia tak bisa menemukan apa yang salah. Jadi, sambil merapihkan rambut panjangnya yang tersampir dibahunya, kembali ia mengalihkan pandangannya keluar.

Saat itulah ia menyadari apa yang salah. Di luar sana, tak ia temui apapun. Tidak ada mobil berlalu lalang, tak ada satupun orang yang terlihat, bahkan seekor kucing atau anjing sajapun tak terlihat. Tidak ada. Dan sama halnya dengan di dalam café, tak ada satupun orang disana, kecuali ia dan Baekhyun.

"Ini aneh" gumamnya perlahan.

"Mengapa aku tak melihat satu orang pun, Baekhyun?"

"I know" Baekhyun menjawab singkat.

Kyungsoo tak tau apa yang memancing, bisa jadi suara datar dan dingin dari Baekhyun, atau mungkin keadaan dan suasana yang mulai tampak tak nyata disekitarnya. Kembali diarahkan tatapan kearah seberang meja tempat ia duduk, tempat dimana tadi Baekyun duduk, dan sekarang tak ada seorang pun disana. Tiba-tiba saja suhu disekitarnya berubah menjadi lebih dingin, membuat Kyungsoo berdiri dari posisi duduknya terburu-buru. Dia tak menyukai tempat ini. Dia tak menyukai rasa takut yang mulai muncul dalam dirinya, yang semakin lama membuat tubuhnya ikut bergetar.

Atas dasar rasa takut dan kedinginan yang mulai melingkupi dirinya, dibawanya tubuhnya tergesa menuju pintu untuk meninggalkan tempat itu, ia tak merasa aman berada di sana. Kembali ia teringat akan Chanyeol. Dimana pria itu? Bukankah ia telah berjanji akan menemui Kyungsoo?

Tidak, ia tak lagi peduli untuk menunggu Chanyeol datang, ia akan keluar dan mencari Chanyeol sendiri. Ia harus menemukan Chanyeol secepat mungkin. Ia ingin berada di pelukan pria tersebut, tempat dimana ia dapat merasa begitu aman, sesegera mungkin.

Diulurkannya tangannya untuk meraih handle pintu kaca, dan lalu menariknya hingga terbuka, berharap akan segera keluar dari tempat yang membuat nya tak nyaman ini.

Namun dia ternyata salah. Ia begitu salah. Karena ketika pintu itu terbuka, apa yang menunggunya di depan sana bukanlah ruangan terbuka yang cerah dipenuhi cahaya matahari. Namun di hadapannya kini adalah ruangan kosong berdinding abu-abu gelap, dimana dua orang pria sedang berdiri menatapnya datar. Nafasnya terhenti. Seolah sesuatu sedang menutup saluran pernafasannya. Dan serangan panik itu mulai muncul saat ia mencium bau rokok yang sangat kuat sampai ke hidungnya.

Mimpi buruknya.

Baru ia sadari bahwa saat ini ia berada dalam mimpi buruknya. Dimana kedua pria itu akan kembali – berulang kali – akan menghancurkannya lagi dan lagi. Rasa sakit, rasa takut, rasa malu, dan perasaan akan mimpinya yang dihancurkan, kedua pria itu akan kembali memberikan dan menanamkan itu kepadanya, membuatnya tak akan pernah bisa melupakannya. Dia berbalik dan berniat segera menutup kembali pintu café itu. Tapi entah bagaimana kedua pria itu dapat bergerak dengan begitu cepat lalu menariknya kasar. Kemudian kembali ia rasakan pedih di bagian perutya.

The Last LieWhere stories live. Discover now