03 | sepatah kata dari Ibu.

93 14 2
                                        

Ibu rindu Bapak.

Wangi khasnya, senyum tipisnya, kebiasaan Bapak yang hobi tidur di siang hari, pergi mengantar cucunya ke sekolah dengan vespa tua.

Setiap hari Ibu rindu Bapak.

Duduk di sofa cokelat sambil memandang foto lama, menjadi kebiasaan Ibu semenjak Bapak pulang.

Ibu tahu, ketika hari itu datang. Semuanya terasa buram. Tak ada lagi yang memberi makanan untuk Kuro.

Peliharaan kesayangan Bapak.

Aquarium kura-kura hijau itupun tampak keruh, seperti hati Ibu.

Sewaktu itu, masih setengah sadar aku melihat Bapak berjalan menuju kamar mandi untuk sholat. Bapak membawa handuk dan berkata padaku.

"Za, sholat shubuh bangun."

Tiga hari setelah Bapak pulang. Mimpi itu terasa nyata.

Dan yang kudengar. Ibu pernah bertemu Bapak di Mekkah saat itu.

Bapak tersenyum kepada Ibu, lalu melewati jamaah yang lainnya.

Selintas, tapi membuat Ibu tersenyum meneteskan air mata.

Ibu tidur di kamar milik Bapak. Mengenang wangi khas Bapak yang dari hari ke hari menghilang.

Kamar Ibu pun kosong, cuma tergelar seprai putih gading dengan angin malam yang berhembus dari jendela.

Terkadang aku menemaninya tidur di sebelah Ibu. Mendengarkan cerita Ibu tentang Bapak.

Yang aku tahu. Ibu sangat mencintai Bapak, Ibu menyayangi Bapak dengan amat sangat.

Walau aku baru bertemu saat mereka sudah menua.

Ibu, sehat selalu ya. Biar nanti aku yang mengurus rumah, Ibu duduk saja di sofa. Biar aku yang memanaskan air hangat untuk segelas susu vanila kesukaan Ibu.

Biar setiap minggu aku temani belanja ke supermarket, dan berjalan di sebelah Ibu, lalu tertawa ketika ada pegawai yang promosi memanggil Ibu dengan sebutan 'Mama'.

Biarkan aku mengelap kaca jendela yang sudah kusam, menyiapkan makanan, membiarkan Ibu terlelap di ruang keluarga dengan televisi menyala.

Biar aku lakukan semuanya.

_________________________________
Now play (Nadin Amizah — Paman Tua)

𝘪 𝘥𝘦𝘥𝘪𝘤𝘢𝘵𝘦 𝘪𝘵 𝘵𝘰 𝘮𝘺 𝘨𝘳𝘢𝘯𝘥𝘮𝘰𝘵𝘩𝘦𝘳

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang